Diculik Pria Lain!

1210 Kata
Raihan hanya menanggapi ucapan Luna dengan senyum tipis. Meskipun begitu, pria itu memang yang jadi imam sholat di mesjid milik keluarga Luna. Beberapa karyawan terlihat menatap Raihan sambil saling berbisik. Ya, walaupun Raihan sering bolak balik ke rumah Sinta untuk urusan bisnis, tapi pemandangan putri majikan mereka yang ikut sholat bersama Raihan jadi hal yang menarik. "Apa mungkin calonnya Mbak Luna?" terdengar bisikan di belakang. "Bisa jadi sih, biarpun anak dai kondang, tapi kan Mas Raihan pengusaha juga," timpal yang lain. "Gak mungkin sih, Mbak Lulu terlalu cakep buat Mas Rai." "Kali aja mau disuruh pegang bisnisnya Pak Amar." "Palingan juga Mas Rai yang suka duluan, Mbak Lulu kan cantiknya aduhai." Luna hanya tersenyum geli mendengar obrolan mereka setelah sholat selesai. Gak tahu aja, kalau fakta yang terjadi justru sebaliknya. Luna yang gencar mengejar Raihan. Mungkin karena selama ini banyak pria yang mengincar Luna. Raihan sendiri tampak khusyuk berdoa. Pria itu berdiri lagi untuk sholat sunnah bada Magrib. Sepertinya Raihan tidak begitu memperhatikan bisikan di belakang sana. Luna yang memang baru pertama kali ikut sholat, malah turut berdiri. Meniru gerakan Raihan. Yang lain makin curiga. Apalagi kelakuan Luna yang meniru Raihan sudah seperti seorang istri yang nurut ke suaminya. Setelah berjalan dua rakaat, Luna baru sadar beberapa orang terlihat keluar dan gak ikut berdiri seperti dirinya. "Ma, kok mereka gak sholat lagi?" bisik Lulu. "Mereka mau lanjut live. Sebagian ada yang jadwalnya pulang. Lah kamu sendiri ikutan berdiri, ngerti gak?" tanya Sinta sambil menahan tawa. Dengan cengiran khasnya, Luna menggeleng polos. "Gak tahu, ikutan aja sih. Aku kira sholatnya belum selesai jadi nambah lagi." "Ck, kamu ini, dikira makan nasi apa? Pake acara nambah. Itu namanya sholat sunnah. Boleh dikerjakan boleh enggak." Sinta menjawab pertanyaan Luna. Kadang ia merasa bersalah juga. Selama ini selalu sibuk dengan bisnisnya. Luna tidak terperhatikan sama sekali. Anak itu tumbuh mandiri bersama Mbok Yem. Jangankan ngajarin ngaji atau sholat, kadang Sinta sendiri sholatnya masih ada yang bolong. "Tante, Om, Lulu, saya pamit dulu. Anak-anak rohis sudah menunggu." Raihan pamit setelah selesai sholat sunnah. "Oh iya, terimakasih banyak ya, Rai. Jangan bosan buat ngajarin Luna ya?" Amar menepuk bahu Raihan. Pria itu mengangguk, "Iya, Om. Insya Allah Minggu depan saya datang lagi. Permisi semuanya, assalamualaikum!" "Wa'alaikum salam warahmatullah," jawab Sinta dan Amar hampir berbarengan. "Lu, kamu beneran suka sama Raihan?" tanya Sinta. "Iya. Kenapa gitu, Ma?" Luna berkata jujur. Bahkan Sinta tahu semua pacar Luna. Hanya saja Sinta tidak tahu bagaimana cara putrinya itu pacaran di luar sana. Sebenarnya dia sangat khawatir, tapi mau bagaimana lagi, Sinta terlalu banyak pekerjaan. Paling kalau Luna ketahuan masuk club malam, pasti Sinta mengutus seseorang untuk membawa pulang putrinya. "Yakin kamu udah memikirkan segalanya? Kalau jadi istrinya Raihan kamu harus jilbaban lho, Lu?" Papa ikut menimpali. Ketiganya berjalan beriringan menuju rumah yang hanya terhalang bangunan pabrik milik mereka. "Iya, aku tahu. Tiap ikut kajian dengan Mas Rai, aku pake jilbab lho, Pa." "Itu kan hanya sekali. Lah kalau kamu nikah sama Raihan, jilbaban tiap hari lho?" Mama mengingatkan. Luna terdiam. Ada benarnya juga sih. Jilbaban tiap hari mesti gerah. Tapi membayangkan jadi istrinya Raihan itu sangat manis. "Jodoh gak akan kemana, Ma. Biarkan saja," ucap Papa menengahi perdebatan kecil Luna dengan istrinya. *** "Hari ini kamu gak ke kampus, Lu?" tanya Sinta saat melihat putrinya sedang asyik rebahan di sofa seharian. Bahkan saat mereka hendak pergi pun, Luna masih setia rebahan. "Enggak, Ma. Aku udah selesai bimbingan. Paling nanti tinggal nunggu jadwal sidang skripsi aja." "Oalah, pantesan kamu terlihat santai. Oh ya, hari ini Mama sama Papa pergi ke luar kota. Kamu baik-baik di rumah ya?" "Ha? Kok ngedadak sih, Ma?" Sinta terlihat berat meninggalkan rumahnya. Sedikit khawatir dengan gadis kesayangannya. "Gak tahu juga. Pokoknya kamu doakan Mama sama Papa selamat ya!" ucapnya. Luna mengangguk. Ia mengantar Mama dan Papanya sampai ke depan. Hingga mobil Papanya tak terlihat lagi, Luna berbalik hendak masuk ke dalam. Hari mulai gelap. Luna juga ngantuk. "Hei, ngapain di rumah aja?" Luna berbalik. Matanya membelalak saat melihat siapa yang datang. "Lho, kalian? Ada apa?" tanya Luna. Ya, dua teman kampusnya datang. Yakin deh, bukan cuma dua orang ini, tapi ada gerombolan lain di belakang kedua orang ini. "Lu, berangkat yuk!" "Ha, kemana?" tanya Luna. Sebenarnya ia sedang malas kemana pun. Maunya rebahan di rumah. "Ayolah, di rumah gak seru. Kita udah beres nyusun, saatnya merayakan kemenangan ini." Akhirnya dengan bujukan yang terus menerus, Luna luluh juga. Gadis itu akhirnya mau keluar dari rumah. Benar saja, setelah Lulu setuju, tetiba datang suara knalpot bising bersahutan. Ya. Mereka adalah teman Lulu sejak SMA dan kebetulan melanjutkan di Universitas yang sama walau dengan fakultas yang berbeda. Hobi mereka sama, bersenang-senang. Mereka juga yang mengajarkan Lulu tentang alkohol dan kehidupan malam. Kadang Mama dan Papanya juga agak kurang suka pada semua temannya yang ini. Tapi mau bagaimana lagi, Luna nyaman dengan mereka. Bahkan saat Mama dan Papanya sibuk pergi ke luar negeri, merekalah yang menemani Luna selama ini. Makanya Luna rela mentraktir mereka semua. Hanya Mardi yang satu-satunya teman gak ikut serta dalam keglamoran orang-orang di depannya ini. Sekarang, gerombolan kawan Luna membawa Luna ke sebuah club baru di kota ini. "Lho, ngapain ke sini, gaes? Ini kan baru berdiri." Luna sedikit ragu untuk masuk. "Iya baru, Lu. Katanya banyak promonya. Yuk, masuk buruan keburu habis!" "Emang tempat yang dulu kenapa?" "Ah, gak seru. Ayo masuk aja!" Akhirnya semua masuk ke dalam. Hingar bingar musik menyambut kedatangan mereka. Beberapa langsung lari dan bergoyang mengikuti irama musik yang dimainkan DJ di depan sana. Musik menghentak-hentak. Luna yang semula diam dan agak malas, lama-lama ikut bergoyang. "Lu, ayo minum!" ucap temannya yang perempuan. "Gak ah, Sindi. Gue lagi malas mabok." Luna menolak halus. Ya, ya, sejak suka ke Raihan, ia mulai bertekad untuk berhenti mabok. Ke sini juga terpaksa kok. "Ih, gak seru! Ini dikit aja, biar elo gak mabok. Ayo!" "Iya, Lu. Ah gak seru elo mah. Ugh, ini sangat lezat, membuat pikiran melayang!" sahut yang lain. "Ntar gue lagi yang bayar, ogah!" Luna tetap bersikukuh tidak mau. "Dikit aja. Ini adalah produk terbaru di bar ini. Elo bakalan nyesel kalau gak nyobain." Luna lumayan penasaran juga. Dikit gak apa kali ya? Akhirnya Luna menerimanya dan meneguk beberapa tegukan. Gila, ini enak! Luna ketagihan. Ia mulai larut dalam suasana. Dan akhirnya lebur dalam pesta bersama teman-temannya. "Lu, elo sangat seksi! Sebenarnya gue belum siap melepas lo. Kita pacaran lama tapi gue belum pernah dikasih jatah sama lo!" Samar Lulu mendengar suara pria yang dia kenal. Pengaruh alkohol yang sangat kuat membuatnya seperti orang linglung. Sekujur tubuhnya terasa panas. "Yoga?" desisnya sambil berusaha menggeleng. Berharap kepalanya normal kembali. Alarm bahaya mulai berbunyi di otak Luna. Sambil tersenyum lebar, Luna menunjuk ke arah Yoga. "Elo Yoga? Kita udah putus! Minggir lo!" Luna sempoyongan hendak keluar dari ruangan. "Jangan harap!" Yoga menatap Luna bagai singa lapar dan siap menerkam. Luna buru-buru pergi ke pintu. Yoga menarik pinggangnya. Berusaha mencium bibir gadis itu dengan paksa. "Minggir, berengsek!" Luna berontak. Sementara teman Luna yang lain seakan tak peduli. Mereka asyik bergoyang dengan musik. Bugh! Bugh! "Argh!" Tetiba pukulan bertubi-tubi menyerang Yoga. Luna memekik kaget saat tubuh Yoga tersungkur ke lantai. Baru saja ia hendak bertanya, tetiba tangannya ditarik keluar ruangan dan dibawa ke dalam sebuah mobil. Apa dia lepas dari Yoga lalu diculik pria lain?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN