Ch.06 Senjata Andalan

1920 Kata
Alexa tiba-tiba memasuki bilik kerja Marcella dan langsung duduk di kursi seberang meja rekan kerjanya tersebut. Wajah terlihat ceria meski hari sudah menjelang sore. Yang diajak berpikir sebentar, lalu menggeleng. “Sepertinya tidak bisa. Aku banyak pekerjaan yang akan kubawa pulang dan selesaikan di rumah.” Akan tetapi, Alexa tidak mau menyerah begitu saja. “Ah, ayolah. Kita hanya akan hangout sebentar. Mengobrol, bercanda, saling bercerita tentang kehidupan masing-masing, dan tentu saja bergosip!” kekehnya. “Bergosip? Siapa yang mau kita gosipkan?” tawa Marcella menggeleng geli. Alexa ikut tertawa. “Siapa saja yang bisa kita gosipkan. Terutama, tentu kita bisa bergosip tentang Tuan Carleon dan Tuan Birhen! Seisi kantor sudah ramai membicarakannya! Dua bos tampan yang membuat hati wanita mana pun terbang ke langit ketujuh jika menatapnya!” Marcella makin tertawa mendengar ini. “Ya, aku tahu. Setiap aku makan di kantin atau ke mana pun pergi di perusahaan ini, teman-teman dari divisi lain selalu bertanya tentang Tuan Carleon dan Tuan Birhen.” “Nah, itu dia! Ayolah, tengah minggu begini adalah waktu yang sangat tepat untuk kita melepas lelah sesaat di café. Ada café baru bernama Peaches Red di dekat kantor. Kata teman-teman, tempatnya bagus dan nyaman.” Alexa masih terus merayu, karena dia punya tujuan tersendiri. Masih belum menyerah, ucapannya kembali terdengar, “Kita bekerja satu tim, maka dari itu kita harus kompak. Kita harus dekat, kita harus menjadi bestie, Marcella!” kekeh Alexa memperlihatkan senyum manis serta mata tulusnya. “Kita juga harus bisa dekat dengan teman kerja lain di berbagai divisi. Kamu tahu, ‘kan? Kita harus bisa menjadi telinga bagi Tuan Carleon, melaporkan apa pun yang sedang terjadi di perusahaan.” “Apalagi, beliau sedang merasa diserang dengan tuntutan pengguna yang rumahnya kebakaran.” Alexa memang paling pintar menyajikan fakta untuk menggoyang pikiran lawan bicaranya. Di mana Marcella mulai tergoyahkan. Ia mulai membenarkan bahwa dirinya pun harus bisa seperti Alexa yang memiliki banyak teman di perusahaan ini, meski baru setengah tahun bekerja. Akhirnya, ia mengangguk, “Ya, ya, baiklah! Pulang kantor kita pergi ke Peaches Red. Aku selesaikan dulu pekerjaanku supaya tidak kena marah oleh Tuan Carleon.” Alexa tertawa riang, lalu bertepuk tangan. “Nah, itu baru Marcella yang keren!” pujinya bercanda. “Aku juga mau menyelesaikan draft press conference terbaru untuk Tuan Carleon karena sebentar lagi kasus penuntutan selesai.” “Jam lima kita berangkat?” tanya Marcella, lalu melirik jam di atas meja kerjanya, menghitung serta memastikan waktunya cukup untuk dia menyelesaikan tugas penting hari ini. Sambil berdiri dan berjalan meninggalkan bilik kerja rekannya, Alexa mengangguk seraya menjawab, “Iya! Jam lima kita berangkat! Kita naik taksi online saja ke sana!” “Oke! Motorku juga masih di bengkel. Aku selalu menggunakan taksi online selama beberapa hari terakhir ini!” sahut Marcella. Maka, berjalanlah Alexa menuju bilik ruang kerjanya sendiri. Ia mengeluarkan ponsel dan mengirim sebuah pesan. Alexa [Sore ini jam lima kami akan ke Peaches Red café di dekat kantor. Marcella tidak membawa motor karena masih di bengkel. Kesempatan bagi Tuan untuk mengantarkannya pulang -emoticon dengan mata berbentuk hati-] Birhen yang sedang bekerja serius di depan layar komputernya memeriksa perkembangan perusahaan utamanya segera melirik saat ada bunyi notifikasi masuk. Membaca pesan dari teman barunya tersebut, ia sontak sumringah. “Hmm, ternyata kamu benar. Sampai sekarang sudah hampir satu minggu dan Marcella tidak memberi kabar sama sekali kapan dia bisa ada waktu luang. Tapi, dia mau pergi denganmu dan teman-teman kalian,” gumam Tuan Muda Liu menghela panjang. Lalu, kepalanya menggeleng dan bibir terus berbicara pada diri sendiri. “Tidak apa, memang cinta itu harus diperjuangkan. Kalau Marcella belum tertarik, bukan berarti dia tidak akan tertarik padaku selamanya. Aku hanya harus terus berusaha!” Maka, sang konglomerat muda membalas pesan tersebut. Birhen [Oke, thanks. Aku akan ke sana mulai dari jam 4.30 sore.] *** Di hari yang sama, Carleon sedang mengumpulkan para direkturnya di ruang rapat. Ada lima orang laki-laki dan satu orang wanita duduk mengelilingi meja berbentuk persegi panjang. Kala itu langit sudah tidak lagi terlihat terang, tetapi mereka masih menyelesaikan rapat yang dimulai sejak tiga jam lalu. Setelah mendengar laporan dari masing-masing divisi mengenai perkembangan perusahaan selama enam bulan terakhir, kini saatnya para direktur itu mendengarkan misi visi perusahaan versi CEO mereka. “Aku hanya ingin menegaskan, bahwa aku tidak akan main-main dalam menindak siapa pun yang ketahuan menjadi musuh dalam selimut!” ucap Carleon sangat tegas. Mata tajamnya menatap satu per satu direktur di hadapan. Senyum dingin menyapa bersama ancaman yang tidak membutuhkan kata-kata. Kalimat sebelumnya saja sudah bisa membuat seisi ruangan sunyi dalam ketegangan. “Khusus untuk direktur dari divisi research dan divisi produksi, sekali lagi aku tahu kalian melakukan kesalahan fatal seperti kasus kebakaran circuit pemanasan kemarin, maka aku akan memindah kalian berdua ke bagian gudang.” Seringainya muncul degan datar dan bengis. “Itu pun kalian hanya akan menjadi karyawan biasa, bukan kepala gudang! Energica Technology rugi hampir 1 juta dollar untuk memenuhi tuntutan kebakaran kemarin!” desisnya mengurung geram di balik deretan gigi putih bersih. “Dan jangan kalian pikir aku tidak tahu bahwa ada udang di balik batu dari kasus penuntutan kemarin! Aku tahu ada orang-orang di kantor ini yang berkhianat padaku! Kita baru saja mau meluncurkan produk baru, tetapi kepercayaan publik sudah digoyang dengan kasus kebakaran kemarin!” Para direktur saling pandang ketika kata pengkhianat diucapkan. Mereka terkejut, terhenyak karena kata itu bukanlah kata yang menyenangkan untuk didengar. Sorot mata bertanya-tanya pada satu sama lain siapa pengkhianat yang dimaksud, dan apakah benar ada pengkhianat di antara mereka? CEO Energica Technology tersenyum dingin, sorotnya menjadi lebih tajam dan mematikan. “Aku sudah memecat beberapa direktur terdahulu. Aku tidak ragu untuk melakukannya lagi terhadap kalian!” “Aku sudah memenjarakan CEO terdahulu, aku pun tak akan ragu untuk melempar kalian ke balik jeruji penjara jika terbukti melakukan hal yang sama dengan dia! Berdoalah semoga saat itu terjadi, kalian tidak sampai bunuh diri sepertinya karena tak kuat menahan malu!” ucapnya datar, memperlihatkan hati yang sama sekali tidak prihatin terhadap kasus bunuh diri Elon Stark. “Jadi, kalau memang kalian masih ingin tetap bekerja di sini, aku berikan saran terbaik. Pertama, yaitu bekerjalah dengan jujur! Kedua, laporkan padaku jika mengetahui sesuatu yang berpotensi merugikan perusahaan!” “Aku memiliki sumber daya yang tidak terbatas untuk menyelidiki kalian semua, satu per satu. Dalam satu jam ke depan, aku bisa tahu berapa uang di rekening kalian, berapa ukuran sepatu kalian, dan bahkan … apakah kalian memiliki selingkuhan atau tidak!” desis Carleon terkekeh dingin. Di balik kacamatanya itu tatap terus menekan satu per satu direktur yang hadir di ruang rapatnya. Ia paling bisa menimbulkan ketegangan seperti ini hingga semua menunduk tak ada satu pun yang berani menatap balik. “Perkembangan Energica Technology selama enam bulan lebih di bawah kendaliku masih belum signifikan. Neraca masih belum kembali pada posisi tertinggi lima tahun lalu, sebelum Elon Stark mulai melakukan korupsi besar-besaran di depan kalian semua!” “Aku mau ketika enam bulan lagi kita rapat, semua angka penilaian sudah naik dari apa yang kalian presentasikan sekarang! Mengerti atau tidak?” “Mengerti, Tuan Muda Mancini!” sahut para direktur bersamaan. Seringai sang direktur utama kembali terlukis di wajah tampannya yang kata karyawan lain sedingin salju terbeku di Kutub Utara. “Bagus! Kalau kalian mengerti, maka enam bulan lagi aku mau laporan terbaik! Tidak ada alasan untuk angka yang buruk!” “Rapat selesai, terima kasih atas kedatangannya. Sekali lagi, jangan pernah mencoba untuk mengkhianatiku! Aku tidak akan pernah bermurah hati pada pengkhianat sampai kapan pun juga!” tegasnya menautkan tangan di depan bibir, kemudian mempersilakan semua keluar dari ruangan. Satu per satu direktur berdiri, membungkuk hormat, lalu pamit meninggalkan ruangan. Alex segera menutup pintu saat direktur HRD adalah orang yang terakhir meninggalkan ruangan sudah tak terlihat lagi di lorong depan ruang rapat. Ia menatap bosnya sambil terkekeh, “Sebuah rapat yang menegangkan, Tuan. Saya rasa Anda sudah berhasil menanamkan ke pikiran mereka untuk jangan bermain-main di sini.” “Hm, kita menggaji mereka sangat mahal. Bayaran mereka sebagai direktur adalah yang tertinggi di perusahaan teknologi Eropa mana pun. Kalau mereka tidak bisa bekerja sesuai ekspektasiku, untuk apa mempekerjakan mereka di sini?” angguk Carleon, lalu berdiri dan keluar dari ruang rapat. Saat berjalan kembali menuju ruang kerjanya, ia melihat bilik kerja tempat Marcella dan Alexa sudah kosong. Mata melirik pada jam di tangan, “Masih jam 6 sore, tumben mereka sudah tidak terlihat? Biasanya sampai jam 7 malam mereka masih di sini?” Alex mengangguk, “Marcella dan Alexa sedang ada acara hangout bersama teman-teman dari divisi lain. Mereka ke café terbaru yang ada di dekat kantor. Biasalah, para wanita senang bergosip sepulang kantor.” “Memangnya apa yang mereka gosipkan?” CEO tampan bertanya sambil melangkah kembali menuju ruang kerjanya. “Tentu saja bergosip tentang Tuan Carleon.” Tawa orang kepercayaannya itu terdengar berderai, membuat Carleon langsung melirik tajam. Di mana arti lirikannya adalah bertanya kenapa Alex tertawa kalau dia digosipkan. “Uhm, maaf,” angguk sang anak buah langsung berhenti tertawa. “Mereka biasanya bergosip tentang Tuan. Seperti siapa wanita yang dekat dengan Tuan. Apakah Tuan memiliki kekasih, dan sebagainya. Mereka sepertinya tergila-gila dengan Tuan Muda Mancini,” jelas Alex menahan keinginan untuk tersenyum lebih lebar. Tak ada tanggapan apa pun dari Carleon. Ia tidak menyuarakan satu patah kata, hanya berucap di dalam batin. ‘Tidak usah ditanya siapa yang aku cintai sejak dulu hingga kini. Semesta juga tahu siapa yang aku cintai.’ Di mana ia mengucap kalimat tersebut dalam hati sambil melihat gelang rantai emas putih berbandul kuda Api. ‘Hanya dia yang aku cintai ….’ *** Di sebuah mobil yang sedang melaju di jalan raya, seorang lelaki menggenggam telepon genggam model 10 atau 15 tahun lalu. Bentuknya sangat ketinggalan jaman di mana benda seluler itu tidak memilki internet di dalamnya. “Nyonya Stark?” engah sang penelepon sambil menggerakkan setir. “Ya, ada apa? Kenapa kamu sampai menelepon menggunakan nomor ini? Apa ada sesuatu yang penting?” Lelaki itu mengangguk. “Tadi, seluruh direktur baru saja dikumpulkan oleh Carleon Mancini. Mereka mengancam kami, mengancam akan menjebloskan kami ke dalam penjara kalau terbukti berkhianat!” Oh, rupanya salah satu dari direktur yang hadir tadi sungguh adalah pengkhianat. Ternyata lelaki ini adalah mata-mata keluarga Elon Stark. Pintar juga akalnya memakai telepon genggam yang tidak memiliki internet sehingga tidak ada data yang bisa diretas dari komunikasinya. “Dia juga mengingatkan kembali kasus bunuh diri Tuan Elon Stark! Mengingatkan bahwa kami bisa saja bernasib sama seperti beliau kalau sampai ketahuan! Saya mulai takut, Nyonya! Carleon Mancini bilang dia punya sumber daya yang tak terbatas untuk mengetahui siapa saja yang berkhianat padanya!” Magdalena Stark tertawa kecil nan sinis, “b*****t itu memang sok jagoan! Kamu jangan takut! Kalau memang dia memiliki sumber daya yang tidak terbatas untuk mengetahui ada pengkhianat di sekitarnya, lalu kenapa dia tidak bisa mengenali senjata pamungkas kita, hah?” Direktur terdiam sesaat, lalu berpikir benar juga ucapan istri mendiang Elon Syark ini. Senjata pamungkas yang sudah disiapkan keluarga Stark untuk membalas dendam ada di sekitar Carleon Mancini dan lelaki itu nampak tidak menyadarinya. Magdalena Stark kembali bersuara, “Rencana yang kita susun sudah berjalan sesuai apa yang kita inginkan! Kamu tidak boleh menyerah! Carleon Mancini akan merasakan kejatuhan yang sama dengan suamiku dulu!” “Dia akan mendapatkan balasan yang setimpal! Rasa malu, rasa hancur, dan tentunya … penjara! Aku akan memastikan b*****t itu masuk penjara dan semoga dia juga merenggut hidupnya sendiri saat itu terjadi!” “Aku berdoa semoga Carleon Mancini juga gantung diri ketika ia divonis bersalah dan masuk penjara!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN