Setelah salat isya, Jihan tidak ikut bergabung untuk makan malam. Jihan hanya duduk termenung di ranjangnya, dengan tatapan terpaku pada satu titik tapi pikiran berkelana ke mana-mana. Dalam diam Jihan meraba perasaannya sendiri, mempertanyakan hal apa yang membuatnya tidak percaya diri? Hal apa yang membuatnya tidak bisa menerima orang lain? Dan, hal apa yang dan membuatnya berubah menjadi pemurung juga menutup diri? Tapi, sebanyak apa pun Jihan berpikir, jawabannya hanya satu. Dewandaru Adinata. Nama seseorang yang merupakan kunci dari semua ini. Penoreh luka yang sekarang kembali, meminta kesempatan kedua serta menawarkan diri untuk mencoba mengobati. Haruskah Jihan sekarang mengikhlaskan? Haruskah Jihan mencoba menerima apa yang Dewa usahakan padanya? Haruskah Jihan menutup buku lam