Tubuh Agatha bergetar hebat saat sebuah peluru melewati lehernya, tepat satu sentimeter dari kulit lehernya. Jika Agatha bergerak sedikit saja maka bisa dipastikan bahwa peluru itu akan bersarang di tenggorokannya. Detak jantung Agatha bergerak tiga kali lebih cepat dari biasanya, tetapi bukan karena jatuh cinta seperti yang banyak orang rasakan.
Yang dirasakannya kini adalah perasaan takut pada sosok manusia berhati iblis yang berstatus sebagai suaminya. Kakinya terasa tidak kuat lagi untuk menopang beban tubuhnya, hingga tubuhnya secara perlahan mulai luruh kembali ke lantai dan duduk di samping buku yang tadi diambilnya.
Agatha tidak bisa merasakan dinginnya lantai karena tubuhnya sendiri sudah dingin sebagai buah dari ketakutan yang ia rasakan. Tatapan matanya kosong menatap ke arah lantai, tagannya terkulai lemas tak bisa merasakan emosi apa-apa. Ia benar-benar takut, sekarang Agatha sadar jika pria yang ia nikahi adalah seorang manusia berhati iblis. Tidak ada rasa kasihan atau kemanusiaan dalam hatinya.
James Hunt merupakan pria yang tidak seperti manusia!
Bayangan mengenai hari di mana Fred dan Elena tewas kembali terngiang jelas dalam ingatannya hingga Agatha lagi-lagi meneteskan air matanya. Tubuhnya semakin bergetar ketika air mata mulai berjatuhan di pipinya. Tubuhnya meringkuk ketakutan dengan apa yang baru saja terjadi.
James yang melihat hal tersebut justru tersenyum miring, berhasil menakuti wanita yang telah resmi menjadi istrinya. Tidak ada raut penyesalan di wajahnya, justru James merasa senang melihatnya. Ia tidak ingin mempunyai istri yang berani membangkang padanya. Apalagi jika istrinya tersebut merupakan Agatha Claire, anak dari sepasang lansia yang berhutang banyak padanya.
Tangannya kembali memasukkan pistol yang tadi digunakannya untuk menembak ke sela pinggangnya. James memang selalu membawa pistol ke mana pun ia pergi, bahkan ketika pria itu berada di dalam rumah. Karena baginya, bahaya bisa datang di mana saja. Walau mungkin dirinya lebih sering menciptakan momen berbahaya bagi orang lain daripada terjebak dalam kebahayaan.
“Apa kau merasa takut? Bukankah kau sendiri yang mengatakan padaku bahwa lebih baik bagimu untuk mati daripada hidup denganku?” James bertanya dengan nada penuh cemoohan. Tak lupa ia juga membawa raganya untuk mendekat ke arah istrinya yang masih meringkuk ketakutan dalam tatapan kosong.
Wanita itu terlalu sombong jika berani menantangnya. Hanya karena sekarang Agatha berstatus sebagai istrinya, tak membuat wanita itu istimewa di mata James. Semuanya masih tetap sama, Agatha adalah anak dari Fred dan Elena yang sangat James benci hingga ke ulu hati.
Sedangkan Agatha, wanita itu terdiam. Ia memang berpikir jika mati akan lebih baik baginya daripada hidup dengan pria semacam James. Tapi jika ia dihadapkan pada kematian dengan cara yang seperti itu maka Agatha merasa takut. Tidak bisakah kematian datang padanya dengan cara yang lebih halus dan baik?
Kini James tengah berjongkok di hadapan Agatha yang sedang ketakutan. Di matanya, wanita itu tak ubah layaknya sebuah rusa yang telah ada dalam kungkungan seekor harimau yang lapar dan buas. Tidak berdaya.
Tanpa perasaan, James menggunakan tangannya untuk membingkai dagu Agatha dengan cara yang kasar dan tak ada kelembutan sama sekali yang tercipta. Membuat bingkai tangannya tersebut menjadi sebuah rantai emas berlapis api yang siap membelenggu dan menyakiti siapa pun.
Wajah Agatha mendongak dibuatnya, kedua pipinya yang ditekan membuat mulutnya maju dan membentuk huruf o, tetapi Agatha tidak berani untuk memberontak dan melawan.
“Aku bisa saja membuatmu mati detik ini juga. Tapi ... tugasmu belum selesai. Kau harus menjadi istriku yang tampak bahagia dan bergelimang harta. Aku akan memamerkan dirimu ke hadapan publik sebagai wanita paling beruntung di dunia. Kau akan menjadi wanita yang paling disorot, sebagai istri dari James Hunt.”
Agatha menatap suaminya tersebut dengan mata berair. Ingin rasanya ia meludahi wajah pria sombong tersebut. Namun, ia hanya bisa memendam keinginannya tersebut. Wanita paling beruntung katanya? Padahal Agatha berpikir sebaliknya. Sekarang ia adalah wanita paling malang karena menikah dengan manusia semacam James.
Dan ini semua gara-gara Jonathan! Ingin rasanya Agatha membalas semua perbuatan Jonathan padanya. Ia ingin membuat pria yang sialnya masih sangat ia cintai tersebut menyesal hingga bersujud di bawah kakinya. Ia ingin semua air mata dan rasa sakit yang sekarang ia terima turut dirasakan oleh Jonathan, bahkan pria itu layak untuk mendapatkan sesuatu yang lebih buruk dari ini.
Tubuh Agatha meremang ketika James menghapus air matanya dengan gerakan yang sangat lembut. Mungkin hal tersebut terlihat romantis jika saja bukan James yang melakukan. Tetapi jika yang melakukan hal tersebut adalah James, justru Agatha merasa berada dalam sebuah keadaan yang membahayakan.
“Simpan air matamu ini, sekarang kau adalah istriku. Kau harus tampil sebagai wanita yang paling bahagia di dunia karena aku ingin Emily melihat betapa bahagianya dirimu menjadi istriku. Aku ingin dia menyesal karena telah meninggalkanku,” ucap James dengan nada lembut, dengan sisipan tanda bahaya yang Agatha tangkap.
“Jadi kau ingin membuat Emily menyesal karena telah meninggalkanmu?” Agatha melepaskan bingkai tangan James di wajahnya. Ia mengerutkan keningnya untuk mendukung pertanyaannya.
“Tentu saja, apa kau berpikir aku akan membiarkan wanita yang telah meninggalkanku tenang begitu saja? Aku tidak bisa membalaskan rasa sakitku padanya dengan cara yang kasar karena aku masih sangat mencintainya. Aku hanya ingin bermain dan memberikan sedikit pengetahuan padanya bahwa menjadi wanitaku adalah sebuah keberuntungan.” James kembali bangkit setelah menyelesaikan kalimatnya.
Tubuh tingginya menjulang di hadapan Agatha yang masih saja mempertahankan posisinya. “Aku akan membuatnya menyesali apa yang telah dilakukan olehnya dengan menampilkan dirimu ke hadapan publik dalam balutan kemewahan yang aku punya. Maka dari itu, bertingkahlah bahagia meski kau tidak merasakannya sama sekali,” tukasnya.
James masih ingat dengan jelas jika Emily adalah wanita yang gemar untuk mengoleksi segala sesuatu yang menjadi standar kemewahan. Gaya hidupnya sangat tinggi apalagi wanita tersebut dikelilingi oleh banyak teman yang berasal dari kaum-kaum sosialita.
James merasa yakin jika nantinya Emily akan merasa iri dan menyesal melihat Agatha yang wara-wiri di televisi karena gaya hidupnya yang melangit dan taraf hidupnya yang tinggi. Dengan begitu, Emily akan menyadari jika wanita yang bisa menikah bersamanya adalah wanita yang paling beruntung. Dan Emily telah menyia-nyiakan keberuntungan tersebut.
Karena James yang berdiri, Agatha terpaksa mendongak untuk dapat melihat wajah suaminya tersebut. Dari matanya, Agatha menangkap sorot kekecewaan dan kesedihan. Dalam kasus yang terjadi di antara mereka, Agatha tidak bisa menyalahkan James. Karena mereka sama-sama berstatus sebagai korban.
James merupakan korban dari pengkhianatan Emily bersama selingkuhannya.
Dan Agatha merupakan korban dari pengkhianatan yang dilakukan oleh Jonathan dan Jessica.
Dan lagi, Agatha sangat sadar diri jika sekarang dirinya bisa berada di rumah ini dan menyandang status sebagai Nyonya Hunt karena ia sendiri yang memutuskan untuk menuruti kemauan Jonathan yang memintanya untuk menggantikan sosok Jessica di pelaminan. Walau ia melakukannya dengan terpaksa karena Jonathan yang mengungkit balas budi.
“Aku akan melakukan perlakuan dengan baik. Karena jika aku bahagia bersamamu, setidaknya aku berharap Jonathan akan melihatku dan dia bisa berpikir bahwa aku bisa bahagia dengan pria lain selain dirinya. Aku pun akan membuatnya menyesal karena telah memintaku pergi dari hidupnya,” tekad Agatha.
Jika James ingin bermain halus dengan Emily maka Agatha pun akan melakukan hal yang sama. Ia melihat ada kesempatan baginya untuk membalas perbuatan Jonathan dalam rencana yang disusun oleh James.
“Kekasihmu yang lemah dan miskin itu? Jika kau ingin, aku bisa membalaskan rasa sakitmu dengan cara yang lebih sadis. Aku bisa membuatnya berlutut di bawah kakimu,” ujar James seraya menarik tangan Agatha agar wanita itu berdiri dan menyetarainya. Cukup repot jika ia harus menunduk untuk mengobrol.
James menarik Agatha dan membawa wanita itu untuk duduk di sofa yang ada di sudut ruangan. Agatha seakan lupa akan tindakan kasar yang sudah James lakukan padanya, sekarang ia malah merasa jika James adalah rekan yang tepat untuknya membalaskan rasa sakit. Dengan mudahnya Agatha duduk di samping James tanpa beban dan rasa takut.
“Tidak. Sama sepertimu, aku pun tidak bisa menyakitinya dengan kasar, aku akan menanamkan rasa penyesalan dalam hatinya walau aku tidak akan yakin jika ia akan menyesal karena telah lebih memilih Jessica daripada diriku.” Agatha berujar penuh dendam, ia benar-benar kecewa dan sakit hati karena Jonathan. Ia hanya perlu menunggu waktu agar perasaan yang ada di hatinya untuk Jonathan berubah sepenuhnya menjadi perasaan benci yang berakar kuat dan beranak pinak agar ke depannya ia tidak akan tanggung-tanggung lagi dalam membalaskan rasa sakitnya.
“Sepertinya kau sangat mencintai Jonathan?”
“Sepertinya kau sangat mencintai Emily?” tanya Agatha membalas pertanyaan yang dilontarkan oleh James.
Lantas keduanya terdiam setelah mengucapkan pertanyaan serupa dari mulut mereka masing-masing. Terdiam dalam pikiran yang kembali membuat mereka tenggelam dalam rasa sakit yang tidak berkesudahan. Rasa sakit yang bila mereka selami maka akan membuat mereka merana seumur hidup.
“Agatha, bersikaplah menjadi istriku yang bahagia selama kau masih bersamaku,” pinta James tanpa ekspresi. Ia tahu jika untuk mencapai tujuannya maka ia harus bekerja sama dengan baik bersama Agatha.
Agatha menoleh. Sama seperti James yang berujar tanpa ada emosi apa pun yang terpancar dari wajahnya, Agatha pun menjawab, “Maka dari itu, kau pun harus bersikap sebagai suami yang baik untukku. Kita akan bertingkah layaknya pasangan yang bahagia di hadapan publik demi untuk membuat dua orang di luar sana menyesali perbuatan mereka.”
“Kalau begitu, aku setuju.”