Morning

2074 Kata
Pagi selalu datang setiap harinya, menjadi awal yang baru bagi setiap orang yang membuka mata mereka. Ada juga yang justru baru bisa pulang dan terpejam di pagi-pagi buta. James bersyukur karena dia adalah salah satu manusia yang bisa menjalani kehidupan dengan normal. Normal dalam artian ia bisa menjadikan malam sebagai waktu untuk beristirahat dan pagi sebagai waktu untuknya memulai kegiatan. Tidak ada suara ayam yang berkokok, karena memang tidak ada ayam di rumahnya ataupun di sekitar rumahnya. Jika pun ada tetangga yang memiliki ayam, James tidak akan bisa mendengarnya karena rumahnya yang berukuran sangat besar dengan halaman, jalan, dan juga taman yang mengelilingi rumahnya membuat suara-suara di sekitar rumahnya sama sekali tidak masuk ke indra pendengarannya. James menoleh pada istrinya yang masih lelap di sampingnya. Matahari memang belum meninggi hingga tidak ada cahaya yang malu-malu masuk ke celah jendela kamarnya dan membuat orang yang ada di dalamnya terganggu. Bibir James tersenyum manis melihat keberadaan istrinya yang ternyata menuruti kalimatnya untuk kembali ke dalam kamar setelah malam tadi Agatha ke luar kamar untuk makan. Entah apa yang tengah dirasakan olehnya. Ada semacam euforia yang menghiasi hatinya hanya dengan menyadari jika Agatha ada di sampingnya saat ia membuka mata. Sebelah tangannya langsung mengusap wajahnya sendiri dengan kasar. Sepertinya ada sesuatu yang tidak benar dengan diri James. Jangan sampai ia terjebak oleh sebuah perasaan yang biasanya dirasakan oleh anak-anak remaja seperti ini. “Sepertinya nyawaku belum berkumpul sepenuhnya!” ucap James seraya duduk, enggan memandangi wajah Agatha lebih lama lagi karena hanya akan membuatnya seperti remaja yang baru merasakan kasmaran. Itu pasti hanya perasaan sesaatnya karena terbiasa dengan kehadiran Agatha semenjak mereka menikah. Dan mungkin perasaan aneh seperti itu muncul karena kini tidak ada wanita yang dekat dengannya selain Agatha, juga karena perasaan kecewanya kepada Emily hingga ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Mungkin jika nanti Catherine sudah datang dalam hidupnya maka James akan merasakan euforia yang lebih dari yang dirasakannya kini. Dan Agatha hanya akan menjadi istri pajangan saja yang ada di rumah dan sesekali ia tampilkan ke publik. Dan ketika waktu pernikahan mereka sudah terbilang tidak seumur jagung lagi, James akan menceraikan Agatha. James tidak ingin menceraikan Agatha di waktu dekat bukan karena ia tidak ingin melakukannya, hanya saja James malu jika ia harus bercerai ketika usia pernikahannya masih seumur jagung. Beritanya pasti akan heboh ke mana-mana dan James tahu hal tersebut bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan ketika orang membicarakannya. “James, jam berapa ini? Aku harus pergi ke universitas karena kemarin aku sudah bolos,” ungkap Agatha yang baru saja membuka matanya. Tubuhnya duduk mengikuti James dan mencoba untuk melihat jam dengan matanya yang masih setengah terbuka. “Jam setengah tujuh. Kau masih mempunyai waktu yang cukup untuk bersiap,” jawab James. Matanya melirik ke arah Agatha dan tersenyum melihat wajah Agatha yang tampak lucu di matanya. Rambutnya acak-acakan dengan mata yang belum mampu terbuka dengan benar, dan bibirnya yang tampak lebih tebal dari biasanya. Namun begitu, James merasa suka untuk melihatnya. “Sebaiknya aku mandi di kamarku saja.” Agatha memaksakan kedua kelopak matanya untuk terbuka dengan lebar, bahkan lebih lebar dari seharusnya. Dan hal tersebut membuat James tertawa seraya mengusap wajah Agatha kasar agar wanita itu kembali memejamkan matanya. “Kau terlihat sangat menggelikan ketika berusaha untuk membuat matamu melotot, Agatha. Dan kenapa pula kau harus pergi ke kamar lamamu untuk mandi? Kau pikir kamarku ini tidak memiliki kamar mandi? Bahkan kamar mandi yang ada di kamarku adalah kamar mandi yang paling luas dan megah yang ada di rumah ini.” Agatha mendengus kasar. “Aku tahu kamar mandi yang ada di kamarmu sangat bagus dan luas karena aku sudah melihatnya. Tapi kau akan menggunakannya karena kau juga harus pergi ke perusahaanmu bukan? Atau kau akan bolos kerja hari ini? Ah, ya! Kau bolos saja aku yakin jika kau tidak akan jatuh miskin!” “Aku tidak kerja, kata kerja itu identik dengan bekerja pada orang lain. Sedangkan aku? Aku tidak bekerja pada orang lain, tapi orang lainlah yang bekerja padaku. Aku hanya mengelola usahaku!” protes James dengan penjelasan mengenai statusnya. Agatha mengibaskan tangannya di depan wajah James. “Apa pun kau menyebutnya. Intinya kau mencari uang. Dan kau akan menggunakan kamar mandimu bukan? Maka aku akan pergi ke kamarku untuk mandi di sana. Aku rasa kita tidak perlu berdebat untuk hal semacam ini.” “Kita bisa menggunakan kamar mandi di waktu yang bersamaan,” ujar James dengan kerlingan matanya yang jahil. Hal tersebut berhasil membuat Agatha memicingkan matanya ke arah suaminya tersebut. “Jelas saja aku tidak mau!” Karena tak ingin memperpanjang perdebatan yang sama sekali tidak akan berujung jika saja Agatha tidak berniat mengakhirinya, Agatha pun bangkit dan akan pergi menuju kamarnya. Namun, langkahnya yang baru dua kali dari ranjang harus terhenti kala James menarik tangannya dan membuat Agatha kembali duduk di atas ranjang. “Ada yang harus kita bicarakan.” “Apa?” “Ini soal rencana bulan madu kita yang mana sudah kita umumkan ke media. Aku tidak ingin malu jika bulan madu dan jalan-jalan itu hanya jadi bualan belaka, maka dari itu aku mengaturnya agar kita bisa berangkat akhir minggu ini. Kau uruslah cutimu selama kurang lebih dua minggu!” Agatha langsung antusias mendengarnya. “Benarkah? Kita akan berangkat ke Yunani akhir minggu ini?” “Ya, maka dari itu kau urus cutimu di universitas untuk kurun waktu dua minggu. Satu lagi, jika ada temanmu yang ingin ikut maka kau tidak boleh mengizinkannya!” Agatha menganggukkan kepalanya dengan cepat. “Baik, James, aku yakin mereka tidak ingin ikut karena jalan-jalan bukanlah sesuatu yang asing bagi mereka. Tapi Adel, Peggy, dan Katty akan ikut bukan?” “Tentu saja mereka akan ikut, kau harus terlihat keren ketika liburan nanti. Dan kehadiran tiga pelayan di sampingmu akan membuat banyak orang tahu jika aku adalah suami yang baik karna memperlakukan istriku bagikan seorang ratu.” “Baiklah, aku tidak peduli! Yang terpenting aku ingin jalan-jalan ke banyak kota di Yunani! Kalau begitu aku akan segera pergi mandi dulu—“ “Tunggu sebentar, ada satu lagi,” ujar James, tangannya mengambil dompet miliknya yang ada di atas lemari kecil di samping ranjangnya. Tangannya bergerak mengeluarkan sebuah kartu dan kemudian menyerahkannya pada Agatha. “Pakailah ini, aku tidak akan membatasi nafkahmu setiap bulannya. Kau bisa menarik uang sebanyak yang kau mau dengan kartu ini, aku akan selalu mengisinya agar kau tidak kehabisan uang.” *** “Kalian boleh pergi ke mobil atau pergi ke mana pun jika bosan menungguku!” Itu adalah pesan yang disampaikan oleh Agatha ketika meninggalkan tiga pelayan dan juga satu pengawalnya di depan pintu kelas. Langkah riangnya membuat ia menghampiri Fahima dan Callista yang duduk bersamaan di dalam kelas padahal seingatnya mereka belum begitu akrab walau sudah akur. “Aku senang melihat kalian akhirnya bisa duduk berdua tanpa perdebatan seperti dulu-dulu,” ungkap Agatha setelah duduk tak jauh dari mereka. Agatha kemudian memutar kursi yang diduduki olehnya agar bisa menghadap ke arah dua sahabatnya dengan tepat. “Aku sudah memutuskan untuk berdamai dengan masa laluku, lagi pula Jonathan adalah sama-sama kenangan buruk bagi kami, jadi rasanya kami tidak perlu menjadikan kisah Jonathan sebagai alasan untuk bermusuhan. Karena sekarang, Jonathan sudah tidak ada artinya bagi aku maupun Cally, benar begitu?” Fahima menolehkan kepalanya ke samping untuk melihat ke arah Calista. Dan yang ditatap pun langsung menganggukkan kepalnya dengan cepat. “Yups, kau benar sekali. Lagi pula Fahima dan aku sudah menemukan hidup kami masing-masing. Fahima sudah mendapatkan Abdullah, dan aku pun akan segera mendapatkan seseorang.” “Seseorang? Bisakah kau menyebutkan seseorang yang kau maksud dengan lebih spesifik?” Agatha berujar dengan raut wajah yang sangat penasaran. Fahima pun tak luput dari rasa penasaran yang langsung memenuhi dirinya. “Kau sudah mendapatkan tambatan hatimu yang baru? Siapa? Coba katakan pada kami agar kami tahu siapa orang yang kau maksud!” desak Fahima. “No! Aku tidak akan mengatakannya pada kalian. Tapi aku akan langsung memperkenalkannya pada kalian jika sudah waktunya. Kalian tidak perlu khawatir, aku sama sekali tidak berniat untuk menyembunyikan priaku. Yang perlu kalian tahu, priaku adalah seseorang yang sangat berkelas dan juga kaya raya. Mungkin kelasnya sama seperti James Hunt ... atau mungkin sedikit di bawahnya.” Callista menatap ke arah Agatha dan juga Fahima secara bergantian. Matanya terlihat bahagia ketika menceritakan perihal prianya yang ada dalam bayangannya, yang memang Callista akui sangat berkelas walau tidak sama seperti James Hunt. “Kenapa kau membandingkannya dengan suamiku? Padahal kau tahu jika James bukan pria yang baik dan juga bukan suami idaman!” ketus Agatha seraya memutar bola matanya dengan perasaan dongkol. Callista yang membandingkan kekasihnya dengan James seolah menyiratkan jika wanita itu menjadikan James sebagai standar untuknya dalam mencari pasangan. Dan Agatha sama sekali tidak menyukai hal itu. “Aku sama sekali tidak sedang berusaha untuk membuatmu cemburu, Agatha. Hanya saja perlu aku akui jika suamimu adalah standar kelas tinggi untuk wanita berkelas sepertiku!” Callista tersenyum untuk mengakhiri kalimatnya. Dan kalimat yang diucapkan olehnya pun langsung mendapatkan anggukan kepala dari Fahima yang juga setuju dengan apa yang Callista bicarakan. “Apa yang dikatakan oleh Cally adalah benar, Agatha. James Hunt adalah impian banyak wanita baik dari segi fisik ataupun pencapaiannya dalam hidup.” Agatha mendengus melihat ke arah keduanya secara bergantian. “Bahkan aku jauh lebih mengagumi Abdullah daripada James!” Tangan Agatha mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya. Ingin menghubungi Elva yang mana terakhir kali memberikan kabar jika ia tengah berada di kantin bersama dengan Mark. Dan ternyata wanita itu masih bersama kekasihnya di kantin. Sepertinya ide yang bagus bila Agatha menghampiri mereka ke sana. “Aku akan pergi ke kantin untuk menemui Elva dan Mark. Apa kalian akan ikut bersamaku?” tanya Agatha seraya memakai tasnya kembali. Tubuhnya sudah bangkit dan siap melangkah. “Tentu saja aku akan ikut! Sepertinya lumayan jika kita meminta traktiran pada Mark pagi ini karena kebetulan aku sama sekali belum sarapan!” Callista berujar dengan semangat, sangat semangat hingga ia langsung menarik tangan Fahima agar juga turut pergi ke kantin. “Kau adalah orang kaya tetapi kau sangat suka untuk memeras orang lain!” dengkus Fahima, geli dengan tingkah sahabatnya sendiri yang kerap kali memanfaatkan sesuatu yang gratis. “Aku hanya melakukan itu pada Mark saja!” protes Callista. Ketiganya pun mulai melangkahkan kaki mereka ke luar. Namun, langkah ketiganya kompak berhenti kala jalan mereka di hadang oleh Adel yang merentangkan tangannya di depan pintu. Kejadian tersebut sontak saja memuat Agatha sangat kesal dengan tingkah dan perilaku yang ditunjukkan oleh salah satu pelayannya itu. “Nyonya Agatha, kau akan pergi ke mana?” tanya Peggy yang ada di belakang tubuh Adel. Jika saja Agatha berwenang untuk memecat mereka maka Agatha pasti sudah melakukannya sejak lama. Sayang sekali James yang mempunyai wewenang untuk itu. “Haruskah kalian bertanya dengan cara menghalangi jalanku?” Adel tersenyum kikuk dan langsung menurunkan kedua tangannya. Lantas Adel pun menggeser tubuhnya agar tidak menghalangi jalan Agatha lagi. “Aku akan pergi ke kantin, dan aku rasa kalian tidak perlu mengikutiku ke sana. Sebaiknya kalian tunggu saja di mobil. Kalian tidak perlu terus menguntit setiap langkah kakiku di universitas!” Setelah mengatakan kalimatnya, Agatha langsung melangkahkan kakinya yang langsung diikuti oleh kedua sahabatnya. Ia tidak peduli apakah para pelayannya mengikuti apa yang dikatakannya ataupun tidak. Langkah kaki mereka yang terhitung cepat membuat mereka sampai tak lama kemudian di kantin universitas. Sosok Elva dan Agatha yang sangat mencolok karena mereka merupakan pasangan idola di sini membuat Agatha dan kedua sahabatnya tidak kesulitan untuk menemukan keberadaan mereka. Langkah kaki mereka semakin cepat untuk menghampiri keduanya. Dan Agatha langsung duduk di antara Mark dan Elva dengan sengaja memisahkan keduanya. “Apakah kedatangan kami mengganggu?” “Sejujurnya sangat mengganggu, Nyonya Hunt!” sindir Mark yang dengan sengaja memanggil Agatha dengan sebutan seperti itu. Kesal dengan Agatha yang membuatnya duduk terpisah dengan kekasihnya. “Sepertinya kau tidak senang dengan kedatangan kami, Mark?” tanya Callista yang kini sudah duduk di samping Mark. “”Tentu saja, kalian tidak pernah membiarkanku hanya berdua saja dengan Elva!” keluh Mark, namun sebenarnya ia tidak benar-benar mempermasalahkan hal tersebut. “Mark, karena kau satu-satunya pria yang ada di sini, itu artinya kau harus mentraktir kami. Aku belum sarapan di rumah dan aku akan segera memesan makanan sekarang!” ujar Callista tanpa tahu malu dan langsung pergi untuk memesan makanan yang diinginkannya. Mark hanya diam dan mendengus saja, berbeda dengan Elva yang tertawa kecil melihat tingkah Callista yang seenaknya. Juga Agatha dan Fahima yang hanya geleng-geleng kepala melihat kepergian Callista.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN