Alranita berusaha fokus bekerja namun otak Alranita sulit diajak untuk bekerja sama. Kepala Alranita memikirkan ucapan Moshaira kemarin sore dan apa yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Alranita tidak pernah menyangka kalau ia akan kembali bertemu dengan Mahardhika dan melihat pria itu sungguh membuat Alranita merasakan berbagai macam perasaan yang berhasil membuatnya hampir gila. Rasa frustrasi, kemarahan, ketakutan, kebencian dan sakit hati, kecewa, dan dendam seakan muncul dalam hatinya satu per satu. Perpaduan emosi itu seakan membara dalam dirinya hanya karena sosok Mahardhika Wiradhana.
Alranita takut Mahardhika menemukan Erga dan Arga dan pria itu melakukan hal yang ia takutkan. Alranita takut Mahardhika melenyapkan Erga dan Arga karena di masa lalu saja Mahardhika dengan tega menyakiti dirinya padahal mereka berdua saling mengenal sejak keduanya kanak-kanak. Alranita tidak bisa membayangkan kalau sampai Mahardhika tega melakukan sesuatu pada Erga dan Arga padahal kedua anaknya itu adalah sumber keajaibannya dan alasannya melanjutkan hidup setelah ia merasa bahwa ia tidak diinginkan di dunia ini.
Alranita melihat bagaimana Mahardhika berubah menjadi pria yang berkuasa terlihat dari jabatan dan penampilan pria itu yang jauh dari kata sederhana berbanding terbalik dengan dirinya. Alranita masih ingat jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan pria itu. Alranita menyadari jam itu adalah jam mahal yang tidak main-main harganya. Harga jam Mahardika bahkan lebih mahal dari harga apartemen tempatnya tinggal.
Bagaimana Alranita bisa mengetahui hal itu? Alranita baru saja mendengar pembahasan Giandra dan Isna mengenai jam mahal yang Giandra lihat di internet dan Alranita menyimak percakapan anak buahnya dan sempat melihat gambar jam yang dibicarakan keduanya. Alranita tidak menyangka kalau ia akhirnya melihat jam itu secara langsung dan jam itu melingkar di pergelangan tangan Mahaardhika.
Alranita sadar dengan posisi mereka saat ini. Wanita itu hanya seorang karyawan biasa di saat Mahardhika sudah memiliki jabatan tinggi pada perusahaan keluarganya sendiri. Alranita memutuskan untuk kedepannya nanti ia akan meminimalisir interaksinya dengan Mahardhika dan lebih banyak mengucapkannya pada Giandra agar Giandra bisa mengkomunikasikan semua pada Mahardhika.
Baru hitungan hari Alranita bertemu dengan Mahardhika namun Mahardhika berusaha keras mencari cara untuk bertemu dengan Alranita. Hari ini pun Mahardhika mengajaknya bertemu namun Alranita memilih mengirim Giandra datang dan masa bodo dengan apa yang pria itu pikirkan. Alranita tau proyek Wiradhana sangat besar namun ia memiliki proyek lain yang perlu ia kerjakan juga. Alranita memilih tetap diam di kantor.
Setelah berusaha keras akhirnya Alranita bisa fokus mengerjakan pekerjaannya. Ia mengerjakan proyek lain yang memang menjadi tanggung jawabnya ketika ponselnya bergetar dan sebuah pesan berhasil membuat matanya membulat sempurna.
Aku tau kamu menghindari aku, La. Aku ada di parkiran kantor kamu. Kita perlu bicara. Kamu mau turun sendiri dan kita pergi sama-sama atau aku masuk ke dalam kantor kamu dan menjemput kamu langsung? Pilihan ada ditangan kamu, La.
Alranita menahan diri untuk tidak mengumpat. Kini ucapan Moshaira seperti berputar-putar dalam kepala Alranita. Alranita harus menghadapi Mahardhika tapi masalahnya ia belum siap menghadapi pria itu. Alranita takut membahas masa lalu bukannya menyembuhkan luka yang sudah ia miliki tapi malah membuat luka itu semakin dalam. Alranita bisa menerima kalau luka itu berasal dari orang lain tapi ketika luka itu berasal dari Mahardhika rasanya dunia Alranita runtuh dalam sekejap dan itu sudah terjadi delapan tahun yang lalu.
Lima menit lagi kamu tidak turun, aku akan naik, Alranita. Kamu tau betul kalau aku tidak pernah main-main dengan ucapanku.
Alranita kali ini spontan mengumpat kesal dan mengambil tasnya. Untungnya ia seorang diri di dalam ruang kerjanya karena teman-temannya yang lain sudah tidak ada di tempat mereka. Alranita secepat kilat turun dan ketika ia berdiri di depan kantor, sebuah mobil langsung menghampiri Alranita. Kaca mobil penumpang bagian belakang terbuka dan terlihat wajah Mahardika yang tersenyum menawan pada Alranita. Alranita menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya wanita itu membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil itu.
Alranita duduk bersebelahan dengan Mahardhika di kursi penumpang bagian belakang. Wanita itu hanya diam dan memilih menatap ke arah jendela.
"Aku senang kamu memilih turun walau aku sendiri tidak keberatan kalau pun aku harus naik ke atas menjemput kamu, La"
Mahardhika berusaha bersikap biasa saja dan Alranita memilih diam. Mahardhika berbicara dengan pria yang mengemudikan mobil yang mereka tumpangi dan Alranita berusaha menguasai dirinya. Mendadak rasa takut menyelimuti Alranita. Ingatan masa lalu menyeruak masuk dalam kepala wanita itu dan wanita itu mulai gelisah. Ia mendadak merasa keputusannya mengikuti Mahardhika adalah sebuah kesalahan.
Di sisi lain Mahardhika berusaha keras menahan diri tidak membawa wanita yang ada didekatnya itu masuk ke dalam pelukannya. Mahardhika sadar bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang begitu besar pada wanita itu. Mahardhika pernah menjadi orang yang paling Alranita percaya namun Mahardhika juga yang menjadi orang yang memberi luka paling besar pada wanita itu.
Mahardhika menoleh menatap Alranita yang terus menoleh ke arah jendela. Wanita itu gelisah dan kegelisahannya masih sama seperti dulu. Kuku-kuku jari Alranita akan bertemu dan terdengar gemeletuk pertemuan kuku yang saling berbenturan. Mahardhika pun memilih diam agar wanita itu tidak semakin gelisah membiarkan mobil yang dikendarai Azka memasuki sebuah restoran.
Mahardhika berusaha bersikap santai demi mengurani kegelisahan Alranita. "Ayo, turun. Ini restoran jepang yang baru aku coba dan di sini ada ramen enak. Percaya sama aku, kamu pasti suka juga, La."
Alranita menghela nafas pendek dan keluar dari dalam mobil di ikuti oleh Mahardika. Mahardhika berbicara dengan karyawan resto dan karyawan resto pun mengarahkan Mahardhika dan Alranita masuk ke dalam sebuah ruangan. Alranita lebih banyak diam sedangkan Mahardhika memesan makanan dan minuman untuk keduanya. Hingga akhirnya mereka benar-benar berdua dalam ruangan itu.
Nyatanya menghadapi masa lalu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sedari tadi Alranita berjuang menguasai dirinya sendiri ditengah berbagai macam emosi mendadak muncul meluap dalam dirinya. Berdua dengan orang yang memberikan luka jelas bukan sebuah perkara mudah. Alranita menghindari tatapan mata Mahardhika yang jelas sedang tertuju pada dirinya. Namun Alranita ingat kata Moshaira, dalam hidup ada beberapa hal yang memang harus dihadapi dan mungkin dalam cerita hidupnya masa lalunya dengan Mahardhika adalah salah satu yang harus ia hadapi agar ia terlepas dari rasa sakit yang membelenggunya selama ini.
Alranita akhirnya mengumpulkan seluruh keberaniannya dan menatap Mahardhika tepat di kedua bola mata pria itu, "Apa yang anda ingin bicarakan?"
Mahardhika yang tadi bisa tersenyum dengan begitu menawan pada Alranita mendadak berubah. Senyum itu menghilang dan pria itu tertunduk lesu, "Aku minta maaf, La... Aku bersalah... Di masa lalu aku sudah mempermainkan kamu, mengkhianti, menghancurkan kepercayaan kamu dan merusak kamu..."