Bab 12. Tak Sengaja Bertemu

1205 Kata
“Mas, aku mau makan sushi, boleh, ya?” Gita mengerucutkan bibir, menggelendot manja di lengan Reymond. Rey mencubit ujung hidung istrinya, gemas. “Nggak boleh, Sayang. Sushi tuh ada bahan mentahnya, kamu lagi hamil, nggak boleh makan yang mentah-mentah.” Bibir Gita semakin mengerucut, manyun. Sepasang suami istri yang baru saja tiba di ibukota sehabis menghabiskan bulan madu di Bali itu bercanda mesra. Rey sekali lagi mencubit ujung hidung dan pipi istrinya gemas. Membuat Gita semakin merengek manja. “Aku pengen bulan madu di Roma aja nggak jadi gara-gara hamil, sekarang pengen makan sushi juga nggak boleh karena hamil, terus apa yang boleh?” Reymond mencium sekilas bibir istrinya yang manyun. “Sabar, ya? Apa aja bakal aku turutin kok, asal nggak bertentangan sama kehamilan kamu. Oke?” Bibir pink yang manyun itu perlahan-lahan tersenyum. “Ya udah kalau gitu aku mau makan di restoran Itali yang ada di hotel Aryuda itu, boleh, ‘kan?” “Oke, boleh.” Rey mengangguk, segera menyuruh sopirnya untuk menuju ke sebuah restoran Itali yang berada di pusat kota Jakarta. Restoran Itali yang menjadi tujuan Rey dan Gita kali ini terletak di sebuah hotel bintang lima di Jakarta Pusat. Begitu memasuki restoran tersebut, kesan hangat dan cozy terasa begitu kental berkat interiornya yang berdesain rustic. Senyum merekah di bibir Gita. Ia selalu ingin mencoba menikmati makan malam di tempat ini. Restoran Itali pertama di ibukota yang chef dan bahan-bahannya diimpor langsung dari Itali. Namun, karena sebelum menikah dengan Rey kondisi keuangannya sangat pas-pasan, maka ia tak pernah bisa melakukannya. Dan ternyata kesempatan itu akhirnya datang, merasakan makan malam di restoran mewah bersama suaminya yang kaya. Gita menyeringai lebar. Membayangkan hidup bergelimang harta. “Mulai sekarang, aku akan membeli apapun yang kuinginkan, harta suamiku ‘kan nggak akan habis tujuh turunan.” Ia tertawa senang di dalam hati. Istri Rey yang sedang hamil itu semakin merekahkan senyumnya ketika pesanan mereka datang. Gita sengaja memesan salah satu menu andalan di restoran ini, yaitu pizza dengan dough berwarna hitam. “Kamu suka?” tanya Rey ketika melihat wajah istrinya tampak semakin cerah. “Iya, suka banget!” seru Gita senang. “Makasih, ya, Sayang.” Rey meraih tangan istrinya, mencium punggung tangan Gita yang halus. “Anything for you, my wife.” Perasaan Gita melambung hingga ke langit ketujuh. “Aduh, nggak nyangka aku benar-benar merasakan dibucinin cowok kaya raya!” batinnya kegirangan. Namun, kebahagiaan itu hanya berlangsung sebentar karena di tengah-tengah mereka menikmati hidangan, ekor mata Gita menangkap sosok wanita yang amat ia kenal. “Mas Rey….” Ia memanggil suaminya yang sibuk makan dengan tetap mengunci tatapannya pada sosok wanita itu. “Hm? Kenapa?” Rey yang mendapati ekspresi Gita berubah tegang segera mengikuti arah pandang sang istri. “Itu… mantan istri kamu ‘kan?” tanya Gita setengah berbisik. Kedua netra Rey melebar seketika. Ia terkejut bukan main. Di sana, dari pintu ruang VIP, Bianca keluar bersama seorang pria yang juga ia kenal. Dadanya seketika memanas, entah apa yang membuatnya begitu marah. Rey meletakkan garpu dan pisau di tangannya sembarangan, meninggalkan sang istri dengan langkah tergesa. “Oh, jadi sekarang lo godain dia, Bianca?” cetus Rey begitu tiba di hadapan Bianca dan Kalandra yang hendak keluar dari restoran. Wajah Bianca terkejut kemudian merengut kesal, tak menyangka akan bertemu mantan suaminya di sini. “Bukan urusan lo. Gue mau pulang, jadi sekarang lo minggir!” ucapnya ketus. Bukannya menyingkir, Rey justru menyeringai sinis. “Jadi gini cara main lo? Setelah nggak bisa dapetin gue, lo berusaha ngegoda dia? Yah, nggak heran, sih. Lo dan keluarga lo sama aja, mata duitan!” Kedua tangan Bianca terkepal di samping tubuhnya. Sungguh, ia ingin meninju wajah menyebalkan Rey. Tapi ini tempat umum, ada banyak pasang mata yang kini memperhatikan mereka. Kalandra menyadari itu, maka ia mengambil alih situasi. “Lo nggak denger tadi dia bilang apa?” ucapnya dingin. “Minggir!” “Ah, lo pasti udah kemakan rayuan cewek mandul ini, ya? Dikasih apa lo? Dikasih servis yang mantep banget pastinya?” Rey tertawa remeh di ujung kalimatnya. “Reymond!” Suara bariton Kala menggelegar. Rey dan Bianca terkesiap. “Minggir sekarang!” lanjut Kala dingin, sedingin suhu udara ketika puncak musim dingin. Rey berdecak, kemudian menyingkir. Reaksi Rey itu membuat Bianca sedikit heran. Yah, ia tak memungkiri aura mencekam Kala memang bisa menakuti siapapun, termasuk orang sesombong Rey. Reymond kembali ke mejanya dengan wajah bersungut-sungut. Ekor matanya masih mengikuti kepergian Bianca dan Kalandra hingga hilang di balik pintu kaca. Ia mendengus kesal, meneguk wine di gelasnya hingga tandas. “Tadi itu mantan istri kamu lagi sama siapa, Mas?” tanya Gita hati-hati. “Kayak nggak asing sama wajah si cowoknya.” “Putra kedua Andara,” sahut Rey dingin. “Hah?” Gita terbelalak. “Wah, kalau anak yang punya Andara berarti lebih kaya dari mas Rey, dong?” gumamnya dalam hati. “Jadi… dia ngegodain anaknya yang punya Andara habis cerai dari kamu, Mas?” Reymond mendengus, kesal. “Ih, ternyata dia murahan banget, masa baru habis cerai udah godain cowok aja.” Gita berkomentar, sengaja memanas-manasi Reymond. Benar saja. Wajah Reymond semakin ditekuk, makanan lezat di hadapannya tak lagi menggugah selera. Ia hanya sibuk menenggak wine guna mengusir perasaan jengkel dan kesal yang menghinggapi hatinya. “Udah, Mas, nggak usah dipikirkan.” Gita yang menyadari perubahan suaminya itu segera mengusap lengan Rey lembut. “Sekarang kamu fokus sama aku dan bayi kita, ya? Nggak ada gunanya mikirin perempuan genit kayak gitu.” Bukannya tenang, Rey justru semakin kesal. Ia beranjak dari duduknya, berjalan cepat meninggalkan Gita. “Mas, Mas, kamu mau ke mana?” Gita berseru panik. Rey yang baru saja melangkahkan kakinya langsung menoleh. “Habiskan makananmu dan jangan ikut aku!” ucapnya dingin. Gita terduduk, syok sekali melihat reaksi dari Rey. Padahal beberapa menit lalu mereka masih bisa bercanda dengan mesra, bahkan Rey bersikap begitu manis ketika di mobil tadi. Tapi sekarang, tatapan hingga intonasi suara pria itu berubah drastis. Gita menggeram dalam diam. “Semua ini gara-gara Bianca!” Sementara itu di waktu yang bersamaan, Bianca dan Kalandra duduk diam di dalam mobil. Belum ada yang hendak membuka suara. Tapi Kalandra sudah punya pertanyaan di kepalanya. “Sebelum pulang, mau jalan-jalan dulu?” Ia menawarkan sembari sibuk mengemudikan mobil. “Enggak, langsung pulang aja,” sahut Bianca tanpa menoleh. Ia melempar pandangannya ke luar jendela, menatap pemandangan malam ibukota. “Oke.” Hening lagi. Kala tak jadi membelokkan mobilnya, ia memilih jalan lurus yang menuju ke apartemen Zita. Tadi Bianca sudah menyebutkan nama apartemen Zita. “Lo kenal sama Reymond?” Akhirnya pertanyaan itu terlontar dari bibir Kalandra. Bianca terkejut sesaat, kemudian menghela nafas pendek. “Iya.” “Dia… mantan lo?” tebak Kala. “Suami.” “Apa?” Kala mendelik kaget, menoleh sekilas. “Mantan suami. Reymond itu mantan suami gue.” Ada nada sedih dalam kalimat Bianca. Kala tak bisa memastikan bagaimana ekspresi Bianca saat ini, wanita itu masih membuang pandang ke luar jendela, menyembunyikan wajahnya. “Jadi… maksud lo… lo janda? Lo pernah menikah dengan Rey terus cerai, gitu?” Kalandra tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. “Iya, gue janda. Sekarang tolong cepet anterin gue ke apartemen Zita, gue pengen cepet pulang.” Kala menelan ludah. “Oke.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN