Pernikahan Agatha

2035 Kata
Jonathan membawa kabur wanita bernama lengkap Jessica Rose, kekasih gelapnya di belakang Agatha selama ini. Ia harus sangat berhati-hati ketika membawa Jessica keluar dari area gedung tempat pernikahan akan dilaksanakan. Beruntung Jessica yang telah mengenakan jasnya membuat orang-orang yang melihatnya tidak menyadari jika ia adalah pengantin yang melarikan diri. “Jessica, cepat naiklah!” titah Jonathan setelah ia berhasil naik ke motornya. Tanpa bertele-tele, Jessica langsung menaiki jok belakang motor dengan tergesa-gesa karena takut jika pelariannya diketahui oleh orang lain. Jessica takut, sangat ketakutan. Hampir saja dirinya terjebak dalam sebuah pernikahan yang sama sekali tidak diinginkan. Wanita yang seharusnya melepas masa lajangnya hari ini tersebut melingkarkan tangannya pada tubuh pria yang mengendarai motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Dengan lirih Jessica berkata tepat di samping telinga Jonathan. “John, apa menurutmu wanita itu akan baik-baik saja?” Perkataan tersebut membuat Jonathan menatap jalanan dengan kosong. Ia tidak tahu apakah Agatha akan baik-baik saja atau tidak. Hatinya merasakan sakit yang luar biasa ketika menyadari bahwa dirinya telah menyakiti Agatha, sosok yang teramat ia sayangi. Sosok wanita yang telah ia pacari dalam jangka waktu dua tahun ke belakang. Setetes air mata jatuh di masing-masing pipi Jonathan, ia tahu jika dirinya telah menjadi pria b******k bagi Agatha. Namun, apa daya. Sekarang ia bukan lagi Jonathan yang mencintai Agatha seperti dua tahun yang lalu ketika ia menyatakan cinta dan meminta Agatha untuk menjadi kekasihnya. Jonathan yang sekarang adalah Jonathan yang jatuh cinta kepada sosok adik dari sahabatnya. Ia tidak bisa membiarkan Jessica menikah dengan orang lain apalagi karena terpaksa. Ya, seharusnya bukan Jessica yang menjadi pengantin dalam pernikahan yang akan diselenggarakan hari ini. Sosok pengantin yang sebenarnya adalah Emily Rose, yang merupakan kakak kandung dari Jessica. Namun, Emily melarikan diri tepat tadi malam. Wanita itu melarikan diri dengan kekasih gelapnya yang merupakan ayah kandung dari janin yang tengah mendiami rahim Emily. Dan hal tersebut membuat Jessica dipaksa menjadi korban dengan menggantikan sosok kakaknya sendiri dalam pernikahan. Jonathan merasa beruntung, sebelum benar-benar kabur Emily menghubunginya dan mengatakan bahwa dirinya akan pergi jauh. Wanita yang tengah hamil muda tersebut juga memberi tahu jika adiknya yang akan menggantikan posisinya. Dengan begitu, Jonathan dapat menyelamatkan Jessica ... walau ia pun harus mengorbankan Agatha di waktu yang bersamaan. Helaan napas lega terdengar ketika Jonathan telah berhasil membawa masuk motor yang dikendarainya di halaman rumahnya. Ia langsung turun dan memeluk Jessica saat itu juga. Tidak dapat dipungkiri jika hatinya sangat mencintai Jessica melebihi apa pun, untuk saat ini. Jonathan tidak akan sanggup untuk menerima kabar pernikahan Jessica dengan pria lain jika benar-benar terjadi. Keduanya lantas saling melepaskan pelukan dan bersitatap. Jessica tak kuasa menahan tangis, rasa takut dan cemasnya telah usai. “Aku, aku sangat senang kau menyelamatkanku, John.” “Apa pun untukmu, Jessica. Apa pun.” Keduanya saling melempar senyum dan kembali berpelukan, melupakan fakta jika mereka telah menempatkan seseorang dalam bahaya. *** Sedangkan di tempatnya, atau lebih tepatnya di dalam rumah berwarna putih yang ada di samping gedung pernikahan. Agatha duduk termenung seraya menatap wajahnya sendiri dari pantulan cermin. Riasannya tidak rusak sama sekali walaupun ia sudah menangis. Sepertinya Lyn menggunakan bahan-bahan yang berkualitas dan tahan air untuk merias wajahnya. Hingga walaupun telah dibanjiri air mata, riasan wajahnya tidak berubah sama sekali. Kecuali matanya yang terlihat sembab tak bisa ditutupi. Agatha tertawa miris di dalam hatinya. Sekarang dirinya terdampar di sebuah pernikahan yang mana hal tersebut disebabkan karena kekasihnya sendiri yang meminta. Atau, lebih pantas untuk dikatakan sebagai mantan kekasih. Mulai sejak tadi ketika Jonathan memintanya untuk menggantikan posisi wanita lain, maka sejak itu Agatha menganggap jika dirinya dan Jonathan tidak lagi memiliki hubungan apa pun. Semuanya telah berakhir, sama seperti hidupnya yang Agatha rasakan akan berakhir lebih cepat dari waktu yang seharusnya. Masih tidak menyangka jika Jonathan bisa melakukan ini semua. Ia pun tidak pernah terpikir sama sekali jika Jonathan mampu berselingkuh di belakangnya. Jadi, Jonathan yang terlalu pandai bermain peran, atau justru dirinya yang terlalu bodoh? Rasanya sakit, sakit sekali! Bahkan Agatha ingin menancapkan pisau di dadanya agar sakit di hatinya tidak lagi terasa. Bagaimana cara Jonathan menatap wanita lain yang diakuinya sebagai kekasih, bagaimana cara mereka berciuman, dan bagaimana mereka melarikan diri bersama tidak dapat hilang dari kepalanya. Setiap adegannya begitu terngiang di kepala Agatha lagi dan lagi. Hal tersebut membuat air mata yang sempat mengering kembali jatuh. Agatha juga menjatuhkan wajahnya pada meja rias yang ada di sini. Ia kembali menangis, menangisi nasibnya yang sangat malang. Ia baru saja kehilangan Fred dan Elena, dan sekarang ia harus kehilangan Jonathan juga. Brukkk! Agatha menegakkan tubuhnya ketika mendengar pintu terbuka dengan kasar. Ia mengusap air matanya dengan kasar. Sekarang ia merasa takut akan reaksi seseorang yang ia pastikan sedang berjalan mendekat ke arahnya setelah tahu jika sosok pengantin wanita sudah berganti. Bagaimana jika seseorang itu marah dan menghakimi Agatha? Tapi sepertinya itu lebih baik daripada Agatha harus menikah dengan orang asing yang sampai sekarang masih belum ia ketahui namanya. “Nona Jessica, cepatlah bergegas. Proses pemberkatan akan segera dilangsungkan. Kuharap kau tidak akan membuat kekacauan.” Suara bariton yang tegas terdengar membuat Agatha menegang. Sekarang ia benar-benar ketakutan hingga tidak bisa mengendalikan getaran tubuhnya yang menjalar dari ujung kepala hingga ujung kaki. Agatha menggenggam tangannya sendiri dengan erat seraya mencoba untuk berbalik dengan perlahan. Belum berani untuk mendongak, Agatha lebih memilih untuk menatap kaki berwarna hitam mengkilap yang dikenakan oleh pria yang mendatanginya. Namun, Agatha langsung mendongak ketika mendengar pria itu menyebutkan namanya dengan nada yang sangat kaget. “AgathaI” pekiknya seraya memundurkan langkah. Tak kalah terkejut, Agatha pun terpekik kaget ketika melihat seseorang yang berada di hadapannya. “Hans?!” Tubuh Agatha langsung berdiri dengan sendirinya. Menatap kaget pada sosok anak buah dari pria sombong yang telah membunuh ayah dan ibu angkatnya. Otak Agatha langsung menyimpulkan sesuatu. Jika yang menjemput pengantin wanita ke sini adalah seseorang yang bernama Hans Parighi, jangan katakan kalau mempelai prianya adalah ... James? Agatha langsung menggelengkan kepalanya, ia tidak mau jika harus menikah dengan pria yang telah membunuh kedua orang tuanya. Agatha langsung berlari dan hendak melewati tubuh Hans untuk kabur, tetapi dengan mudah sebelah tangan Hans menangkapnya. Hal tersebut sontak saja membuat Agatha memberontak. “Tidak! Aku tidak mau menikah dengan bosmu! Lepaskan aku Hans! Lepaskan aku!” Teriakan Agatha tidak membuat Hans berniat untuk melepaskannya. Pria itu justru menyeret tubuh Agatha agar kembali duduk. Walau dengan tangis yang kembali membanjiri wajahnya, Agatha menurut untuk duduk. Jika ia melawan pun maka tak akan ada kemenangan atas dirinya. “Kenapa kau bisa berada di sini dan memakai pakaian pengantin? Dan di mana Jessica? Seharusnya wanita itu yang berpakaian seperti ini di sini!” cerca Hans dengan keheranan. Lalu ia melihat gaun mewah yang tergeletak di atas lantai begitu saja seolah-olah gaun tersebut bukan tumpukan kain yang berharga mahal. “Aku dipaksa kekasihku untuk menggantikan wanita itu dalam pernikahan hari ini. Mereka pergi bersama,” ungkap Agatha dengan derai air mata, berharap jika Hans akan iba melihat keadaannya dan membantunya untuk pergi dari sini. Perkataan Agatha sontak saja membuat Hans tercengang. “Kekasihmu? Lantas mengapa ia menukar kekasihnya sendiri dengan wanita lain?” “Karena wanita itu juga kekasihnya!” teriak Agatha dengan frustrasi. Hans menghembuskan napas gusar seraya mengusap wajahnya kasar. Lalu ia kembali menatap Agatha. “Ya sudah, ayo kita pergi ke tempat pernikahan akan dilangsungkan. Aku yakin jika Tuan tidak akan keberatan karena pengantin wanitanya telah berganti. Agatha berdiri seraya berkata, “Apakah mempelai prianya adalah James?” Pertanyaan tersebut tidak dijawab oleh Hans. Pria itu juga tidak mengelaknya. Dari sana Agatha simpulkan jika yang akan menikahinya adalah sosok pembunuh Fred dan Elena. Langsung saja Agatha menggelengkan kepalanya dengan tegas. “Tidak! Aku tidak mau menikah dengan pria yang telah membunuh orang tuaku! Aku tidak mau Hans! Tolong mengertilah, bantu aku pergi dari sini, kumohon.” Tidak tanggung-tanggung dalam memohon, Agatha langsung berlutut di bawah kaki Hans, mengharap belas kasihan dari pria itu. Namun, ternyata itu tidak berarti apa-apa. Hans mengangkat tubuhnya dan memegang kedua bahu Agatha. “Aku tidak bisa melakukannya. Kau telah berada di sini untuk menggantikan Jessica. Itu artinya kau harus menikah dengan Tuan James.” “Tidak Hans, kumohon. Bagaimana bisa seorang anak menikah dengan seorang pembunuh yang telah membunuh orang tuanya? Apa kau pikir itu adil untuk mendiang kedua orang tuaku?” lirih Agatha lagi, masih berusaha untuk membujuk Hans agar pria itu bersimpati padanya. “Aku tidak bisa mengkhianati tuanku untuk menolongmu, Agatha. Maafkan aku. Sekarang ikutlah denganku.” Tanpa basa-basi lagi Hans langsung menarik paksa pergelangan tangan Agatha. “Tidak! Hans aku tidak mau!” teriak Agatha seraya memberontak. Namun, usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil. Seberapa banyak tenaga yang ia kerahkan pada akhirnya tubuhnya tetap terseret untuk mengikuti langkah kaki panjang Hans yang enggan berhenti. “Diamlah!” geram Hans ketika mereka akan menaiki tangga untuk menuju pintu masuk gedung. Tidak hanya itu, Hans juga menghapus air mata Agatha dengan kasar. Tidak mungkin seorang pengantin memasuki gedung pernikahan dengan tangisan pilu. “Tidak! Aku tidak mau! Lepaskan aku!” teriak Agatha lagi. Hans menggeram marah dibuatnya, dengan kasar ia melepaskan tangan Agatha seraya berkata, “Pergilah, jika kau ingin kekasihmu yang membawa kabur Jessica itu mati di tangan Tuan James, seperti ayah dan ibumu.” Ucapan yang dilontarkan oleh Hans dengan nada dingin tersebut berhasil membuat Agatha bungkam dan terdiam. Walau hatinya sudah disakiti sedalam ini, Agatha tetap tidak mau jika sampai terjadi sesuatu pada mantan kekasihnya tersebut. Dengan perlahan, Agatha menghapus air mata di wajahnya. Ia tidak tahu apakah riasan wajahnya masih terlihat bagus untuk dipandang atau tidak. Dan Agatha juga tidak peduli jika sekarang ia terlihat mengerikan, karena pernikahan kali ini adalah sebuah ketidakberuntungan. Jadi, Agatha tidak perlu tampil baik. Apa yang dilakukan Agatha membuat Hans tersenyum tipis, ternyata ancamannya berhasil. “Sekarang gandeng tanganku, dan bersikaplah layaknya pengantin yang bahagia.” Tidak lagi berani menolak, Agatha langsung melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Hans. Ia pun menurut ketika pria itu membawanya untuk kembali melangkah menaiki satu persatu anak tangga hingga mereka telah berdiri di hadapan pintu masuk yang telah terbuka lebar. Hal tersebut membuat Agatha dapat melihat apa yang ada di dalam gedung. Dekorasi yang sangat indah dengan d******i warna putih dam biru. Jajaran tamu yang duduk rapi di kursi tamu undangan yang disusun dengan rapi. Dan, yang paling mencuri perhatian Agatha tentu saja adalah sosok pria yang telah berdiri dengan seorang pendeta di atas altar. James Hunt, pria itu menatap ke arahnya dengan tatapan santai. Tidak ada sorot keterkejutan sama sekali melihat calon istrinya telah berganti. Agatha menoleh pada Hans, pria itu memberikan senyum yang manis dan menenangkan. Sepertinya itu hanya pencitraan mengingat jika mereka telah disorot oleh banyak mata tamu undangan. Hans menganggukkan kepalanya ke arah Agatha dan kembali membawa Agatha untuk melangkah menuju ke atas altar. Setiap tarikan napasnya, Agatha merasa pasokan udaranya semakin menipis hingga membuatnya merasa sesak. Tubuhnya pun semakin gemetar, dan hal tersebut tidak dapat disembunyikan. Namun, seseorang akan menganggapnya wajar dan menganggap jika Agatha merasa gugup. Agatha menelan ludah dengan kasar ketika tubuhnya semakin dekat dengan altar, jelas sekali jika James menatapnya dengan lekat. Hal tersebut membuat Agatha merasa takut. Hingga ketika Hans melepaskan tangannya dan membuat tubuh Agatha dan James berhadapan. Agatha benar-benar merasa jika ia kesulitan bernapas. Sebelum meninggalkan Agatha di atas altar, Hans membisikkan sesuatu tepat di samping telinga James. Pria itu hanya bergeming dan mengangguk singkat. Setelah itu, Hans juga membisikkan sesuatu kepada pendeta yang langsung diangguki oleh sang pendeta. Barulah Hans turun dari atas altar dan duduk di kursi yang posisinya paling depan. Ia ingin melihat dengan jelas bagaimana penyatuan dua insan di hadapan Tuhan. Sedangkan Agatha, wanita tersebut sulit mengendalikan napasnya. Juga enggan untuk mengangkat wajahnya. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Dan semua yang dilakukan olehnya cukup menjabarkan bagaimana kondisinya saat ini. “Angkat wajahmu,” desis James dengan pelan. Nadanya terkesan tajam, namun bibirnya menyunggingkan senyum. Hal tersebut terlihat menyeramkan. Degan gerakan yang sangat pelan, Agatha mengangkat wajahnya dan menatap pria sombong yang pernah hampir menyerempetnya dengan mobil mewah, juga pria yang telah menembak kedua orang tuanya di depan matanya sendiri. Agatha merasa jika takdir tengah mempermainkannya dengan membuatnya harus menikah dengan seorang pria jahat. Kesalahan apa yang telah diperbuatnya hingga Tuhan menghukumnya separah ini? “Apa kalian sudah siap melakukan pemberkatan pernikahan?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN