Rasya Natasya duduk menemani Yudha. Dia tidak memiliki kesempatan untuk beringsut pergi, pria itu sejak tadi menahannya agar tetap berada di sisinya.
"Sakit banget ya mas?" Tanyanya karena Yudha Manggala meremas lengannya sambil menempelkan keningnya di sana. Yudha mendongak menatap wajah Rasya. Wanita muda di sebelahnya itu mengusap-usap punggungnya agar tidak tegang karena mendapatkan jahitan pada pelipisnya.
"Mas, jangan gerak-gerak." Ujar Rasya padanya karena Yudha tak mau diam, dia melihat perawat yang menangani suaminya sedikit kesulitan merawat lukanya.
"Sudah sus?" Tanya Rasya, dijawab senyuman dan anggukan kepala perawat yang telah menyelesaikan tugasnya. Rasya mencermati perban pada pelipis suaminya, luka pria itu lumayan dalam.
"Masih sakit banget ya?" Tanya Rasya lagi dengan wajah khawatir. Yudha menggelengkan kepalanya. Dan menarik tangannya keluar dari dalam ruangan tersebut. Rasya menebus resep untuknya, dia tersenyum melihat wajah Yudha masih terlihat pucat setelah mendapatkan jahitan pada pelipisnya.
Keduanya melangkah melalui lorong panjang di rumah sakit tersebut.
"Aku saja yang setir, kamu kan belum terbiasa di Surabaya. Sayang.." Ujar pria itu sambil tersenyum membukakan pintu mobil untuknya. Rasya mengikuti anjuran suaminya. Dia segera naik, masuk ke dalam mobil. Duduk di sebelah Yudha yang sedang menyetir.
"Langsung ke apartemen?" Tanya Yudha padanya.
"Makan dulu mas, nanti minum obatnya." Sahut Rasya Natasya sambil tersenyum. Yudha membawa mobilnya masuk ke sebuah restoran. Mereka berdua duduk bersebelahan.
Pria itu mengambil buku menu di atas meja. "Mau pesan apa?" Tanyanya sambil memeluk kedua bahunya dari belakang punggungnya, membuat punggungnya bersandar pada d**a bidangnya. Pipi Rasya menempel pada pipi Yudha.
Agak rikuh Rasya menghadapi sikap suaminya yang begitu manja sekali. Dia kadang tidak mengerti, karena Yudha selalu merengek minta dia temani kemanapun pria itu pergi. "Cup!" Yudha sesekali menciumi pipinya.
"Mas, ah, malu dilihatin orang." Wajah Rasya memerah karena perlakuan mesra Yudha terhadap dirinya. Pria itu tidak pernah peduli dengan suasana sekitar.
"Sama suami sendiri kok malu, kalau pacar bagaimana?!" Sungut Yudha pada Rasya Natasya.
"Astaga mas, Rasya nggak pernah pacaran kok. Ketemu mas, itu cowok yang pertama deket sama Rasya." Ujarnya sambil mencatat pesanannya pada buku kecil di atas meja. Yudha melambaikan tangannya untuk memanggil pelayan. Setelah pelayan tersebut berlalu kembali dia sengaja menggoda istri mudanya tersebut.
"Masa sih? Aku yang pertama?" Tanyanya lagi sambil mengusap-usap paha berbalut rok mini ketat selutut milik istrinya. Menyelipkan tangannya ke dalam. Karena restoran tersebut bersekat dinding per-meja, Yudha merasa nyaman menyentuh Rasya sesuka hatinya.
"Mas jangan ah, nanti di rumah saja, mas.. ah.." Rasya menggeliat merasakan sentuhan lembut jemari tangan Yudha pada bibir di sela-sela pahanya. Pria itu menyelipkan jari tengahnya, menggelitik liang kewanitaannya. Pinggul Rasya ikut terjingkat-jingkat pelan, karena gerakan jemari Yudha di sana.
"Mas, aku nggak tahan nih.. awh.. awhh.. masih lama ya pesanannya? Kok nggak dateng-dateng?" Mendesah sambil meremas lengan Yudha. Rasya menyandarkan kepalanya pada d**a Yudha tidak tahan lagi merasakan sentuhan liar pria itu pada area sensitifnya. Sesekali memukul kecil d**a bidang Yudha karena pria itu menarik-narik bulu-bulu halus di sekitar liang kewanitaannya.
"Mas.. nakal.. emh.. udah ah.. mas.. please.. awh.. mass..." Rasya merengek-rengek meremas lengan kokoh Yudha. Pria itu puas sekali melihat wajah istrinya merajuk manja, memintanya agar berhenti.
Yudha baru mau berhenti ketika pelayan datang membawakan pesanan mereka berdua. Dia segera melepaskan Rasya dari pelukannya, mengambil tissue dari atas meja untuk membersikan jemari tangannya yang basah kuyup dengan lendir.
"Ini pesanannya tuan." Pelayan tersebut meletakkan pesanan mereka berdua di atas meja, kemudian pergi.
"Ayo mas makan, nanti harus segera minum obat." Rasya mengambil obat dari dalam tasnya, meletakkan di atas meja. Yudha kembali memucat, dia menyingkirkan tablet obat tersebut menjauh dari sisinya.
Rasya kembali mendelik, karena Yudha menggelengkan kepalanya sambil mengusap tengkuknya sendiri yang meremang.
"Kenapa lagi mas? Mas mau obatnya dihancurkan dulu atau bagaimana?" Raut wajahnya terlihat gemas sekali. Dia sedikit kesal menghadapi tingkah Yudha Manggala. Baru beberapa bulan menikah dia masih bisa bersabar tapi berulang kali pria itu bertingkah manja, minta ampun melebihi sikap adik-adiknya.
"Aku tidak suka rasa pahitnya. Jangan melotot padaku, aku tidak toleransi jika kamu memarahiku." Ujar pria itu sambil cemberut.
"Ya sudah urusan obatnya nanti saja, sekarang makan dulu." Sahut Rasya mengalah, karena dia tahu Yudha takkan mau memihaknya jika sudah mengambil keputusan.
Mereka berdua pulang ke apartemen Rasya, keduanya masuk dengan melangkah beriringan.
Sampai di dalam apartemen, Rasya menyiapkan air hangat untuknya. Juga pakaian ganti. Yudha segera melepaskan seluruh pakaiannya, di depan Rasya. Seperti biasanya dia tidak tanggung-tanggung menunjukkan sisi sensitifnya yang sudah bangun dari persemayaman tidurnya.
Rasya menggelengkan kepalanya melihat tingkah lakunya, dia berlalu sambil meletakkan pakaian kotor milk Yudha di keranjang cucian. Saat dia menunduk meletakkan pakaian tersebut, Yudha menarik tali celana dalamnya turun dari belakang pinggulnya. Lalu menggelitik liang kewanitaannya. "Basah Sya.. hangat sekali.." Bisiknya di telinga Rasya.
"Mas aaahhhh.... Mas.. emmhh.. engghh, ampun.. awh.. enghhh.."
Yudha meloloskan organ vital miliknya ke dalam liang kewanitaannya dengan sekali dorong. Menahan tubuh Rasya agar tetap menunduk berpegangan pada mesin cuci baju di sebelahnya.
"Ahh, Sya.. awhh..ah.. ahh.. ahh.." Yudha mendesah merasakan denyutan dan pijitan pada organ sensitifnya. Pria itu terus mendorong pinggulnya maju mundur berulang kali, tanpa jeda.
"Mas.. ahh... awh... Emhh.." Rasya meremas-remas mesin cuci di sebelahnya,Yudha Manggala menghentak-hentakan pinggulnya begitu cepat. Mendorong keluar masuk dari liang senggama miliknya yang sangat basah dan licin. Dia mulai menikmatinya, sambil memejamkan matanya.
Sodokan Yudha serasa membuatnya melayang membumbung tinggi ke awang-awang. "Sya.. kita keluar barengan ya?" Pinta Yudha seraya mempercepat laju hentakan pinggangnya.
"Ah! Ah! Oh! Oh! Ouuuhhh! Awhhh! Aawhhh! Mas...ahhhhhhhh... " Rasya meremas-remas tangan Yudha yang masih memegangi kedua pinggangnya, keduanya meraih klimaks bersamaan.
Yudha menarik mundur senjatanya, lendir berceceran di bawah kaki mereka berdua. Rasya masih terengah-engah mengatur nafasnya. Dia hampir tidak bisa berjalan tegak. Masih belum memakai celana dalamnya Rasya melangkah menuju ke kamar mandi.
Yudha mengikutinya dari belakang, dia pikir Yudha barusan masuk ke dalam bath up yang sudah dia siapkan. Tapi ternyata pria itu masih mengambil piyama tidurnya dari dalam kamarnya.
Yudha masuk ke dalam kamar mandi kecil di sebelah ruang cuci. Rasya sedang membasuh tubuhnya menggunakan pancaran air shower. "Loh mas? Rasya sudah siapin air hangat di kamar mandi utama. Kok malah nyusul ke mari?" Tanyanya ketika merasakan pilinnan jemari tangan Yudha pada ujung buah dadanya.
"Lembut banget sya, mas nggak tahan.." Bisiknya lagi di telinga Rasya.
"Ah.. mas.. emh. " Merintih merasakan gigitan kecil pada bahu kanannya.
Awalnya Rasya ingin berpisah dari Yudha, tapi pria itu tetap menahannya hingga sekarang. Dia masih tidak tahu apakah hatinya sudah dia berikan pada Yudha atau hanya sebatas melayaninya saja, sebagai seorang wanita simpanannya.
Rasya terkadang bingung, dia ingin pulang ke Surakarta ke kampung halamannya. Tapi lagi-lagi Yudha bilang kalau perusahaannya tidak boleh ditinggal olehnya. Dan Rasya hanya bisa mentransfer sejumlah uang setiap bulan untuk biaya keluarganya di kampungnya.
Hampir setiap malam Yudha meminta untuk dilayani di atas tempat tidur. Terkadang dia masih berada di kantor, Yudha bersikeras memintanya juga. Dia ingin menolaknya, tapi Yudha akan menagihnya, lalu melakukannya hingga berjam-jam kalau sampai dia bilang nanti atau tidak. Dengan alasan dia harus mendapat hukuman! Setiap permintaannya harus dituruti, entah di mana saja mereka berdua berada.