Bab 6. Bertemu Rita

1234 Kata
Entahlah, Sara tidak mengerti, kenapa dirinya yang berubah sejak melihat sosok Ihsan di acara pertunangan Mia dan Gilang. Dia yang tergila-gila dengan pria matang empat puluh enam itu. Padahal sebelumnya dia sangat anti dengan drama cinta beda usia, dan dia menilai hubungan asmara seperti itu tidak tulus dan jarang berlangsung lama. Jikapun ada, hanya segelintir dan penuh cobaan. Sekarang dia yang terlibat dalam pesona Ihsan, dan dia tidak mengerti dia yang begitu penasaran dengan pria itu. Sara memainkan ponselnya sambil memikirkan bagaimana caranya untuk bisa mendapatkan nomor kontak pria itu. Menghubungi Rita? Dia merasa segan karena dianggap Rita pendukung Mia garis keras. Tapi demi Ihsan, Sara sepertinya membutuhkan Rita. Menghela napas pendek, dia mengirim pesan ke Rita. Lalu, Rita membalasnya dengan langsung menghubunginya. “Halo, Sara.” “Rita. Haha, apa kabar?” “Aku … baik.” Terdengar nada ragu di ujung sana. “Oh, syukurlah.” “Tumben meneleponku? Disuruh Mia?” “Haha, nggak. Aku ingin menanyakan kabarmu, dan … ada sesuatu yang ingin aku tanyakan.” Jeda diam beberapa saat di ujung sana. “Apa itu?” tanya Rita akhirnya. “Dengar-dengar kamu mengincar om Ihsan, papanya Gilang.” “Siapa yang bilang begitu?” Sara enggan mengungkapkan. “Mia?” tanya Rita, tapi terdengar ragu. “Bukan Mia. Dia mana peduli gossip-gosip, justru dia jadi korban gossip.” Jeda diam lagi di ujung sana. “Aku nggak mau bicara itu. Aku lagi bete. Udah ya.” “Hei hei, Rit! Tunggu dulu dong.” “Ck, apa sih, Sara? Kamu itu anak buahnya Mia, nggak usah ngorek-ngorek masalahku dengan Gilang deh.” “Hei, bukan itu. Aku … aku mau tanya soal om Ihsan.” Terdengar helaan napas di sana. “Aku nggak bisa bicara itu lewat telepon.” “Ngopi yuk?” Rita langsung memutuskan sambungan telepon. Tentu saja Sara kesal, dia berdecak sebal. Tapi kekesalannya tidak lama, dia melihat sebuah pesan dari Rita terkirim kepadanya. Rita : Ke café Diandra di dekat gedung kantormu, sekarang. Sara langsung bersiap-siap. *** Sebenarnya Sara tidak terlalu kaget dengan isu yang dikatakan Bertha bahwa Rita yang mengincar papanya Gilang. Rita sebelumnya berpacaran dengan pria pengusaha beristri dua, tepatnya simpanan. Namun, dia putus karena diserang kedua istri sah si pengusaha. Mengingat isu Rita yang awalnya mengincar Ihsan, Sara tergerak ingin tahu tentang kebenaran itu. Sekalipun benar, dia yakin Rita pasti memiliki akses menghubungi duda tampan itu. Sara memarkirkan mobil di depan pekarangan café yang berada di depan gedung kantor tempatnya bekerja. Dia menerima panggilan dari Rita saat hendak membuka pintu mobil. “Aku baru aja sampai. Kamu di mana?” ujar Sara yang berjalan terburu-buru. “Aku sudah di dalam café. Mau aku pesanin apa?” “Matcha Latte.” “Oke.” Sara tersenyum hangat setelah mengakhiri panggilan, nada ceria Rita di telinganya membuatnya semangat saat melangkah menuju dalam café. “Hai, Sara.” Rita bangkit dari duduknya, menyambut kedatangan Sara, dan mereka yang saling mencium pipi kiri dan kanan. “Ah, Rita. Kamu … ck, kurusan,” ujar Sara yang memperhatikan Rita dari atas kepala hingga ujung kaki. “Ya iyalah, kurus. Mikirin selingkuhan.” “Masih?” Rita menggeleng, dan wajahnya berubah murung. Keduanya lalu duduk berdampingan. “Kamu datang menemuiku ke sini bukan tentang Mia, ‘kan?” tanya Rita, kembali memastikan. Sara mendengus kesal. “Aku saja sedang bermasalah sama dia.” “Kenapa? Soal kerjaan? ‘kan sudah aku bilang kalo dia itu jago cari muka. Kamu nggak percaya sih.” “Bukan soal itu, Rita.” “Jadi soal apa?” Sara bingung memulai, juga ada perasaan malu jika mengakuinya. Lagi-lagi, demi Ihsan, dia menepis keraguannya. Baru saja Sara hendak menanggapi pertanyaan Rita barusan, seorang pelayan café datang membawa minuman yang mereka pesan, meletakkannya di atas meja dan menunduk sopan. “Seperti yang aku tanya di telfon tadi, soal om Ihsan,” ujar Sara setelah pelayan café itu pergi dari meja mereka. Lalu dia menyesap minumannya dan berdecak nikmat. “Om Ihsan? Mia? Aku nggak ngerti deh.” Sara memandang wajah Rita dengan seksama. “Rita, dengar-dengar kamu ngincar om Ihsan?” tanyanya. Wajah Rita memerah seketika saat ditanya Sara barusan. “Lalu apa yang membuat kamu dan Mia—” “Kamu jawab dulu pertanyaanku tadi, baru aku bisa menjelaskan kenapa aku yang kesal sama Mia.” Rita menghela napas panjang, tatapannya tertunduk tertuju ke gelas kopi miliknya. “Kamu tau darimana?” “Bertha.” Sara tidak mau membuat Rita penasaran dan dia yang sudah tidak sabar ingin tahu tentang Ihsan. Rita berdecak sebal. “Oke, itu benar. Tadinya aku memang mengincar om Ihsan. Trus … kamu dan Mia?” “Kamu masih menghubungi om Ihsan?” tanya Sara cepat. Rita memandang sinis Sara, kesal karena Sara yang belum menjelaskan tentang hubungannya dengan Mia yang retak, dan kenapa bisa berkaitan dengan Ihsan. “Aku pernah menghubunginya lewat ig.” “Kenapa kamu menyukainya?” Sara bertanya. Rita akhirnya memutuskan mengikuti alur pembicaraan dengan Sara, tanpa mau tahu tentang permasalahan Sara dan Mia. “Well, kamu tau seleraku, pria-pria matang seperti Junaidi, eksku. Mereka yang pandai memanjakan perempuan-perempuan muda seperti kita dan itu sangat membahagiakan. Mereka yang gampang takluk asalkan kita pandai melayani dan memberikan yang mereka butuhkan. Ihsan? Meskipun dia tidak sekaya Junaidi, dia memiliki daya tarik dan memesona.” Wajah Rita berbinar-binar saat membicarakan Ihsan, dan Sara memakluminya. “Dia sempurna dan aku pernah mendengar percakapan mamaku dengan mama Gilang, om Ihsan … lebih hot dari papa sambung Gilang sekarang.” “Astaga.” “Ya, begitulah kehidupan dalam pernikahan.” “Lalu kenapa tante Dian bercerai dari om Ihsan?” “Om Ihsan yang berselingkuh, lalu tante Dian menggugat.” “Om Ihsan selingkuh?” “Ya, tante Dian pernah memergoki perselingkuhan itu dan langsung menggugat.” Sara tidak bersemangat setelah mendengar cerita Rita. “Lalu kamu kenapa menyukai pria yang telah berselingkuh?” “Kenapa tidak? Dia sendiri sekarang, dia tampan dan sempurna. Dia pejuang dan pekerja keras. Dia idaman.” Sara terdiam, sulit memercayai cerita Rita tentang Ihsan. Namun, mama Rita dan mama Gilang bersahabat dekat, tentu saja cerita mereka tidak bisa disangkal kebenarannya. Terlintas lagi sosok Ihsan di benaknya, dan dia yang juga tergoda. “Ya, aku memang mengincar om Ihsan sebelumnya, aku mendekati Gilang … bertanya-tanya tentang papa kandungnya itu yang terkadang pulang dari Singapore ke Jakarta. Tapi … aku malah kepincut Gilang dan dia yang mudah digoda.” “Hm, sampai mana kamu dengan om Ihsan?” “Haha, dia saja tidak pernah membaca pesan-pesanku, Sara. Tapi aku pernah bertemu dia dan bicara basa basi dengannya. Dia memang pendiam dan hanya bicara seperlunya. Jadi … aku beralih ke Gilang, dan … aku menyukainya.” Wajah Rita cemberut saat menyinggung Gilang, dan matanya mulai berkaca-kaca. “Sori. Aku … nggak suka kamu dengan Gilang,” ucap Sara. “Aku mencintainya," lirih Rita pelan. “Rita?” “Ya, sulit bagiku menerima kenyataan bahwa dia kini telah bertunangan dengan Mia.” Sara terdiam, mengamati wajah sedih Rita. “Kamu tau? Aku hamil,” aku Rita. “Ha?” “Dan Gilang menyuruhku untuk menggugurkannya. Padahal dia janji akan menikahiku dan meninggalkan Mia. Tapi dia malah bertunangan dengan si manja rakus perhatian itu.” Sara memegang dadanya yang bergemuruh, tidak menyangka bahwa skandal Rita dan Gilang bisa sejauh itu, dan dia yang amat sangat menyayangkannya. “Rita, aku menyukai om Ihsan,” ujarnya, dan Rita yang terkesiap. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN