ONID.05 BERTEMU DENGAN DUA ORANG PRIA MUDA
“Ariella, hari ini kamu kelihatan sangat cantik. Apa putri kesayangan sepertimu diberi sarapan dengan banyak kandungan gula oleh Mommy-mu?” Shawn Lee yang sedang mengendarai mobilnya berbicara dengan tersenyum lebar padaku.
Aku tersipu malu saat Shawn Lee berbicara menggodaku. Dengan wajah memerah aku mengulurkan tangan mencubit lengannya sembari berkata, “Shawn Lee…apa kamu sedang berusaha menggodaku?”
“Apa gadis manja sepertimu mempan untukku goda?”
Aku menggelengkan kepala, “Tidak. Karena aku adalah temanmu, jadi aku tidak akan mempan untuk kamu goda Shawn. Lagi pula aku tidak akan terperdaya dengan tipu muslihatmu. Berapa banyak wanita yang sudah tergila-gila padamu dan selalu mengejarmu. Sayangnya pria yang dengan penuh pesona sepertimu mengabaikan mereka.”
Tiba-tiba Shawn Lee menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan berkata padaku, “Ariella, bagaimana jika aku bukan temanmu? Apa kamu akan mau aku goda dan menerima cintaku?”
Aku merasa geli mendengar pertanyaan Shawn Lee yang menurutku lucu itu. Aku tidak mengerti kenapa ia bisa berbicara seperti itu padaku. Dengan wajah santai dan seolah tidak mengerti apa-apa aku berbicara padanya, “Shawn Lee…apa kamu sedang bercanda? Mana mungkin pilot setampan dan sekeren dirimu menyukai wanita sepertiku? Dan sepertinya Mayleen lebih cocok denganmu.”
“Ariella, aku serius padamu. Aku…” Shawn Lee menatapku dalam, mengulurkan tangannya menyentuh belakang leherku dan bergerak mendekatiku. Perlahan-lahan wajah kami berdua semakin lama semakin dekat.
Dengan penuh rasa gugup dan seolah tahu apa yang akan dilakukan Shawn Lee terhadapku, aku pun berusaha menghindarinya dengan segera melihat arloji di tanganku. “Shawn, kita harus berangkat sekarang. Kalau tidak kita bisa terlambat. Perjalanan menuju kota Istanbul akan cukup melelahkan.”
Shawn Lee menarik kembali tangannya dari belakang leherku sambil membuang nafas dengan kasar. Kemudian ia menyalakan mesin dan menginjak pedal mobilnya membelah jalanan kota Hong Kong yang sibuk. Sepanjang perjalan aku menoleh keluar jendela mobil untuk menutupi rasa gugupku. Sedangkan ia hanya diam menatap lurus ke depan mengendarai mobilnya dengan tenang.
Tidak lama kemudian, kami pun sampai di kawasan bandara. Shawn Lee mengarahkan mobilnya menuju parkir inap khusus staff bandara. Ia selalu memarkirkan mobilnya disana hingga ia kembali lagi ke Hong Kong beberapa hari setelah terbang. Ia sangat terkenal sebagai pilot muda dengan jam terbang terbanyak dan ketampanannya. Hingga banyak staff wanita di bandara yang rela menjaga dan merawat mobil sportnya selama ia bepergian dan meninggalkan mobilnya di parkiran bandara.
Baru saja keluar dari mobil Shawn Lee, aku dikagetkan oleh seorang wanita yang telah berdiri tidak jauh dari mobilnya. Ia adalah teman baikku, Mayleen. Seorang wanita yang berprofesi sebagai pramugari di maskapai yang sama denganku dan juga menyukai Shawn Lee.
“Ella…akhirnya kamu datang juga. Aku sudah lama menunggumu.” Mayleen berbicara padaku dengan suara manjanya sambil melirik pada Shawn Lee yang tengah berdiri di sampingku.
Aku menggerakkan sedikit tubuh mendekati Shawn Lee dan berbisik, “Shawn Lee…gadis yang menyukaimu muncul di saat yang tepat.”
Kemudian aku menoleh pada Mayleen dan tersenyum menyapanya, “Mayleen…kamu datang pagi sekali. Kenapa kamu tahu aku akan berhenti disini?”
“Karena aku tahu, setiap ada jadwal penerbangan bersama dengan Captain Shawn Lee, ia pasti akan datang bersamamu.”
Aku kembali tersenyum pada Mayleen sembari berkata, “Itu hanya karena rumah kami searah, Mayleen.”
“Apanya yang searah? Aku menjemputmu dari kota ke Silvermine Bay. Dan itu memakan waktu lebih dari 30 menit.” Shawn Lee berbisik padaku.
Dengan mata membola dan menatap tajam padanya, aku pun kembali berbisik pada Shawn Lee, “Sssssst…kamu diam saja. Aku tidak mungkin bisa menyakiti perasaan Mayleen. Jelas-jelas ia menyukaimu.”
“Tapi aku tidak menyukai temanmu itu, Ariella.”
“Apa yang sedang kalian bicarakan? Apa harus berbicara dengan suara berbisik seperti itu?”
“Hahahaha…tidak Mayleen. Kami tidak membicarakan apa-apa.” Aku menjawab pertanyaan Mayleen dengan wajah canggung sembari menggaruk rambutku yang tidak gatal.
Tidak lama kemudian Shawn Lee menoleh pada Mayleen yang berdiri tidak jauh dari kami. Lalu ia melangkah ke depan dengan koper ukuran cabin di tangannya dan berkata, “Ariella, Nona Mayleen, aku permisi dulu. Kalian bisa melanjutkan perbincangan kalian berdua tanpa aku.”
“Hwaaa….melihat wajahnya dan mendengar suaranya saja sudah membuatku senang. Meski sedang berjalanpun ia masih terlihat keren.” Mayleen berbicara sambil melihat punggung Shawn Lee hingga tak terlihat lagi.
“Hey, apa kamu akan tetap berdiri di sini hingga malam nanti?” Aku berbicara pada Mayleen yang masih berdiri terpaku.
Mayleen menggelengkan kepalanya, “Tidak. Jika aku tetap berdiri disini hingga malam nanti, itu artinya aku melewatkan kesempatan untuk bertemu kembali dengan Captain Shawn Lee. Dan itu akan membuatku merasa sangat merugi.”
“Dua jam lagi adalah jadwal penerbangan kita ke Istanbul. Bagaimana kalau kita makan dessert atau minum cocktail sebelum berangkat? Belasan jam di dalam pesawat akan sangat melelahkan.”
“Baiklah. Kita akan minum dimana, Ella?”
“Kamu mau dimana?”
Mayleen terdiam sejenak seolah sedang berpikir. Tak lama kemudian ia pun bersuara, “Ella karena kamu adalah putri satu-satunya dari pemilik Crown Corp yang sangat terkenal, kamu pasti memiliki kartu member Premium Lounge. Bagaimana kalau kita minum disana? Pramugari biasa sepertiku tidak memiliki kartu membernya.”
“Baiklah, aku akan mentraktirmu Mayleen. Tapi lain kali tidak perlu banyak kata pembukaan jika kamu memang ingin makan atau minum disana. Tidak perlu menyebutkan nama perusahaan milik Daddy-ku.” Aku tersenyum hangat pada Mayleen.
“Oke Ella.”
Akhirnya aku dan Mayleen pun duduk di Premium Lounge sambil menunggu jadwal penerbangan kami. Kami duduk di kursi yang ada di sudut ruangan tersebut sambil menikmati cocktail dan beberapa dessert yang ada di atas meja kami. Aku dan Mayleen pun berbincang bersama membahas berbagai topic, terutama tentang Shawn Lee.
“Ella, aku penasaran denganmu. Kenapa kamu bisa dekat dengan Pilot Shawn Lee itu? Padahal sebenarnya ia sangat sulit untuk di dekati.” Mayleen bertanya padaku dengan wajah penasaran.
“Aku juga tidak tahu Mayleen. Semuanya mengalir begitu saja.”
“Apa kamu sedang menjalin hubungan dengannya?”
Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan Mayleen, “Kenapa kamu berpikir seperti itu?”
“Karena kamu satu-satunya pramugari yang dekat dengannya.” Mayleen mengerutkan bibirnya dan kembali berkata, “Ella, kamu tahu tidak? Banyak pramugari dan staff wanita iri denganm. Termasuk aku.”
Aku kembali tertawa kecil mendengar ucapan Mayleen yang naïf, “Kamu tidak usah iri seperti itu padaku. Aku hanya berteman baik dengannya, tidak lebih.”
“Benarkah?” Mayleen bertanya dengan senyum lebar.
Aku mengangguk dengan pasti menanggapi pertanyaan Mayleen yang penuh dengan harapan itu. “Ya. Aku tidak memiliki hubungan khusus dengannya Mayleen, kecuali teman baik. Percayalah…”
Saat kami tengah sibuk berbincang-bincang, aku tersadar bahwa tidak lama lagi akan terbang. Aku melihat arloji yang ada di tanganku dan dengan segera aku mengambil tasku sembari bangkit dari kursi, “Mayleen, ayo ke ruangan cabin crew. Tidak lama lagi kita akan berangkat.”
“Oke.”
Saat aku bangkit dari duduk dan membalikkan badan hendak pergi meninggalkan Premium Lounge, aku melihat dua orang pria muda yang sedang memperhatikanku dari meja lainnya. Satu orang sedang berbicara pada orang yang ada di hadapannya sambil melihatku. Dan satu orang lain hanya diam terpaku menatapku. Aku tidak mempedulikan kedua pria yang sedang memperhatikanku itu. Aku terus melangkah ke depan melewati meja mereka.
Satu jam berlalu, aku pun memulai tugasku sebagai salah seorang cabin crew dari pesawat yang akan berangkat ke kota Istanbul, Turki. Sudah beberapa bulan terakhir ini, maskapai tempatku bekerja menugaskanku untuk melayani para penumpang yang duduk di First Class. Dan kali ini aku bertemu dengan dua orang pria muda yang aku temui di Premium Lounge tadi. Aku tidak mempedulikan mereka yang masih saja memperhatikanku. Karena aku tidak mengenal mereka, dan hubunganku dengan mereka hanya sebatas penumpang dengan pramugari yang harus siap sedia melayani para penumpangnya.
Setelah memperagakan beberapa petunjuk keselamatan dan menyediakan beberapa keperluan para penumpang, aku pun menghitung sembari memeriksa seatbelt penumpang sebelum pesawat take-off. Aku memeriksa para penumpang di First Class satu-persatu ke kursi mereka masing-masing. Hingga akhirnya langkahku terhenti di samping pria muda yang dari tadi memperhatikanku tanpa mengedipkan mata.
"Maaf Tuan, tolong pasang sabuk pengamannya karena pesawat kita akan take off." Aku berdiri di samping pria tersebut sambil menyapanya dengan lembut dan tersenyum ramah.
Pria itu masih saja duduk diam terpaku menatapku tanpa mengedipkan mata. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Aku juga tidak tahu apa yang ada di pikirannya. Ia benar-benar membuatku bingung dengan tatapannya padaku yang sulit dimengerti. Tanpa memperlihatkan wajah bingung karena rasa penasaranku, aku pun kembali tersenyum dan menyapanya. "Tuan..."
Seorang teman pria yang sedang duduk di sampingnya menyinggung lengan pria tersebut dengan sikunya, "Tuan, seat belt-mu belum di pasang."
"Hmm...." pria itu menanggapi sapaan temannya itu dengan singkat. Sedangkan aku yang melihat ia memasangkan seatbeltnya sendiri dengan wajah dingin hanya bisa tersenyum.