Part 7

1476 Kata
“Jrrott!” Satu pukulan lagi dari Rafa mengenai wajah Jey. Kini wajah tampan miliknya memiliki bekas luka memar. “Beraninya kamu mendekati anak-anakku!” Bentak Rafa padanya. “Dasar pria b***t! Kamu sudah menghancurkan rumah tanggaku! Sekarang aku tahu kenapa kamu mengurung istriku! Pasti untuk merebutnya dariku!” Jey yang awalnya hanya diam saja dipukuli, kini pria itu menepis genggaman Rafa dari bajunya. Rafa memalingkan wajahnya dengan kesal. Pria itu masih menyimpan amarah dalam hatinya. Seketika Jey malah menggerai tawa lepas. “Hahaha! Ah, jadi hanya begini saja? Aku sudah menunjukkan kalau kami tidak melakukan apa-apa! Aku juga sudah berusaha menyatukan kalian kembali. Tapi apa? Kamu malah memilih bercerai dan menelantarkan anak-anakmu sendiri! Kamu malah memilih wanita lain! Sekarang kamu menyalahkanku! Mikir Raf! Aku bisa saja melaporkan ke polisi tindakanmu ini! Satu hal yang harus kamu tahu, sebentar lagi Nida akan menjadi istriku! Jika kamu kembali melukainya atau membuatnya goyah maka kamu harus berhadapan denganku.” Jey mencoba memperingatkannya. Jey sudah bersiap berlalu kembali mengurungkan niatnya, dan berbalik menatap Rafa yang masih berdiri di belakang punggungnya. “Satu lagi, aku tidak membawamu ke kantor polisi hari ini karena aku sangat mencintai Nida, juga kedua putrinya!” Setelah berkata demikian, Jey tidak menahan langkah kakinya lagi. Jey masuk ke dalam mobil, pria itu sudah berlalu pergi meninggalkan Rafa Hanafi. Jey menuju ke lokasi syuting. Memar pada wajah Jey tentu saja menjadi pusat perhatian para karyawan yang bekerja di sana. Asisten Jey langsung menghampirinya. “Mas Jey? Apa yang terjadi? Mas Jey berkelahi?” Raut wajah penuh kecemasan terlukis jelas pada wajah bawahannya tersebut. Rendi mengekor Jey masuk ke dalam. “Aku nggak apa-apa, bagaimana syutingnya? Sudah disiapkan semuanya? Aku akan keluar sebentar lagi, kamu bawa dulu skripnya ke sana.” Jey sedang memeriksa tasnya di dalam sebuah ruangan khusus di lokasi syuting. Sepertinya ada sesuatu yang dia cari. “Iya, Mas. Aku bawa ke luar sekarang kalau begitu.” Ucap Rendi sambil membawa skrip naskah keluar dari dalam ruangan tersebut. Di sisi lain.. Rafa tidak hanya mengamuk Jey, tapi pria itu juga mendatangi Nida di rumah katering. Pria itu dengan marah melangkah lebar masuk ke dalam. Di sana, Nida bersama karyawannya sedang sibuk menata sejumlah pesanan. Melihat Rafa datang, Nida segera meletakkan wadah dari dalam genggaman tangannya ke atas meja. Wanita itu berjalan mendekati Rafa. “Mas Rafa?” Senyum cerah terukir pada bibir ranum milik Nida Syafara. Wajah cantik itu terlihat sangat gembira sekali. Nida masih memiliki perasaan untuk Rafa. Pria itu adalah sosok pertama yang sangat dia cintai. “Mas sudah sarapan? Nida siapkan kopi ya?” Tawarnya pada Rafa. “Nggak usah basa-basi! Lancang sekali Jey itu! Dia mengantar Syifa dan Akila! Apa yang dia lakukan? Kamu membiarkan pria tidak bermoral dengan wajah berandalan itu menyentuh Akila dan Syifa?! Aku hajar dia! Aku sudah memukulinya sampai babak belur! Jika saja dia tidak kabur, aku sudah membuatnya mati hari ini!” Ujar Rafa dengan tatapan penuh amarah. Rafa sengaja membesar-besarkan apa yang dia lakukan. Nida hanya bisa mematung diam, dia sangat terkejut mendengar pernyataan Rafa barusan. Wajah cerah dan bahagia yang tadi dia tampilkan kini sirna dalam rasa yang tidak jelas. Nida tidak mengira kalau Rafa akan bertindak seperti itu. Bukannya membalas ucapan Rafa, Nida segera masuk kembali ke dalam. Wanita itu nampak panik sekali. “Kalian kerjakan semua sisanya, aku ada urusan penting. Setelah selesai kalian kirimkan pesanan. Juk? Juki? Kamu antar Almira untuk mengirimkannya, okay? Aku pergi!” Pesan Nida pada karyawannya. Dengan langkah tergesa Nida membawa kotak obat dan beberapa es lalu membawanya ke dalam mobil. Rafa hanya bisa mematung di ruang depan. Bahkan Nida hanya melewatinya begitu saja. “Apa-apaan ini! Hah!?” Bentak Rafa pada karyawan Nida yang sedang sibuk menyiapkan pesanan. Nida sedang meluncur menuju entah ke mana, dia tidak tahu ke mana dia menuju. Sampai di tengah jalan, Nida segera menepikan mobilnya. Wanita itu mencoba menghubungi Jey melalui ponselnya. Saat ini Jey sedang sibuk mengawasi acara syuting hari ini. Sutradara juga sudah standby di sana. Tiba-tiba ponsel dari dalam saku bajunya berdering nyaring. Jey merasa cemas melihat nama Nida tertera pada layar ponselnya. Wanita itu tidak pernah menelepon dirinya. Tapi hari ini wanita itu memutuskan untuk menghubunginya. “Apa yang terjadi?” Jey bertanya-tanya dalam hatinya. Dia segera melangkah menjauh dari para kru untuk menerima panggilan dari Nida. “Halo? Nida?” Jey berdiri di balik pohon sambil memperhatikan para kru dari kejauhan. “Jey? Kamu di mana sekarang? Berikan aku alamatmu!” Nada suara Nida terdengar panik. Jey sendiri sangat bingung kenapa tiba-tiba Nida menanyakan keberadaannya sekarang, sebelumnya wanita itu tidak pernah peduli padanya. Bahkan lebih terlihat sangat membencinya! “Nida? Apa yang terjadi? Kenapa kamu ingin tahu aku di mana? Kamu baik-baik saja kan?” Tanya Jey dengan nada cemas. Jey khawatir terjadi sesuatu pada Nida. “Aku baik-baik saja Jey, kirimkan aku alamat keberadaanmu saat ini..” Pinta Nida padanya. “Okay, aku kirimkan sekarang, aku tutup dulu teleponnya.” Jey segera mengirimkan alamat lokasi syuting pada Nida. Pria itu kembali berjalan menuju ke arah para kru yang sedang sibuk bekerja. Selang tiga puluh menit, Jey memutuskan untuk masuk ke ruangan pribadinya. Ada beberapa hal yang harus dia periksa sebelum kembai ke perusahaan siang nanti. Nida sudah tiba di lokasi syuting, wanita itu menanyakan keberadaan Jey pada salah satu kru di sana. “Maaf, permisi. Bolehkan saya tahu di mana Produser sekarang?” “Wah, ini Mbak Nida kan?” Rendi menyela, dia sudah hapal dengan sosok wanita berkerudung tersebut. “Iya, saya Nida. Produser..” “Mari Mbak saya antar,” Rendi mendahului Nida masuk ke dalam. Para kru hanya menatap Nida berlalu dari hadapan mereka. Sebagian dari mereka sudah tahu kalau wanita dengan paras anggun tersebut adalah tunangan Jey Steyfan. Rendi dan Nida sudah tiba di depan pintu ruangan Jey. “Ini Mbak, ruangan Mas Jey. Mbak masuk saja ke dalam.” Nida menganggukkan kepalanya lalu masuk ke dalam ruangan, dia melihat Jey sedang memeriksa berkas. Jey tidak mendengar suara ketukan pintu, dia langsung berdiri begitu melihat Nida masuk ke dalam ruangan. “Nida?” Jey melangkah mendekatinya. Pria itu melihat kotak obat pada genggaman tangan Nida, juga termos kecil. Jey menelan ludahnya sendiri melihat Nida membawa semua itu. Nida menatap luka lebam pada wajah Jey, tanpa sadar wanita itu mengulurkan tangannya untuk menyentuhnya. “Aku dengar kamu terluka parah, maafkan aku. Ini salahku, Jey. Jika kamu tidak mengantar Syifa dan Akila mungkin Mas Rafa tidak akan menghajarmu seperti ini.” Ucap wanita itu sambil melelehkan air matanya. “Aku baik-baik saja, tunggu, siapa yang bilang padamu kalau saat ini aku terluka? Apa salah satu dari karyawanku? Kamu tunggu di sini, aku akan memarahi mereka..” Jey bersiap pergi meninggalkan Nida di dalam ruangan tersebut. “Tunggu! Bukan mereka.” Nida spontan mencekal lengannya. Ini pertama kalinya dia memutuskan untuk menyentuh pria itu setelah sekian lama. Seingat Nida terakhir kali mereka bersinggungan tepat saat Jey mabuk dan datang ke kediamannya beberapa waktu yang telah lalu. Jey menatap genggaman tangan Nida pada lengannya, Nida segera melepaskannya. “Maaf!” Seru wanita itu padanya. “Luka ini, duduklah, aku akan mengobatinya.” Nida mendahuluinya duduk di kursi, Jey menyusul dan duduk di sebelahnya. Nida mulai memberikan kompres pada luka memar tersebut. “Mas Rafa, dia datang ke rumah katering. Aku minta maaf atas tindakannya. Seharusnya kamu tidak mendapatkan luka seperti ini. Aku tidak tahu apa yang sudah Ayana katakan padanya. Dia selalu marah setiap mendengar cerita dari Ayana tentangku, dan juga tentangmu.” Nida mengoleskan salep lalu memberikan plester pada sudut bibir Jey. “Ah, jadi Rafa yang mendatangimu sampai kamu panik dan memutuskan untuk menyusulku ke sini?” Jey mengukir senyum pada bibirnya mendapati Nida menundukkan wajahnya. “Iya, Mas Rafa yang bilang. Maafkan aku.” “Aku baik-baik saja, Nida. Kamu tidak perlu cemas. Hanya sedikit memar, ini tidak akan membuatku menangis.” Timpalnya seraya tergelak. Ulahnya itu membuat Nida kesal, Nida merasa sudah sia-sia datang ke sana. “Ya sudah, kalau baik-baik saja aku akan kembali. Aku harus menjemput anak-anak di sekolah.” Nida membuang napas lalu berdiri dari kursinya. Jey tiba-tiba juga teringat dengan janjinya untuk menjemput Akila. “Aku juga punya janji dengan Akila dan Syifa, ayo!” Jey merebut kunci mobil dari genggaman Nida, pria itu mendahuluinya keluar dari dalam ruangan. Nida kaget sekali, tidak punya pilihan lain dan dia hanya bisa mengekor Jey menuju ke arah mobilnya. Para kru kembali melemparkan pandangan pada calon pasangan tersebut. Mereka merasa Jey dan Nida sangat serasi sekali. Meskipun wajah Jey terlihat sedikit nakal tapi wajah anggun dan ayu milik Nida begitu mendominasi perbedaan antara keduanya. “Masuklah.” Jey membukakan pintu mobil untuk Nida. Wanita itu segera masuk ke dalam. Jey segera menutup pintu mobil lalu berjalan setengah memutar dan masuk ke dalam. Mobil mulai meluncur meninggalkan lokasi. Nida tidak berani membuka kata, sepanjang jalan wanita itu hanya berdiam diri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN