Ada satu pertanyaan, yang terus bertalu-talu di kepala Riani sejak ia bangun tidur tadi. Pertanyaan yang belum sempat ia utarakan pada Ryan. Apakah kau sudah mencintaiku, Mas? “Haaaah…” Riani menghela nafas. Bahunya turun. Kepalanya tertunduk. Bukan, ia bukan tak bahagia dengan malam panas yang ia lewati bersama Ryan semalam. Ia justru amat bahagia. Hingga kalimat-kalimat Ryan saat malam pertama mereka dulu kembali terngiang. Sayangnya, demi melihat wajah suaminya yang cerah dan sikapnya yang manis, Riani urung menanyakannya. Ia khawatir hatinya belum siap jika jawabannya tidak sesuai yang ia harapkan. “Biarin, ah!” Putusnya kemudian. Riani baru saja sampai di depan pintu kaca ruang berrsalin saat seorang wanita tiba-tiba mencengkram pergelan