>BAB ENAM<

1086 Kata
Lala mengetuk pintu rumahnya dengan kesal, sementara di dalam Rani berusaha melepaskan pelukan Pandu dan mengenakan kembali pakaiannya dengan cepat. "Eh Lala, kau sudah pulang?" tanya Rani setelah membuka pintu dan merapikan rambut panjangnya. "Ck, kau menyebalkan." gerutu Lala kesal. Dia masuk rumah tanpa memperdulikan Rani. "Eh, anak cantik lagi marah rupanya." goda Rani sambil menutup pintu. Setelah selesai, dia menghampiri Lala kemudian memeluk tubuh mungilnya dari belakang. "Jangan sok baik, Rani!! Lepas!!" marah Lala, merasa diabaikan. "Ada apa sih?!" tanya Rani, sambil membalikkan badan Lala dan mencubit kedua pipi mulusnya dengan gemas. "David, Ran. Dia telah menipuku!" jawab Lala terlalu cemas. "Menipu bagaimana?!" seru Rani, terkejut melihat Lala tampak tidak baik-baik saja. "Dia menyuruhku tanda tangan di dalam sebuah berkas yang isinya dia bilang surat perjanjian kerjaku, dan setelah aku tanda tangani, aturannya benar-benar tidak masuk akal!" jelas Lala, datar. "Aturan apa?!" Rani sangat penasaran, hal apa yang membuat Lala biasanya ceria berubah jadi muram durja. "Aturan yang mengharuskan Aku menuruti semua keinginannya, Rani!! Mana mungkin?! Dia benar-benar gila!" Lala semakin putus asa, tak tahu banyak mengenai atasannya, apakah pada semua wanita demikian?! Heran. "Astaga!! Aku kira apaan?!" Rani menjitak kepala Lala, pelan. "Wajar dong, La. Kalau kau menuruti semua keinginan, Tuan David. Kau kan ..." ucap Rani, ragu ragu. "Apa?! Babu maksudmu?!" tanya Lala, semakin kesal. Rani tertawa geli mendengar gerutuan Lala, dia memeluk tubuh Lala dan mengacak-acak rambut panjangnya dengan gemas. "Sudahlah, jangan marah-marah mulu, Lala. Nanti cepat tua!! Ok?!" hibur Rani, tertawa mengelus punggung Lala, penuh sayang. Sejak lama mereka memang akrab, terlebih?! Lala calon iparnya, tentu saja Rani sangat menyayanginya, hampir sama seperti Pandu tapi Pandu disertai nafsu. "Kamu, ikh!! Bikin jengkel aku saja, Rani!" sungut Lala, merapikan kembali rambutnya yang berantakan. "Ada apa ini?! Kok berisik sekali, Sayang?" tanya Pandu, yang tiba-tiba saja keluar dari kamar. "Tidak ada apa-apa, Kekasihku yang tampan. Adikmu hanya merasa sangat bahagia karna sudah bekerja di perusahaan keluarga Miller," jawab Rani, dan langsung menghampiri Pandu dengan cepat. Pandu meraih pinggang Rani dan memeluknya. "Oh, ya?!" serunya. Pandu mencium juga bibir Rani merasa gemas. "Uh ... Sayang ... sudah cukup. Ada Lala, Sayang. Jangan bikin ulah!" ucap Rani, tapi balas memeluk tubuh Pandu pula, mesra. Dasar wanita!! "Oh!! Lala?! Kau sudah pulang, Adikku yang cantik?! Kemarilah!" panggil Pandu, sambil melepaskan pelukannya pada Rani dan merentangkan tangannya pada Lala. Lala maju dan langsung memeluk tubuh kakaknya dengan erat. "Kakak!" seru Lala, memanja. "Bagaimana pekerjaanmu, Sayang? Apakah kau betah?" tanya Pandu, khawatir. "Aku betah, Kakak. Atasan Lala sangat baik!" jawab Lala, langsung memejamkan matanya, gelisah. "Apa kau serius, Lala?! Kau tidak membohongi kakak, bukan?!" tanya Pandu, takut adiknya berpura-pura bahagia demi dirinya. "Tidak, Kakak. Lala baik-baik saja, tidak membohongi, Kakak. Dan Lala juga betah bekerja di sana! Tempat Rani bekerja juga!" jawab Lala, sengaja berbohong agar tidak membuat kakak kesayangannya khawatir. "Syukurlah." ucap Pandu lega. "Ya sudah, aku pulang dulu ya." ucap Rani sambil memegang tangan Pandu. "Kenapa buru buru sayang, ini masih sore." protes Pandu membuat Lala bingung dan menatap Rani dengan serius. "Kami sudah jadian sayang, aku berharap, semoga kau mau merestui hubungan kami." jelas Rani mengerti dengan kebingungan Lala. "Benarkah?! Selamat Rani sayang, kau sudah berhasil merebut hati kakakku yang sekeras batu itu." ucap Lala sambil tertawa bahagia. "Terima kasih Lala, aku sangat menyayangimu." jawab Rani bahagia. "Sama sama, semoga langgeng ya," ucap Lala dan langsung memeluk mereka berdua. °°°°°°©©©°°°°°° Lala memasuki kantor dengan langkah terburu buru, bedak arang yang biasa dia pakai setiap hari habis, hingga mau tidak mau dia harus menumbuknya lebih dulu agar bisa dia gunakan. Sedangkan Rani yang biasa melakukannya, sedang ada urusan bersama atasannya keluar kota. "Eh jelek, kau terlambat ya?!" tanya salah satu karyawan wanita tidak suka. "I-iya, maafkan saya." jawab Lala sopan. "Kamu jangan naik lift ini ya!! Pasti badan kamu bau! Dekil gitu." ejeknya tidak suka. "Ta-tapi, ini kan lift umum kak, sedangkan di sana lift pribadi milik tuan David." ucap Lala gelisah. "Aku tidak perduli!! Kau naik tangga saja." perintahnya di sertai anggukan oleh beberapa karyawan yang lain, khususnya pria. Lala menundukkan kepalanya dengan sedih, dia berjalan ke ruangan yang pintunya bertuliskan tangga exit. Lala berniat menaiki tangga. "Lala!!" panggil seseorang dari belakang. Lala berhenti dan membalikkan badannya dengan cemas."tu-tuan David!" seru Lala sambil menelan ludah dengan susah. Jantungnya seperti jatuh kedasar perut. Pipinya merona merah karna malu. Bayangan David menciumnya kemaren siang, masih membekas di ingatannya. "Kau mau kemana?!" tanya David tajam. "Na-naik ke atas." ucapnya gugup. "Kenapa tidak naik lift?!" Semua karyawan yang tadi menghina serta menyuruh Lala naik tangga, terlihat pucat, mereka menatap takut pada atasannya yang baru saja datang. "Ka-kami tadi sudah menyuruh Lala masuk lift tuan, tapi Lala menolak dengan alasan ingin berolahraga dengan menaiki tangga exit." ucap salah satu karyawan wanita yang tadi sempat menghina Lala. "Benar begitu Lala?!" tanya David tajam. "I-iya tuan, lagi pula naik tangga bisa menyehatkan badan." jawab Lala gelisah. Dia sengaja berbohong kepada David karna semua karyawan di sana memelototinya. "Kau benar!! Sekarang kalian semua harus naik turun tangga. Ingat!! Untuk hari ini lift buat karyawan sengaja saya tutup." ucap David sambil menatap tajam ke arah para karyawannya. Mereka semua tampak terkejut, tapi karna takut di pecat, yang bisa mereka lakukan hanyalah mengangguk hormat. David menarik tangan Lala dan membawanya ke lift pribadinya. Sedangkan para karyawan lainnya, berjalan menaiki tangga sambil menggumam kesal. "Tu-tuan, saya naik tangga saja." ucap Lala gemetar. "Siapa kau?!" "Lala!" "Apa jabatanmu?!" "Asisten tuan." "Jadi diamlah, meskipun bagimu aku jelek, tapi aku bisa menyuruhmu buat melakukan apa saja, termasuk mencium bibirku. Sekarang cium aku." perintahnya tegas. "Ti-tidak mungkin tuan, kau atasanku...." "Baca peraturan nomor sembilan puluh sembilan." sahut David sambil menunjukkan layar ponselnya. Peraturan nomor 99 *Jika karyawan menolak atau tidak menuruti perintah dari atasannya yaitu Tuan David, maka karyawan tersebut akan dikenakan denda sebanyak lima puluh juta rupiah.* "Apa?! Aturan macam apa ini?! Aku tidak mau!!" Lala berseru. "Aturan yang kau setujui kala itu." "Aku tidak pernah menyetujui ..." "Cium, Aku!!" "Apa?! Tidak mungkin!!" "Cium, Lala!!" "Umph ..." desah Lala, mau tidak mau membalas ciuman dari Bos mesumnya itu, David Miller. "Kau tahananku sekarang." "Ash ... Tuan. Aku mohon ... lepaskan ..." "Umph!! Tidak akan pernah." "Ah ... Tuan ...." Lala diciumi habis-habisan. Sampai sesak nafas bahkan ngos-ngosan. ********** NB: MAAF TULISAN MASIH BERANTAKAN!! BERHUBUNG BANYAK YANG TIDAK SABAR!! KAK DILLA TERPAKSA UPDATE NASKAH LAMA TANPA REVISI TERLEBIH DAHULU. SEKALI LAGI MOHON MAAF .... Jangan lupa untuk tekan tombol Love, komen, follow and share. Makasih, ya .... TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN