Wilujeng Kaivan belum juga pulang ke Purwokerto hingga satu bulan lamanya. Namun komunikasiku dengannya sama sekali tak terhambat. Puluhan pesan selalu Kai kirimkan setiap hari. Dan lebih dari lima kali dalam sehari dia menghubungiku melalui video call. Jarak tak membuat komunikasi terganggu, namun justru semakin merekatkan hubungan kami. Aku sedang mengepak pakaian ke dalam koper berukuran kecil saat Ibu memasuki kamar. "Mbak jadi ke Jakarta?" tanya beliau begitu duduk di bibir ranjang sembari memperhatikan keriweuhan tanganku. "Jadi, Bu," jawabku tanpa menghentikan aktivitasku. "Sekalian Hendra juga mau ketemu sama keluarga Kaivan." Ibu terdiam sehingga aku menatapnya, yang ternyata beliau sedang melamun. "Bu." "Eh iya." Ibu sedikit terkejut, lalu tersenyum tipis. "Mbak sayang sam

