Bab 3

1053 Kata
Lista. Gadis remaja yang dulu pernah menjadi saudara iparnya kini berubah menjadi wanita cantik namun tetap sederhana seperti biasanya. Lama tidak bertemu membuat Dariel merasa pangling dengan perubahan yang terjadi pada Lista. Lista masih berdiri tepat di hadapannya, dengan tatapan asing seolah Dariel merupakan mahluk aneh dari planet lain. "Masih kenal gue kan?" Tanya Dariel lagi untuk memastikan. "Kenal." Jawab Lista singkat. "Baguslah kalau begitu. Ternyata lo kerja disini," Kedua mata Dariel mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Tak terkecuali.  "Lo gak jualan lagi?" Pandangan Dariel tertuju lagi pada Lista. "Nggak."  "Kenapa? Lebih baik usaha sendiri daripada bekerja di tempat seperti ini."  Rupanya tidak ada yang berubah dari sosok Dariel. Ia masih terlihat seperti anak manja yang dikenal Lista beberapa tahun lalu. Hubungan keduanya memang tidak bisa di katakan akrab, sebab Lista maupun Dariel seolah menjaga jarak dan jarang berkomunikasi satu sama lain. Meskipun hubungan keduanya sama-sama adik ipar. Dan kehadiran Dariel hari ini sedikit membuat Lista terkejut, pasalnya dari sekian banyak restoran siap saji mengapa Dariel justru memilih makan dimana ia bekerja.  Lista tidak bisa melarang siapapun untuk datang ke retoran tempatnya bekerja, hanya saja melihat Dariel datang dengan temannya seolah kembali mengingatkan bagaimana perbedaan nasib yang terlihat jelas anatara dirinya dan orang-orang seusianya. Dariel dan Lista seumuran.  Mungkin jika Lista tidak putus sekolah, ia masih melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi seperti yang di lakukan Dariel. "Selamat menikmati." Ucap Lista untuk mengakhiri obrolan dengan Dariel.  Ia membungkukan badan, kemudian berbalik badan untuk meninggalakn kedua orang tersebut.  "Lista, tunggu!" Dariel bangkit dari tempat duduknya, hendak mengejar Lista. "Tunggu, gue belum selesai bicara." Dariel menghadang langkah Lista dan mendahuluinya. Kini posisi Dariel ada di hadapan Lista yang membuatnya sedikit menengadah untuk bisa melihat wajah Dariel. Lama tidak bertemu rupanya Dariel tumbuh menjadi lelaki tampan dengan tubuh tinggi semampai.  Lista mengerjap dan segera memutus pandang.  "Ada apa lagi?"  "Gue minta nomor ponsel lo."  Lista mengerutkan kening, "Untuk apa?" "Untuk gue save lah. Masa iya untuk gue gadein."  Lista berdecak, "Gue gak punya hape."  "Lo gak bercanda kan? Mana mungkin di jaman seperti sekarang seseorang bisa hidup tanpa hape."  "Bisa. Aku salah satunya."  "Dih, bercanda lo gak lucu. Sini, nomor ponsel lo." Dariel mengulurkan tangannya.  "Dibilang aku gak punya hape." Lista melengos, ia pun kembali berjalan melewati Dariel.  "Oke, kalau lo gak mau kasih gue nomor telepon, lo harus kasih tau alamat tempat tinggal lo."  Lista semakin dibuat bingung dengan keinginan Dariel. Pasalnya setelah lama tidak bertemu lelaki itu tiba-tiba saja datang dan langsung meminta hal-hal yang cukup pribadi. "Untuk apa?" "Nanya mulu, tapi jawab kaga." Dariel berdecak kesal. Rupanya dua hal yang selama ini dianggap mudah ternyata tidak berlaku untuk Lista.  Selama ini Dariel bisa dengan mudah mendapatkan nomor ponsel dan alamat seorang wanita, namun Lista berbeda. Ia justru terkesan enggan dan waspada begitu Dariel menanyakan hal tersebut.  "Ada yang mau gue omongin. Makanya gue harus tau nomor ponsel atau alamat rumah lo."  "Kalau ada perlu bisa di bicarakan sekarang, aku bisa mendengarnya secara langsung saat ini juga."  Dariel menyerengitkan dahi, ia tidak percaya dengan reaksi yang di berikan Lista. Padahal sebelum datang ke tempat tersebut, ia sudah memakai pakaian terbaik, parfum terbaik dan menata rambutnya dengan sangat baik juga. Tidak lupa ia juga meminjam mobil milik Damar untuk memaksimalkan penampilannya agar Lista terpesona. Namun ternyata reaksi yang diberikan wanita itu sungguh di luar dugaanya.  "Kalau gak ada yang perlu dan penting, sebaiknya kamu segera habiskan makanan itu dan pulang. Kita sudah tutup."  Lista menunjuk tanda close yang sudah terpampang di depan pintu.  "Shi*t!" Umpat Dariel.  Lista pun buru-buru melarikan diri setelah mendapatkan kesempatan. Begitu juga dengan Dariel, ia tidak bisa lagi mengejar Lista untuk mendapatkan nomor ponsel atau alamat tempat tinggalnya.  "Ayo cabut." Ajak Dariel pada Alex yang tengah menikmati hidangannya.  "Tar dulu, gue habisin dulu ayam gorengnya."  "Udah tinggal aja. Lo kayak gak pernah makan ayam goreng aja sih!"  "Ini asli enak, Bro."  Dariel tidak memperdulikan ucapan Alex, ia segera meninggalkan restoran tersebut dengan suasan hati kesal.  "Siapa wanita tadi?" Tanya Alex setelah mereka berdua berada di dalam mobil. Alex harus merelakan ayam goreng miliknya dan milik Dariel yang masih utuh, belum tersentuh sedikitpun.  "Gue yakin dia bukan gebetan lo." Jawab Alex. Ia bertanya, namun ia juga yang menjawab pertanyaanya. Sementara Dariel masih fokus menyetir dengan raut wajah kesal.  "Dia terlalu sederhana untuk standar cewek yang lo sukai. Gue jamin itu." Ucap Alex lagi. "Tapi dia so jual mahal." Akhirnya Dariel bersuara.  "Dia bukan so jual mahal, tapi dia cukup sadar diri. Dia gak mau patah hati dan akhirnya minum racun serangga, jadi sebelum itu terjadi dia bersikap jual mahal seolah gak tertarik sama lo."  Dariel memikirkan ucapan Alex. Jika benar itu alasan Lista menolak memberikan nomor ponsel dan alamat tempat tinggalnya memang sangat wajar. Namun tetap saja membuat Dariel merasa kesal.  "Tapi penampilan gue oke kan?"  "Oke banget." Alex mengacungkan dua jempol tangannya. "Bagus." Ucap Dariel.  Sedikit pujian Alex membuat suasana hatinya perlahan membaik. Tidak ada yang lebih menyenangkan selain mendapat pujuan.  Tujuan Dariel memang belum tercapai, tapi dengan mengetahui tempat kerja Lista sudah cukup untuk saat ini. Ia bisa mencari informasi lainnya esok hari, karena perjuangannya masih lama dan panjang.  Untuk menghilangkan kekesalan hatinya, Dariel pun mengubah tujuannya menuju tempat nongkrong yang selalu menjadi pelampiasan disaat ia merasa bosan. Tempat itu adalah salah klub terkenal di ibu kota, dimana Dariel bisa menghabiskan waktunya untuk berfoya-foya bersama sahabat-sahabatnya.  Kebiasaan Dariel inilah yang membuat ia harus kembali ke Jajakarta meski ia belum menyelesaikan pendidikannya. Kedua orang tuanya  kewalahan, karena Dariel tidak pernah mau mendengar nasehat kedua orang tuanya dan hidup bebas di luar sana. Hingga akhirnya Damar memutus semua kemewahan yang selama ini dinikmati Dariel. Termasuk mobil dan uang.  Sebagai seorang kakak tentu saja Damar ingin adiknya bertanggung jawab atas dirinya sendiri, dan tidak hanya menikmati kekayaan yang dimiliki kedua orang tuanya. Dan saat ini Dariel harus berusaha untuk kembali mendapatkan semua fasilitasnya kembali, yakni dengan bekerja magang di perusahaan Damar.  "Jika bukan karena si cantik di sita, gue gak bakal jauh-jauh datang menemui wanita cupu itu." Ucap Dariel.  "Lo jangan bilang cupu. Siapa tau aja dia Cinderella dengan cashing upik abu dan lo akan tergila-gila padanya suatu hari nanti." Balas Alex. "Kalau beneran itu terjadi, lo boleh ambil apa saja yang lo mau dari gue. Karena gue jamin, hal itu gak bakal terjadi." Balas Dariel dengan senyum meremehkan.  "Oke. Gue pegang janji lo." 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN