8. Ingatan Masa Lalu

1300 Kata
Alranita mendengus membaca pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Foto profile dalam pesan yang masuk ke ponselnya sudah menjelaskan bahwa Mahardhika adalah orang yang mengirim pesan itu. Tidak ada satu pun orang yang mengajaknya bicara tentang masa lalu selama ini karena Alranita tidak memiliki cerita masa lalu dengan siapapun di kota ini karena satu-satunya orang yang ia kenal di kota ini hanyalah Moshaira dan Alranita belum pernah bertemu dengan kenalannya dari Semarang di Jakarta. Untuk apa membahas mengenai masa lalu? Bagi Alranita jelas tidak ada gunanya. Tidak ada yang bisa dirubah dari masa lalunya terlebih di masa lalu pria itu turut menabur rasa pahit dalam cerita masa lalunya. Alranita pun memilih menatap ke arah jalan raya. Ada banyak mobil dan pejalan kaki yang berlalu-lalang dan bisa Alranita lihat dengan jelas dari tempat duduknya saat ini. Pandangan Alranita pun terjatuh pada sepasang anak berseragam SMA yang baru saja melewati dirinya. Ingatan Alranita pun melayang ke masa lalu saat dirinya yang berada di balik seragam putih abu-abu itu. Alranita dengan seragam putih abu-abu memasuki sebuah rumah dan gadis itu berlari ke arah taman belakang dimana ada seorang pria yang sedang duduk fokus menatap layar laptopnya sambil sesekali menatap buku yang ada ditanganya. "Mas Dhika! Mas Dhika! Lihatttt aku lolos masuk Universitas yang sama dengan Mas Dhika! Di masa depan nanti Mas Dhika yang bangun gedungnya nanti aku yang desain dalamnya ya!" Pria yang dipanggil dengan panggilan Mas Dhika itu pun mengalihkan perhatiannya dengan mengambil kertas yang disodorkan padanya dan pria itu membaca isi kertas yang kini sudah ada ditangannya dan tersenyum lebar. Pria itu meletakkan tangannya diatas puncak kepala gadis itu dan menepuknya perlahan, "Hebat. Alranita memang hebat bisa masuk ke Universitas Dipenogoro." Alranita Aryadwipa tersenyum semakin lebar dengan jantung yang sudah berdebar semakin kencang melihat senyum Mahardika Wiradhana. Senyum pria itu selalu berhasil membuatnya hatinya berbunga-bunga karena ketampanan pria itu bertambah berjuta-juta kali lipat di matanya. Alranita belajar dengan sungguh-sungguh agar diterima di universitas yang sama dengan tempat Mahardhika menempuh pendidikannya. Alranita dan Mahardika mengenal sejak keduanya masih anak-anak. Keduanya dekat layaknya kakak dan adik namun perasaan Alranita berubah seiring gadis itu beranjak remaja. Alranita yang duduk di bangku SMP pun menyadari bahwa ia menyukai Mahardhika Wiradhana berusia lima tahun diatasnya itu dan semenjak Alranita menyadari perasaannya, Alranita pun dengan sadar selalu mengikuti jejak langkah Mahardhika. Alranita tanpa sadar berhenti memakan eskrimnya. Setelah sekian lama tidak memikirkan tentang apa yang sudah terjadi di masa lalu kini kehadiran Mahardhika membuat Alranita kembali mengingat masa lalunya. Di masa lalu, Tirta Aryadwipa dan Sasmita menikah dan menghadirkan Alranita Aryadwipa ke dunia ini. Dulu Alranita adalah anak yang berada dalam sebuah keluarga yang bahagia. Alranita memiliki kedua orang tua yang lengkap dan saling mencintai satu sama lain. Namun kebahagiaan Alranita tidak bertahan lama karena saat kelas enam SD, Alranita harus kehilangan mamanya karena serangan jantung tiba-tiba. Alranita hidup berdua dengan Papanya selama dua tahun sebelum Papanya kembali menikah dengan seorang wanita bernama Jean yang sudah memiliki dua orang putri bernama Cassy yang berusia empat tahun diatas Alranita dan Cilla yang berusia dua tahun diatas Alranita lalu keduanya menyandang nama Aryadwipa sama seperti Alranita. Keduanya berusia lebih tua dari Alranita sehingga keduanya pun sah menjadi kakak tiri Alranita. Cassy dan Cilla menjadi bagian keluarga Aryadwipa dan akhirnya ikut mengenal Mahardhika Wiradhana yang tinggal di rumah sebelah tempat Alranita tinggal. Perlahan tapi pasti kehidupan Alranita berubah namun ia masih memiliki satu yang sama. Mahardhika Wiradhana masih temannya sejak kecil yang selalu menjadi tempatnya melarikan diri dari kehidupan barunya. "Ice cream kamu mencair." Sebuah suara memukul kesadaran Alranita. Wanita itu spontan menoleh ke arah sumber suara dan ada seorang pria asing duduk di sebelahnya, "Halo, Saya Radhika kita bekerja di Grafika Desain juga. Kamu bisa panggil saya Radhi atau Dhika. Boleh saya berkenalan dan berteman dengan kamu?" Alis Alranita berkerut mendengar penjelasan pria asing di sebelahnya, "Saya tidak pernah melihat kamu dan saya tidak ingin berteman dengan kamu. Saya permisi." Alranita jelas berucap dengan nada tidak bersahabat dan ia hendak berdiri namun pria bernama Radhika itu menahan Alranita dengan memegang lengan wanita itu. "Boleh saya tau kenapa kamu tidak mau berteman dengan saya?" Pria itu dengan santai tetap berbicara mengabaikan sikap tidak bersahabat yang Alranita tunjukkan. Alranita menatap tangan Radhika yang ada ditangannya dan pria itu spontan menarik tangannya dan meminta maaf. "Saya tidak suka dengan nama kamu." Alranita hendak beranjak namun gerakannya kembali terhenti karena ucapan pria bernama Radhika itu. "Kamu tidak perlu pergi. Saya yang akan pergi. Kamu yang lebih dulu ada di sini. Senang akhirnya bisa berbicara dengan kamu Alranita." Alranita mengerutkan alisnya mendengar pria bernama Radhika itu menyebutkan namanya. Seingatnya Alranita belum menyebutkan namanya sama sekali tapi jika mengingat ucapan pria itu yang mengatakan bahwa pria itu bekerja di perusahaan yang sama dengannya mungkin bisa jadi pria itu memang mengetahui dirinya namun ia sendiri tidak mengetahui pria itu. Alranita kembali duduk dan menatap ice cream dihadapannya. Ice cream miliknya memang sudah mencair tapi ada satu cup ice cream lain di dekatnya. Alranita menghela nafas panjang dan wanita itu kembali menatap ke arah jalan raya. "Kamu menolak berkenalan dengan pria tadi karena dia bernama Dhika juga? Aku tidak menyangka kalau berhubungan dengan orang lain yang memiliki nama Dhika pun kamu tidak sudi." Tubuh Alranita menegang sempurna. Suara itu jelas Alranita kenali. Itu suara Mahardhika Wiradhana. Orang yang sedari tadi ada dalam kepalanya. Alranita pun spontan menoleh ke sisi lain tempat duduknya dan benar ada Mahardhika di sana. Alranita dan Mahardika duduk dengan jarak satu kursi kosong memisahkan mereka berdua. Kini otak Alranita pun mulai bertanya-tanya, sejak kapan pria itu duduk sana? Pria itu kini malah tersenyum hangat pada Alranita. Senyum yang dulu membuat hati Alranita berbunga-bunga namun kini senyum itu malah memukul kesadaran Alranita. Wanita itu pun secepat kilat meninggalkan tempatnya dan pergi meninggalkan minimarket dengan segera. *** "Gue udah duga Ibu Heryanti akan nolak." Alranita duduk bersebelahan dengan Moshaira di taman yang ada di apartemen mereka menikmati suasana sore hari sambil mengobrol. Keduanya janjian bertemu di taman selepas pulang kerja sambil menunggu kepulangan Erga dan Arga yang masih berada di tempat les mereka. Alranita menceritakan semuanya pada Moshaira mengenai apa yang sudah terjadi dan jelas Alranita sangat frustrasi. Dalam sekejap mata kehidupannya yang tenang berubah. Kehadiran Mahardhika membuatnya ketakutan terlebih pria itu jelas berusaha mendekatinya. "Gue tau elo bakal bilang gue gila tapi kalo menghindari Mahardhika bukan jawaban mungkin menghadapi Mahardhika akan membuat pria itu berhenti mengusik elo dan menimalisir kemungkinan dia tau soal Erga dan Arga." Moshaira menjeda kalimatnya menatap Alranita sambil berpikir, "Soal Erga dan Arga, Gue akan bicara sama Bik Tarmi dan Pak Dirman buat lebih memperhatikan sekeliling Erga dan Arga." Alranita menghela nafas panjang, "Tapi, Mo... Berhadapan sama dia itu-" "Bikin elo kesel, benci, marah dan emosi setengah mati karena segala hal yang dia lakuin dengan latar belakang hubungan kalian sebelumnya. Begitu kan?" Moshaira memotong ucapan Alranita dengan cepat. Alranita menghela nafas panjang dan mengangguk pelan. Moshaira pun tersenyum tipis, "Tapi, Ran. Ada beberapa hal dalam hidup yang memang akan selesai kalau kita hadapin. Gue tau enggak mudah tapi mungkin setelah kalian bicara semua akan beres." "Tapi, Mo..." "Gue enggak minta elo ketemu sama dia sekarang. Pikirin ucapan gue. Kalo elo mau urusan elo sama Mahardhika soal masa lalu kelar ya coba temui karena nyatanya menghindari dia bikin elo malah merasa dikejar-kejar, kan?" Alranita terdiam. Ucapan Moshaira benar. Moshaira menatap lurus kedepan dengan tatapan menerawang, "Kalo gue inget-inget cerita elo, sepertinya dia cuma pengen minta maaf soal masa lalu kalian." Moshaira menjeda kalimatnya dan menoleh ke arah Alranita, "Gue tau enggak mudah tapi coba hadapi dia dan dengerin aja dulu apa yang mau dia bicarain sama elo, Ran... Toh setelah elo pergi dari Semarang, elo sama sekali enggak tau apa yang sudah terjadi dan siapa tau setelah itu dia minta maaf soal masa lalu kalian, dia akan berhenti mengusik elo."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN