Menjadi Pengantin Pengganti

1931 Kata
Selama perjalanan menuju tempat pernikahan teman Jonathan, Agatha benar-benar merasa kesulitan. Pasalnya, mereka menunggangi sepeda motor sedangkan Agatha sudah mengenakan gaun pilihan Jonathan. Belum lagi Agatha harus menjaga agar bulu mata palsu yang dikenakan olehnya tidak rusak karena terus bergoyang ketika diterpa angin. Helaan napas Agatha terdengar ketika motor yang dikendarai oleh kekasihnya berhenti, sekarang ia langsung turun dari motor dan menatap bangunan megah di hadapannya yang telah didekorasi dengan sedemikian indah. Bukannya senang melihat hal seindah itu, Agatha justru merasa sedih. Pupus sudah harapannya mengenai kebenaran dugaan Lyn yang mengatakan jika Jonathan akan memberikan kejutan untuk menikahi Agatha hari ini. Dekorasi pesta dari luar gedung saja sudah sangat mewah, Agatha tahu jika finansial Jonathan tidak akan cukup untuk membayar ini semua. Jadi, sudah dapat dipastikan bila perkiraan Lyn hanya angan-angan belaka bagi Agatha. Walau sedikit merasa kecewa karena harapannya meleset, Agatha tetap menunjukkan senyum cantiknya kepada Jonathan. Ia tidak ingin kekecewaan yang dirasakan olehnya akan berpengaruh terhadap suasana hati Jonathan. Tanpa dipaksa, bibirnya tersungging manis membentuk bulan sabit yang akan membuat siapa saja terpesona melihatnya. “Tempatnya sangat indah, aku tidak menyangkal jika kau memiliki teman yang kaya raya,” puji Agatha dengan mata berbinar. Jika diperhatikan lebih dalam, tidak ada sorot semangat ataupun kebahagiaan dalam diri Jonathan. Justru sebaliknya, pria itu tampak lesu dan tak bertenaga. Suasana hatinya juga terlihat buruk, walaupun penampilannya sangat rapi tetapi matanya terlihat kacau. Jonathan terlihat seperti seseorang yang memiliki beban besar yang tengah ditanggungnya. “John, mengapa kau tidak terlihat baik-baik saja?” tanya Agatha dengan cemas. Ia merasa yakin jika dirinya tidak salah dalam membaca keadaan Jonathan. Semua itu tampak jelas dari pandangan mata dan bahasa tubuh yang ditunjukkan oleh Jonathan. “Tidak, aku baik-baik saja.” Agatha mencoba untuk percaya, mungkin Jonathan sedang merasa lelah atau sedang tidak ingin menghadiri sebuah pesta. Bisa saja Jonathan terpaksa datang ke sini karena telanjur diundang bukan? “Ya sudah, ayo kita masuk!” ajak Agatha, ketika ia hendak menarik tangan Jonathan, kekasihnya itu justru menarik tangan Agatha terlebih dahulu dan memeluk tubuh Agatha dengan erat. Bahkan Agatha merasa kaget karena hal tersebut. “John! Apa yang kau lakukan!” Kedua tangan Agatha mendorong paksa tubuh Jonathan agar pelukan di antara mereka terlepas. Pipi Agatha memerah, untung saja Lyn sudah memakaikan blush on ke pipinya hingga rona merah alami yang muncul di pipinya tidak terlihat. Agatha mengernyit ketika melihat cara Jonathan menatap. Pria itu memberikan tatapan penuh kesedihan dan ... cemas. Apalagi ketika tangan Jonathan mulai membingkai wajahnya dan pria itu berkata, “Agatha, aku sangat menyayangimu. Apa kau percaya itu?” Sempat terdiam beberapa saat, Agatha sedang berusaha memahami keadaan Jonathan saat ini. Jelas pria itu terlihat berbeda, tidak seperti biasanya. Dan mengapa Jonathan mengatakan hal demikian sekarang? Apakah perlu pria itu mengutarakan perasaannya sekarang? “Kenapa kau mengatakan itu semua, John? Kau berkata seolah-olah sesuatu akan terjadi?” “Apa pun yang terjadi, percayalah bahwa aku sangat menyayangimu. Ingat Agatha, apa pun yang terjadi.” Meski merasa aneh, tak ayal Agatha tetap mengangguk. “Ya sudah, ayo sekarang kita masuk ke dalam. Sepertinya acara akan segera dimulai, aku ingin melihat bagaimana proses pemberkatan pernikahan berlangsung.” Lagi-lagi Jonathan menahan pergelangan tangannya, tetapi kali ini tidak menarik Agatha ke dalam sebuah pelukan. Jonathan melemparkan senyum yang penuh kelembutan dan kasih sayang. “Honey, kita tidak akan masuk ke sana dulu. Tapi ke sana.” Agatha mengikuti arah telunjuk Jonathan yang mengarah ke sebuah rumah yang berada di samping gedung. Rumah tersebut masih bagian dari gedung, biasanya rumah seperti itu digunakan untuk persiapan pernikahan seperti dijadikan ruangan untuk merias pengantin. Pertanyaan yang ada dalam benak Agatha sekarang adalah, untuk apa mereka pergi ke sana? “Kenapa ke sana? Bukankah pernikahan pasti dilaksanakan di dalam gedung?” Jonathan menjilat bibir bagian bawahnya singkat, lantas kembali melempar senyum tipis seraya menggenggam tangan Agatha. “Yang kukenal dalam pernikahan ini adalah mempelai wanitanya, jadi ayo kita temui dia sebelum acara dimulai.” Langsung mengerti, Agatha menganggukkan kepalanya antusias. Ia juga merasa penasaran akan bagaimana penampilan sang mempelai wanita yang akan menjadi tokoh utama dalam pesta pernikahan hari ini. Bukan apa-apa, Agatha hanya takut penampilannya yang menurutnya berlebihan akan mengalahkan sang mempelai. Jangan sampai para tamu kebingungan untuk menentukan yang mana mempelai yang sebenarnya. Keduanya lantas berjalan sambil bergandengan tangan melewati area taman untuk sampai ke sebuah rumah yang dominan dengan warna putih. Bukan hanya dominan, tapi sepertinya warna putih menjadi satu-satunya warna yang dimiliki rumah itu. Walau warnanya putih, tidak tampak sedikit pun noda di dinding. Perawatan untuk rumah yang harga sewa seharinya bisa untuk membeli motor ini pasti dilakukan dengan baik hingga debu saja tidak akan berani untuk menempel. “Calon suami temanmu pasti orang yang sangat kaya, temanmu sangat beruntung. Tapi aku pun tidak kalah beruntung karena mempunyai kekasih sepertimu,” ujar Agatha ketika mereka telah sampai di depan pintu. Ucapan yang dilontarkan olehnya hanya dibalas senyum tipis Jonathan, saking tipisnya Agatha jadi tidak yakin jika kekasihnya tersebut tersenyum. Namun, Agatha tidak mempermasalahkannya. Ia justru bersemangat untuk membuka pintu rumah tersebut. Dan ketika pintu itu terbuka, Agatha terperangah melihat sang mempelai wanita yang terlihat berantakan. Seorang wanita mengenakan gaun pernikahan yang sangat mewah, bahkan Agatha tidak tahu bagaimana cara mendeskripsikan keindahannya. Yang Agatha pastikan adalah, gaun itu sangat mahal. Sekarang Agatha tahu jika gaun yang dipakainya tidak sebanding dengan gaun pernikahan sang mempelai wanita. Namun, bukan itu yang membuat Agatha terperangah. Melainkan keadaan wanita itu yang mengenaskan. Rambutnya yang telah disanggul mencuat ke mana-mana. Dan parahnya, riasan wajah yang sangat berantakan dan rusak oleh air mata. Bagaimana wanita itu akan naik ke atas Altar jika keadaannya demikian? Agatha menoleh ke arah Jonathan, dan pria itu juga terdiam menatap ke dalam. Hingga satu detik kemudian Jonathan berlari seraya meneriakkan nama, “Jessica!” Tidak tanggung-tanggung, Jonathan langsung memeluk tubuh ramping wanita itu dengan erat. Agatha terdiam di tempatnya, mencoba untuk tidak cemburu melihat kejadian di depannya. Bukankah wanita itu adalah teman Jonathan? Jadi wajar saja bila Jonathan merasa terkejut akan keadaan wanita itu. Ketika keduanya masih saling berpelukan, Agatha berjalan masuk ke dalam. Ternyata, rumah ini tidak seindah yang terlihat dari luar. Isinya sangat berantakan. Agatha jadi curiga jika ini ulah sang mempelai wanita. Apakah wanita itu menikah karena terpaksa? Agatha yakin itu alasannya. Karena jika bukan bagaimana bisa pengantin tersebut sampai mengacau seperti ini? Tidak ada orang lain selain mereka bertiga, dan Agatha cukup merasa heran karena itu. Biasanya, pengantin wanita akan didampingi oleh satu atau dua orang sebelum naik ke atas altar. Ketika pelukan Jonathan dan pengantin wanita sudah usai, Agatha mencoba untuk mendekati keduanya dan duduk di samping wanita itu. “Kau baik-baik saja?” Pertanyaan yang Agatha lontarkan tidak direspons oleh siapa pun. Jonathan dan wanita itu sibuk berdua. Agatha merasa heran dan jengkel dalam waktu bersamaan ketika kedua telapak tangan Jonathan membingkai wajah wanita lain di depan matanya. Dan Agatha melotot tak percaya ketika melihat Jonathan yang mencium bibir sang pengantin wanita secara terang-terangan juga di depan matanya. “JOHN! Apa yang kalian lakukan?” Tanpa aba-aba Agatha memisahkan mereka. Matanya menatap nyalang ke arah Jonathan. Perlakuan mereka tidak bisa dimaklumi, Agatha menerima jika Jonathan memeluk wanita yang diakuinya sebagai teman itu. Tapi mencium bibir? Agatha tidak bisa mentolerir. “Agatha, dengarkan aku.” Jonathan berdiri, membawa serta wanita yang berada di sampingnya berdiri. Dan Agatha menatap keduanya secara bergantian dengan napas terengah-engah. Pemikiran-pemikiran buruk mulai berkeliaran di dalam otaknya. “Apa?” Jonathan menggenggam erat tangan si pengantin wanita, dan Agatha melihat itu dengan pandangan tidak suka. Jelas saja ia merasa sangat cemburu dengan apa yang dilakukan oleh kekasihnya tersebut. Lalu Agatha kembali menaikkan pandangannya ke arah mata Jonathan dan menunggu kalimat yang akan dilontarkan oleh kekasihnya tersebut. “Maafkan aku, tapi aku mohon, Agatha, menikahlah hari ini dan gantikan posisi Jessica.” Bagaikan disambar petir di siang bolong. Agatha mematung setelah mendengar permintaan yang dilontarkan oleh Jonathan, kekasihnya sendiri. Jadi pria itu menginginkan agar dirinya mengganti posisi wanita bernama Jessica? Apa itu alasan kenapa Jonathan membawanya ke salon dan kukuh memilihkan gaun untuknya? Agatha menatap tidak percaya ke arah Jonathan, dengan lemah ia bertanya, “Siapa wanita ini?” Sebelum menjawab, Jonathan mempererat genggaman tangannya kepada Jessica dan merapatkan tubuh mereka. Lalu ia menjawab, “Dia kekasihku.” Bagaikan jatuh tertimpa tangga, Agatha tercengang dengan pengakuan dari Jonathan. Jadi selama ini dirinya telah dikhianati. Atau justru selama ini Agatha yang menjadi selingkuhan? “Di antara aku dan wanita ini, siapa yang menjadi selingkuhan?” tanya Agatha dengan getir. Perlahan Jonathan melepaskan tangan Jessica, lalu pria itu maju tepat ke hadapan Agatha. Lantas kedua tangannya bertengger di bahu Agatha. Tatapan penyesalan dan kesedihan yang bercampur dengan kecemasan tampak dari kedua mata Jonathan. Bahkan kedua matanya berkaca-kaca. “Kau yang pertama Agatha, dan kemudian aku berselingkuh dengan Jessica. Maafkan aku, kumohon maafkan aku. Tapi aku juga memohon padamu, bisakah kau membantuku kali ini? Gantikan posisi Jessica dalam pernikahan. Aku tidak ingin dia menikah dengan orang lain—“ “Dan kau ingin aku menikah dengan orang lain, begitu?” sela Agatha dengan tajam. Matanya tidak kalah berkaca-kaca dan siap untuk mengeluarkan banyak air mata. Tidak ada pembelaan yang diucapkan oleh Jonathan membuat Agatha dengan segera mendorong kuat d**a Jonathan hingga pria tersebut mundur beberapa langkah. Agatha tertawa miris menghadapi kenyataan ini. Jangan ditanya seberapa sakit perasaan Agatha sekarang. Karena Agatha tidak bisa menggambarkannya dengan apa pun. Sakitnya benar-benar terasa hingga melemahkan kedua kakinya. Jonathan yang selalu ia agungkan sebagai kekasih yang baik bisa berbuat seperti ini padanya. “Agatha, bukankah selama ini aku selalu membantumu? Kuharap kau bisa membalasnya dengan mau menggantikan posisi Jessica.” Agatha memejamkan matanya setelah mendengar itu semua. Jadi selama ini Jonathan tidak tulus membantunya? Dan pria itu tidak sungguh-sungguh menyayanginya? Hatinya berdenyut nyeri mendapati fakta mengejutkan ini. Agatha kembali membuka matanya dan menatap Jessica yang sedari tadi menangis. “Apa kau mencintai wanita ini?” tanya Agatha, masih enggan untuk menyebut nama Jessica. Rasanya lidahnya kelu dan enggan untuk menyebutnya. Jonathan mengangguk lemah. Air mata Agatha berjatuhan perlahan setelah melihatnya. Lalu ia mendudukkan dirinya di kursi yang tadi diduduki oleh Jessica. “Pergilah.” Jonathan tertegun mendengar penuturan Agatha. Ia langsung berlutut di hadapan Agatha. “Kau menyetujuinya?” Jonathan pikir Agatha akan menolaknya, jika hal seperti itu yang terjadi pun maka Jonathan akan tetap memaksa. Namun, ternyata Agatha memilih untuk pasrah begitu saja. “Bukankah kau bilang aku harus membalas budi padamu?” Jonathan menitikkan air mata seraya hendak memeluk kekasihnya untuk terakhir kalinya. Namun, hal tersebut tidak dapat dilakukan karena Agatha langsung mendorong tubuh Jonathan, ia enggan untuk mengukir kenangan lebih banyak lagi bersama Jonathan setelah apa yang telah pria itu lakukan. “AKU BILANG PERGILAH!!!” Teriakan Agatha membuat Jonathan mengangguk, dengan segera ia berdiri dan menghampiri Jessica. Sebelum pergi, Jessica melepaskan gaun yang dikenakan olehnya dan menutupi tubuhnya dengan jas hitam yang sebelumnya dipakai oleh Jonathan. Langsung keduanya berjalan beriringan ke luar. Sebelum menutup pintu, Jonathan melihat ke arah Agatha untuk terakhir kalinya. Dengan sendu ia berkata, “Agatha, terima kasih.” Dan ... pintu pun akhirnya tertutup. Tepat saat itu terjadi Agatha langsung menangis sejadi-jadinya. Tidak menyangka jika Jonathan yang selama ini bersikap sebagai orang yang sangat menyayangi dan mengasihinya bisa melakukan hal seperti ini. Agatha menutupi wajahnya dengan tangan, lalu kemudian menggunakan tangannya untuk memukul-mukul dadanya sendiri yang merasakan sakit. “Ke—kenapa John? Kenapa kau tega?” lirihnya. Apa yang terjadi terlalu mengejutkan Agatha, jika saja ia bisa memilih maka dirinya akan lebih memilih untuk terkena serangan jantung lalu meninggal. Daripada ia harus menghadapi kenyataan jika kekasihnya sendiri menjadikan dirinya sebagai korban untuk kisah cinta kekasihnya dengan wanita lain.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN