Persiapan Bulan Madu

2125 Kata
“Jadi kalian akan segera pergi berbulan madu ke Yunani?” pekik Callista dengan mulutnya yang penuh buah mangga yang belum selesai dikunyahnya. Hal tersebut membuat makanan yang ada di dalam mulutnya hampir saja keluar jika saja Callista tidak segera menutup mulutnya. “Itu sangat menjijikkan, Cally,” komentar Fahima yang urung memakan makanannya karena merasa jijik melihat mulut Callista yang terbuka. Mark pun menimpali, “Kau bilang kau ingin menjadi seorang princess! Tapi cara makan saja tidak bertata krama!” Callista memutar bola matanya dengan malas kemudian dengan cepat menelan makanan yang ada di dalam mulutnya. Ia terlalu antusias mendengar Agatha yang mengatakan jika wanita itu akan pergi berbulan madu bersama dengan suaminya ke Yunani. Setelah menelan makanannya, Callista kembali bertanya, “Jadi kau akan pergi ke Yunani akhir pekan ini?” Agatha mengangguk dengan pasti dan juga ceria, sangat senang karena akhirnya ia bisa pergi jalan-jalan ke luar negeri. Dan keinginannya tersebut akan terkabul berkat suaminya yang tak lain adalah pembunuh kedua orang tua angkatnya. “Ya, kami akan berlibur di Yunani selama dua minggu. Jadi aku akan segera mengurus masa cutiku selama itu. Kuharap kalian tidak akan merindukan aku karena aku pun tidak akan merindukan kalian!” “Kau terlihat seperti sangat senang akan berbulan madu dengan James?” ungkap Mark yang melihat wajah Agatha berseri ketika menceritakan perihal bulan madu yang akan dijalaninya. ia jadi berpikir apakah Agatha dan James sudah mulai menerima satu sama lain dan berdamai dengan keadaan yang membelenggu mereka? jika benar demikian maka ia akan merasa sangat senang karena dua temannya bisa menjalani kehidupan pernikahan dengan normal. Agatha langsung menormalkan mimik wajahnya yang sepertinya terlalu ceria. Agatha memang merasa sangat senang karena akan pergi ke Yunani. Namun, bukan agenda bulan madu yang membuatnya senang melainkan jalan-jalan yang akan ia lakukan. Lagi pula, berbulan madu bersama dengan James tidak masuk ke dalam daftar kegiatannya nanti. Dan semoga saja James pun tidak akan mengagendakannya. “Aku senang karena akan pergi ke Yunani, bukan berbulan madu!” elak Agatha dengan pipi yang sedikit merona. Tidak nyaman dengan pembahasan mengenai bulan madu yang menurutnya terlalu intim untuk dibicarakan dengan orang lain. “Apa pun yang kalian lakukan nanti di sana, tetapi judul yang kalian gunakan untuk media adalah untuk berbulan madu. Potret-potret kalian selama di sana pasti akan memenuhi layar televisi dan juga sosial media,” ungkap Fahima. “Agatha aku tidak tahu jika aku akan mengatakan ini, tapi kupikir kau sebenarnya tengah diberikan keberuntungan oleh Tuhan karena menikah denga James Hunt. Banyak wanita yang sangat menginginkan pria itu, tapi kau bisa mendapatkannya dengan mudah!” Elva berujar seraya menyentuh lengan Agatha yang duduk di sampingnya, tepatnya memisahkan dirinya dan Mark yang ada di sisi lain Agatha. Agatha terdiam beberapa saat dan kemudian tersenyum tipis. “Aku tidak tahu apakah ini sebuah keberuntungan ataupun bukan. Bagaimana pun James adalah orang yang telah membunuh orang tuaku. Dan soal mendapatkannya, aku rasa aku belum melakukannya. Karena meski aku berstatus sebagai istrinya, tapi ... dia bukan milikku. Kami hanya menjalani formalitas sebagai suami istri saja.” Tiba-tiba Mark merangkul bahu Agatha yang membuat wanita itu tersentak dan segera menjauhkan tangan Mark dari tubuhnya karena takut jika Elva akan cemburu mengingat sahabatnya tersebut sangat pencemburu. “Apa suamimu itu masih mengingat Emily?” tanya Mark, membiarkan tangannya diturunkan dari bahu Agatha. “Mungkin iya, atau juga tidak. Kau tidak tahu bagaimana perasaannya secara pasti tapi James memiliki dendam yang sangat besar terhadap Emily. Semua yang dia berikan padaku semata-mata hanya untuk membuat Emily menyesal saja.” “Jadi James memberikan semua yang Emily mau terhadap dirimu agar Emily merasa iri dan menyesal?” tebak Mark lagi, ia terlalu mengenal sahabatnya tersebut dan tak sulit bagi Mark untuk menebak isi pikiran James yang terkadang tak bisa diterka oleh orang lain. Anggukan kepala adalah jawaban yang diberikan untuk pertanyaan yang Mark ajukan. Agatha pun menambahkan, “Seperti itu, termasuk soal pelayan dan juga pengawalan yang diberikan untukku. Itu adalah keinginan Emily jika dia masih bersama dengan James.” “Apa menurutmu James masih mencintai mantan kekasihnya yang sudah berkhianat tersebut?” tanya Callista degan wajah yang tak enak. Ia bisa membayangkan bagaimana rasanya jadi Agatha yang harus menikah dengan seorang pria dan tidak ada cinta di antara mereka. Lebih parah jika keduanya masih terjebak di dalam perasaan masa lalu. Apakah pernikahan semacam itu bisa mencapai kebahagiaan? “Sudah aku katakan aku sama sekali tidak tahu bagaimana perasaan James yang sebenarnya terjadi. Tapi aku pernah memergokinya memandangi foto seorang wanita di ponsel miliknya, sepertinya itu Emily,” balas Agatha dengan nada malas. Tak suka ketika mengingat kejadian yang baru saja diceritakan oleh mulutnya. “Kalau kau sendiri masih menyukai Jonathan atau tidak?” Pertanya yang dilontarkan oleh Fahima membuat Agatha terdiam dan mencoba untuk memikirkan jawabannya. Apakah ia masih mencintai Jonathan? Mungkin iya, masih ada perasaan yang tertinggal di hatinya untuk pria tersebut. Pria yang telah mengisi kekosongan hatinya selama dua tahun belakangan. Hanya saja, kini perasaan itu telah berkabut gelap yang membuat warnanya tidak lagi terlihat. Perasaan indahnya telah tertutupi oleh kabut kekecewaan dan kesakitan yang melingkupi relung hatinya. Dan mungkin lambat laun kabut itu akan menghilangkan rasa yang ada dalam hatinya untuk Jonathan. Pria itu yang telah melepaskannya, dan Agatha pun harus mau melepaskan dirinya dari pria itu. “Mungkin iya, tapi aku yakin tidak akan bertahan lama lagi” jawab Agatha dengan gamang. Ia harus belajar untuk menghapus perasaan cintanya untuk Jonathan karena kini semuanya telah berakhir dan tak ada gunanya lagi. Jika pun kelak Agatha akan bercerai dengan James, sama sekali tidak ada niat ataupun keinginan dalam hatinya untuk kembali pada pelukan Jonathan yang kini sangat memuakkan. Agatha sudah mulai ikhlas, tidak lagi banyak memikirkan Jonathan. Sekarang ia mulai menjalani hidup sementaranya dengan James dan sama sekali tidak memikirkan bagaimana keadaan Jonathan di luar sana. Apakah pria itu bahagia atau justru sebaliknya, Agatha sama sekali tidak ingin tahu. Callista bertepuk tangan pelan. “Bagus! Kau memang harus menghapus perasaanmu untuknya. Karena John benar-benar tidak pantas untuk dicintai oleh wanita sebaik dan setulus dirimu, Agatha. Aku akan berdoa pada Tuhan agar Jonathan menemui kekecewaannya. Semoga wanita yang kini bersama dengannya mengkhianati cinta Jonathan! Karena dengan begitu Jonathan akan tahu bagaimana rasanya dikhianati!” *** Antusiasme yang timbul karena akan pergi ke Yunani benar-benar tergambar dari sorot wajah Agatha. Kini tangannya sibuk melipat pakaian milik James dan memasukkannya ke dalam koper yang sudah dipersiapkan oleh Vin. Pakaian miliknya sudah lebih dulu masuk ke dalam koper berwarna ungu dengan bantuan ketiga pelayannya. Dan mereka pun kini masih membantu Agatha untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Dimulai dari peralatan mandi, hingga kelengkapan untuk tidur pun sudah dipersiapkan dengan baik. Ada sekitar tiga koper yang isinya hanya keperluan Agatha saja. Dan kini barang-barang milik James baru akan menghabiskan satu koper. Agatha tidak tahu keperluan apa lagi yang harus dibawanya untuk James karena Agatha tidak benar-benar tahu kebutuhan seorang pria. “Apa lagi yang harus kumasukkan ke dalam koper milik James? Vin, kau kan seorang pria, apa lagi kebutuhanmu jika kau pergi berlibur?” tanya Agatha, menoleh pada Vin yang berdiri di ambang pintu kamar dan menolak untuk masuk karena canggung harus masuk ke dalam kamar milik James. Biasanya, pria itu melarang orang lain untuk masuk ke dalamnya. Dan sebelumnya, hanya Hans yang bisa masuk ke dalam kamar James selain pemiliknya sendiri. Tapi kini, dengan beraninya Agatha membawa tiga pelayannya untuk masuk ke dalam kamar pribadi James yang kini telah berubah menjadi kamar mereka berdua. Vin juga tidak dapat memastikan jika James tidak akan marah kalau saja pria tahu bahwa Agatha mengizinkan orang lain untuk masuk ke dalam kamarnya. Untuk menjawab pertanyaan Agatha, Vin lebih dulu melihat isi koper yang tengah Agatha persiapkan,. Ada banyak pakaian milik James di dalamnya dan juga peralatan mandi. Sebenarnya Vin berpikir jika Agatha tidak perlu menyiapkan peralatan mandi seperti itu karena nantinya mereka akan mendapatkan fasilitas tersebut dari hotel tempat mereka tinggal nantinya. Namun, Vin tidak berkomentar apa-apa karena melihat keantusiasan yang Agatha pertontonkan. “Sepertinya itu sangat cukup, sisakan tempat untuk berkas penting dan juga laptop karena aku yakin Tuan James akan membawa itu semua,” ujar Vin. Agatha langsung mengerutkan keningnya dan menggeleng. “Tidak, Vin! Sepertinya ini belum cukup. Kau lihat berapa banyak koper yang akan kubawa? Mana mungkin jika James hanya menghabiskan satu koper saja untuk keperluannya?” “Ada perbedaan antara pria dan wanita, Nyonya Agatha. Kami cenderung simpel dan tidak membutuhkan banyak barang untuk acara bepergian kami. Setidaknya, kami hanya membutuhkan uang dan beberapa lembar pakaian untuk kami pakai selama bepergian.” Agatha meringis dibuatnya. Benar apa yang dikatakan oleh Vin, pria itu cenderung simpel sehingga mereka hanya memerlukan barang yang tidak berlebihan untuk mereka bepergian walau untuk waktu yang cukup lama. Agatha jadi ingat kenangannya ketika masih duduk di sekolah dasar. Saat itu ada sebuah perkemahan yang diadakan oleh pihak sekolah di sebuah hutan buatan. Dan pada saat itu, semua pelajar wanita membawa setidaknya dua tas yang sangat gemuk untuk keperluan mereka selama dua malam. Dan pelajar pria, mereka hanya membawa satu tas ransel yang tak begitu gemuk. Mungkin memang sudah begitu kodratnya. Atau memang wanita saja yang terlalu jeli hingga mempersiapkan segala sesuatunya dari yang terkecil hingga terbesar di saat para pria hanya menarik garis besarnya saja. “Sepertinya cukupkan sekian saja, Nyonya. Biarkan Tuan James yang nanti menambahkan isi kopernya karena sejatinya dia sendirilah yang tahu dengan pasti apa kebutuhannya,” saran Adel seraya membantu Agatha untuk menutup koper yang diperuntukkan bagi kebutuhan James. “Aku rasa Adel benar. Sebaiknya kita segera mengurus hal lainnya saja, Nyonya. Bukankah kau belum menyusun perjalanan yang kau inginkan selama di Yunani? Kau harus segera menentukan ke mana saja kau ingin pergi selama di sana agar Tuan James bisa memperkirakan berapa biaya akomodasi untuk liburan kali ini.” Peggy berjalan menghampiri Agatha yang duduk di atas karpet bulu di bawah lemari bersama Adel, ia pun membantu Agatha untuk bangkit karena majikannya tersebut pasti merasa pegal setelah duduk dengan waktu yang cukup lama. Kalimat tersebut pun langsung diangguki oleh Agatha. Tetapi satu detik kemudian Agatha menggelengkan kepalanya. “Sebaiknya kita mempersiapkan dulu kebutuhan kalian untuk pergi ke Yunani, aku akan membantu kalian untuk mempersiapkannya.” Perkataan Agatha membuat ketiga pelayan yang bersamanya terpekik bahagia. Mereka dengan semangat menghampiri Agatha dengan wajah yang sangat berseri-seri. Saking cerianya, alis mereka sampai menukik dengan tinggi. “Benarkah kami akan ikut bersamamu ke Yunani?” tanya Katty dengan gigi yang kemudian saling bersentuhan karena senyumnya yang teramat lebar. Agatha langsung menganggukkan kepalanya. “Tentu saja kalian akan ikut bersamaku. Begitu pula dengan Vin, dan sepertinya James pun akan mengajak Hans dan juga beberapa pengawalnya.” “Aku tahu Tuan James dan Nyonya Agatha memang sangat baik hati! Aku sangat senang bekerja pada kalian!” pekik Peggy seraya menahan tubuhnya agar tidak melompat-lompat. Kesenangan yang didengarnya membangkitkan seluruh saraf kebahagiaan dan juga semangat yang ada dalam tubuhnya. Adel dan Katty pun turut melonjak bahagia dan semangat karena sama seperti Agatha, ini pun adalah kali pertama bagi mereka untuk pergi ke luar negeri, terlebih negara yang akan mereka kunjungi adalah negara yang sudah sangat terkenal seperti Yunani. “Kita harus mengambil banyak foto di sana!” Adel langsung berpikir ke arah sana. Tidak lengkap rasanya jika pergi ke suatu tempat tanpa mengabadikan momen melalui potret. Ia sudah berencana akan mengambil foto yang banyak, bahkan jika diperlukan dia bisa mengambil foto setiap saat ketika di sana. “Kita juga harus melakukan siaran langsung seperti saat di taman, Nyonya. Kau harus ikut siaran bersama dengan kami agar yang menonton banyak!” timpal Katty dengan gaya centil. Merasa terkenal semenjak menjadi pelayan pribadi dari Agatha. “Baiklah-baiklah, kita bisa memikirkan itu nanti. Lebih baik sekarang kita pergi ke kamar kalian dan persiapkan segala kebutuhan kalian!” ajak Agatha yang jengah dengan kalimat yang dilontar oleh para pelayannya yang tak jauh dari kenarsisan. “Baik, Nyonya! Aku akan mempersiapkan semua baju terbaik yang aku punya!” ujar Adel seraya mulai melangkahkan kakinya karena Agatha yang sudah lebih dulu. Ketiganya tak henti tersenyum di belakang tubuh Agatha. Namun, mereka heran ketika melihat Vin yang ada di ambang pintu tampak biasa saja dan tidak terlihat antusias padahal pria itu pun akan diajak pergi berlibur ke Yunani. “Vin apa kau tidak merasa senang karena akan pergi berlibur ke Yunani?” tanya Katty dengan heran. Vin mengangkat bahunya singkat. “Aku sudah lama bekerja pada Tuan James, dan pergi ke banyak negara sudah sering kulakukan.” Akhirnya mereka pun mengangguk mengerti. James pasti sering mengajak anak-anak buahnya untuk pergi ke banyak negara. Di samping untuk liburan, pria itu pergi ke banyak negara untuk bekerja. Mereka berempat pun kembali mengikuti langkah kaki Agatha sebelum kemudian kaget karena majikan yang bersama dengan mereka ditubruk oleh seseorang yang tak lain adalah tuan mereka. “James, kau kenapa?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN