Hari ini Yudha pulang ke rumah istri pertamanya. Seperti biasa Mona duduk di atas kursi roda, wanita itu tersenyum menunggunya di beranda rumah. Dia ingin Yudha mengangkat tubuhnya lalu membawanya ke atas tempat tidurnya. Meskipun dia tidak bisa melayaninya dengan maksimal, tapi dia masih bisa terlentang sambil menerima cumbuan hangat dari suami tercintanya tersebut. Apalagi sejak menikah dengan Rasya Natasya, suaminya itu hampir tidak pernah menyetubuhinya. Dia ingin segera bisa bermanja-manja dengan pria di depannya itu.
"Yudha.." Mona menyapa saat pria itu sampai di depannya. Pria itu berdiri tegak, tanpa menoleh ke arahnya. Dia sedang menatap arloji pada pergelangan tangan kanannya. Sepertinya dia tidak berminat untuk membawa Mona masuk ke dalam seperti biasanya. "Bibi!" Teriaknya pada pembantu rumahnya.
Lalu melangkah masuk ke dalam tanpa berkata apapun pada istri pertamanya tersebut.
"Sayang! Yudha! Kamu mengabaikan ku!? Beraninya kamu!" Mona penuh amarah mengejar pria itu dengan kursi rodanya. Dia memungut asbak kaca dari atas meja ruangan utama, dilemparkannya asbak tersebut hingga mengenai Yudha.
"Duakk! Tes, tes, tes," Darah mengalir dari pelipis Yudha. Pria itu menatap tajam ke arah Mona. Dia tidak berkata apa-apa. Dia hanya mengambil selembar kertas tissue dari atas meja untuk menghapus darah yang mengalir dari pelipisnya.
"Kenapa!? Kenaapaaaaaaa! Aku sudah mengijinkanmu menikah lagi! Tapi bukan untuk mengabaikan diriku seperti ini! Yudhaaaaaaaa!" Teriakan Mona menggelegar di dalam ruangan utama tersebut.
"Bibiiiiiiiii!" Teriakan Yudha disusul pembantunya berlari tergopoh-gopoh menuju ke arahnya.
"Iya tuan." Ujar pembantu rumah tersebut sambil membungkukkan badannya. Wanita paruh baya tersebut terkejut melihat majikannya terluka hingga berdarah. Dia segera membawa Mona masuk ke dalam kamarnya.
"Mari Nyonya kita masuk ke dalam." Ajaknya sambil menyentuh gagang kursi roda milik Mona.
"Tash!" Mona menepiskan tangan pembantunya dari kursinya.
"Jangan sentuh aku! Aku akan membunuhmu! Aku akan membunuh kalian berdua!" Teriaknya histeris sambil menabrak Yudha dengan kursi rodanya. Pria itu tetap mematung di tempatnya berdiri.
Mona histeris memukuli tubuh suaminya, hingga wanita itu terjatuh dari atas kursi rodanya.
"Panggil penjaga, bawa dia masuk ke dalam kamarnya. Jangan buka pintunya sebelum dia tenang!" Perintah Yudha pada pembantunya tersebut. Wanita itu mengikuti perintahnya dan segera membawa Mona masuk ke dalam kamarnya. Yudha menghubungi dokter yang mengurus kesehatan istri pertamanya tersebut.
"Bagaimana dokter kondisi istri saya?" Tanya Yudha pada dokter wanita yang menangani kesehatan istrinya.
"Sebaiknya nyonya Mona, dibawa ke rumah sakit jiwa pak. Ini demi kebaikan nyonya sendiri agar bisa secepatnya sembuh. Kondisi jiwanya tak kunjung membaik, bahkan semakin memburuk dari hari ke hari. Saya sangat mengkhawatirkan orang di sekitarnya. Mereka bisa saja terluka karena amarah dari nyonya." Ujarnya dengan sungguh-sungguh.
Dokter tersebut mengetahui bahwa sebenarnya Mona, adalah monster! Wanita itu sangat mengerikan, dia bahkan pernah memukuli perut dari salah satu istri Yudha sebelumnya yang tengah hamil. Dengan terang-terangan Mona menyatakan bahwa dia sangat puas sekali melihat wanita tersebut keguguran! Tepat di depan matanya!
Benar-benar mengerikan! Tapi Yudha tetap mempertahankan pernikahan itu. Tapi dia menjadi berpikir ulang setelah melihat rekaman video dari dokter wanita yang menangani istrinya. Dia benar-benar tidak percaya mendengar pengakuan istri tercintanya itu.
Kehilangan janinnya membuat Mona bertindak sesuka hatinya, demi menuruti nafsunya! Dia merasa tidak adil ketika melihat wanita lain bisa berjalan normal, apalagi hamil. Sementara dirinya harus duduk di kursi roda serta kehilangan janinnya.
Dia menggunakan suaminya sebagai alat untuk memenuhi ambisinya, dia ingin melihat wanita lain menderita. Mengalami apa yang dia alami. Lalu dia memaksa suaminya untuk menceraikan istri-istrinya setelah mereka mengalami keguguran. Dia akan membuat skenario tragis untuk dirinya sendiri dengan memfitnah mereka hingga Yudha menendang mereka dari kehidupannya.
Tapi kini dia salah, Rasya malah merebut hati suaminya. Dia sendiri tidak percaya, wanita kampung sederhana itu bisa membuat suaminya benar-benar jatuh cinta dan ingin menceraikannya.
Yudha membiarkan Mona pergi untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit jiwa. Teriakan histeris wanita itu masih terngiang-ngiang di telinganya.
"Aku pasti akan membunuh kalian berdua! Aku pasti akan mengambil nyawa kalian! Penghianat!" Geramnya saat tubuhnya di bawa masuk ke dalam mobil oleh beberapa perawat.
Yudha masih memikirkan itu, terutama dia telah membawa wanita yang tidak tahu apa-apa itu masuk ke dalam hidupnya yang pelik. Rasya Natasya!
Gadis itu masih berada di ruangan meeting bersama para karyawan senja ini. Yudha kembali ke kantor dengan keadaan pelipis terluka. Darahnya mulai mengering, namun masih terasa nyeri. Dia tidak membalutnya dengan perban.
Pria itu menunggu di luar, hingga meeting tersebut selesai. Setelah beberapa orang keluar dia masuk ke dalam untuk menemui istri keduanya.
"Rasya.." panggilnya pada wanita yang sedang mengemasi beberapa berkas di meja utama. Rasya sedang sibuk mengurus tender proyek baru. Dia sudah memenangkannya satu minggu yang lalu. Hampir seluruh jalannya perusahaan tersebut dipegang oleh istri keduanya tersebut.
"Ah, duduklah, aku akan membuatkan kopi untukmu." Sahutnya, sambil meletakkan berkasnya lalu bergegas melangkah menuju dispenser yang ada di ruangan dalam. Yudha mengikutinya dari belakang, pria itu kemudian memeluk pinggangnya sambil meletakkan dagunya di atas bahu kanannya.
"Kenapa?" Tanya Rasya sambil mengusap pipi kanannya.
Yudha menggelengkan kepalanya, pria itu memejamkan matanya sambil memeluknya erat sekali.
Rasya tahu, suaminya itu sedang dilanda masalah pelik. Dia membiarkan Yudha merasa nyaman untuk beberapa menit. Lalu dia melepaskan pelukan tangannya perlahan dari pinggangnya.
"Air panas Yud," ujarnya sambil tersenyum meletakkan kopi tersebut di atas meja. Yudha mengekornya dari belakang punggungnya. Pria itu kemudian duduk di sofa. Rasya mengambil cangkir kopinya, meletakkan di atas meja di depannya.
"Loh? Mas, terluka?" Tanyanya ketika melihat pelipisnya bengkak. Gadis itu segera mengambil air es untuk mengompres pelipisnya. Yudha menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Sambil memejamkan matanya.
Rasya tidak bertanya lagi padanya, karena dia tahu itu adalah ulah Mona. Siapa lagi yang berani memukuli Yudha selain Mona.
"Terima kasih Sya, terima kasih telah menemaniku selama ini." Ujarnya sambil menoleh menatap ke arah Rasya, mata pria yang masih muda tersebut terlihat berkaca-kaca. Rasya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum lembut.
Yudha meraih kepalanya, kemudian melumat bibirnya. Ciuman bibirnya berlangsung selama beberapa menit. Kemudian Yudha mengaduh karena kepalanya terasa nyeri sekali.
"Mas, kita ke rumah sakit saja ya? Aku bisa mengantarkan mas ke sana." Ujar Rasya seraya memapahnya menuju ke luar ruangan. Gadis itu membawanya ke rumah sakit agar Yudha segera mendapatkan perawatan.
Luka di pelipisnya telah dijahit, pria itu menggenggam erat jemari tangan Rasya selama proses tersebut berlangsung. Dia tidak mau Rasya Natasya beranjak pergi darinya.
"Mas takut?" Tanyanya pada Yudha Manggala saat pria itu menahan tangannya.
"Bukan, aku hanya ingin kamu tetap tinggal Sya! Jangan pergi." Ujarnya padanya. Padahal selama dia pergi ke luar kota Rasya-lah yang mengurus kantor untuknya. Jika mau kabur tentunya Rasya Natasya sudah kabur jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi sepertinya Yudha lupa.
"Aku nggak pergi, aku akan tunggu di luar." Ucapnya tanpa tekanan, dia melihat wajah takut terpancar dari sorot kedua matanya.
"Tetap saja di sini." Ujarnya tidak mau mengalah. Dia benar-benar seperti anak kecil. Jadi Rasya tetap tinggal selama proses perawatan luka di pelipisnya tersebut.