Opie mengeong dengan kasar, seperti yang pernah Agatha pikirkan bahwa Opie bukanlah kucing yang menggemaskan. Dia bahkan sudah menghabiskan lima paha ayam yang mana seharusnya tiga di antaranya adalah jatah makan Agatha, Jonathan, dan Obie.
Setelah pulang dari kediaman Mark Thompson, Jonathan memutuskan untuk membawa Agatha menginap di rumahnya karena hari yang sudah terlalu larut. Jika ia tetap mengantar Agatha untuk pulang maka itu akan memakan waktu yang lebih lama lagi mengingat tempat tinggal Agatha lebih jauh.
Sejak kedatangan mereka, Obie dan Opie menyambut dengan riang, Tapi hal itu tidak membuat Jonathan senang. Menurutnya, akan lebih baik jika tidak ada yang menyambutnya sama sekali saat pulang ke rumah daripada disambut oleh Obie dan Opie.
Sampai sekarang Jonathan masih belum sepenuh hati mengizinkan mereka tinggal di rumahnya. Jika bukan karena bujukan Agatha maka kucing dan pemiliknya itu pasti sudah ia usir. Obie dan Opie harus berterima kasih padanya, karena jika Jonathan enggan untuk berbaik hati lagi maka mereka akan kembali menjadi gelandangan yang tak punya tempat untuk pulang. Kecuali jika mereka sudah merasa bosan hidup maka mereka bisa berpulang ke akhirat.
Opie yang sudah merasa kenyang kini menjilati bibirnya sendiri seolah-olah tengah merasakan sisa-sisa kenikmatan yang masih tertinggal. Jonathan kesal melihatnya, beruntung tadi ia memakan cukup banyak makanan di pesta jadi sekarang ia tidak perlu mempermasalahkan paha ayam yang dihabiskan oleh kucing abu-abu itu.
“OBIE! Bisakah kau bawa kucing ini ke kamarmu? Aku merasa terganggu melihatnya, jika perlu kau perban mulutnya agar dia berhenti mengoceh!”
Jonathan berada pada ambang batas kesabarannya. Ia merasa pusing karena terus mendengar suara Opie yang lagi-lagi mengeong. Sekarang sudah sangat malam, ia ingin beristirahat dan tertidur. Mengingat jika rumahnya bukanlah sebuah rumah mewah dan megah, maka di sudut mana pun kucing itu berada suaranya akan tetap terdengar.
Apalagi Jonathan yang kini akan tidur di ruang tamu karena kamarnya ditempati Agatha. Ingin rasanya ia menendang Opie sampai ke kutub Utara.
“Ada apa lagi? Kenapa kau tidak bisa berbaik hati pada Opie?” Pertanyaan muncul begitu saja saat Obie keluar dari kamar dengan wajah khas bangun tidur. Selepas menyambut kedatangan Jonathan dan Agatha tadi, Obie memang bergegas menuju kamarnya dan terlelap. Tapi kini ia harus terbangun karena panggilan tidak halus dari pemilik rumah.
“Kau tidur nyenyak di kamarku sedangkan aku tidak bisa tidur di sini karena kucingmu!” raung Jonathan kesal. Bisa-bisanya sebagai tuan rumah ia tidak nyaman berada di rumahnya sendiri. Sedangkan orang yang menumpang hidup di rumahnya terlelap dalam mimpi.
“Aku tidur di kamarku!”
“Ini rumahku, jadi setiap sudutnya milikku. Kau hanya menumpang!”
Obie tidak tersinggung sama sekali, ia justru tertawa seraya memangku Opie. “Baiklah, aku dan Opie akan tidur. Selamat malam, John!”
Obie kembali melangkah menuju kamarnya atau mungkin kamar Jonathan yang sementara waktu menjadi kamarnya. Ia berpasangan dengan Agatha, wanita itu tampak lebih segar dari sebelumnya. “Kau belum tidur, Agatha?”
Agatha menyunggingkan senyum tipis, mengelus kepala Opie sejenak. “Aku hampir saja terlelap sebelum mendengar perdebatan singkat kalian.”
“Kekasihmu itu sepertinya memiliki masalah pribadi dengan Opie.”
Hanya senyuman kecil yang menjadi balasan Agatha. Keduanya lalu sama-sama melanjutkan langkah ke arah yang berbeda.
Jonathan yang melihat kedatangan Agatha mengurungkan niatnya untuk memejamkan mata. Ia pikir kekasihnya itu sudah tertidur pulas tapi ternyata dugaannya salah. Jonathan juga bangkit dari pembaringannya dan duduk, memberi akses agar Agatha dapat duduk di sampingnya.
“Kau belum tertidur?” tanya Jonathan, ia membenarkan letak rambut Agatha yang tidak rapi.
Agatha mengangkat bahunya seraya menjawab, “Hampir.”
“Owwhh ...” Jonathan menyadari kesalahannya seketika. “Apa suaraku mengganggu?”
“Ya! Suaramu jelas lebih keras daripada suara Opie.”
Jonathan menarik Agatha ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”
“Tidak masalah.” Agatha memeluk tubuh Jonathan. Pilihannya untuk mendatangi Jonathan bukan semata-mata hanya karena terganggu. Tapi karena ia ingin membicarakan sesuatu. Seharusnya Agatha membicarakan hal in sejak berada di pesta, tapi ia merasa takut jika ada orang lain yang akan mendengarnya.
“John, apa kau mengenal pria yang tadi berdansa denganku?”
Jonathan melepaskan pelukan di antara mereka setelah Agatha bertanya. Ia menatap Agatha tepat pada matanya. “Dia James Hunt, bukan? Seseorang yang sudah menembak ayah dan ibumu.”
Agatha tidak merasa kaget, ternyata dugaannya benar jika Jonathan sudah mengenal James. Hanya saja Agatha merasa heran bagaimana kekasihnya bisa mengenal pria sombong itu. “Kenapa kau mengenali wajahnya?”
Jonathan berusaha untuk menenangkan dirinya, entah mengapa rasa gugup menyerangnya secara tiba-tiba. “Apa kau tidak tahu siapa itu James Hunt?”
Agatha menggelengkan kepala. Memangnya siapa James Hunt? Apakah seperti pemikiran Agatha dulu jika pria sombong itu adalah seorang presiden atau pejabat? Jika benar dia adalah seorang pejabat negara maka Agatha akan menghancurkan namanya. Seorang pejabat jika melakukan suatu tindak kejahatan pasti akan langsung dibenci rakyat.
“Ah, aku lupa bahwa kau tidak memiliki televisi. James Hunt adalah seorang pengusaha sukses. Dia bahkan dinobatkan sebagai orang paling kaya di Amerika. Dia punya kekuasaan Agatha, dia tersohor dan memiliki banyak penggemar. Aku harap kau tidak akan berurusan lagi dengannya, jangan mencari masalah dengannya karena itu akan menyulitkan hidupmu.”
Pupus sudah harapan Agatha untuk menghancurkan karier James. Benar apa yang dikatakan oleh Jonathan bahwa berurusan dengan James akan menyulitkan hidupnya yang sudah sulit. Agatha juga kembali teringat dengan ancaman James yang akan menghancurkan hidupnya jika nama baik pria itu sampai hancur. Orang-orang yang berkuasa sering kali adalah mereka yang berbahaya.
“Apa yang tadi dilakukannya kepadamu?”
“Dia kembali mengancamku, dan dia juga bertanya apakah kau tahu mengenai kasus penembakannya atau tidak.”
“Dia tahu aku?” tanya Jonathan heran.
Agatha menjawab, “Ya, dia bertanya padaku apakah kau kekasihku, kuharap kau tidak akan mengatakan penembakan Mom dan Dad kepada siapa pun. Dia pasti sudah mengenali wajahmu sekarang. Jika nama baiknya hancur, maka bukan hanya hidupku saja yang akan dihancurkannya tapi kau juga.”
Jonathan terdiam, sebuah kekhawatiran mencuat di dalam hatinya. Pria itu kembali menarik Agatha kembali ke dalam pelukannya. “Cara untuk berada di zona aman adalah dengan tidak melawannya, Agatha.”
“Kau tahu, John? Tadi dia meremas perutku sampai sakit.” Agatha mengusap perutnya, jika ia mengangkat kausnya maka akan terlihatlah ruam kemerahan di sana. James memang tidak punya hati, beraninya dia memperlakukan seorang wanita seperti ini.
Jonathan langsung menatap Agatha dengan penuh kasih sayang. “Benarkah? Dia benar-benar bukan pria yang baik!”
Agatha jelas menyetujui hal itu dalam hati. Tapi ia tersenyum ketika menangkap wajah tak suka di wajah kekasihnya. Mungkin Jonathan merasa cemburu di samping perasaan tak sukanya pada James. Agatha jadi senang karena memikirkan hal tersebut.
“Apa kau merasa cemburu tadi?” goda Agatha.
Tidak satu pun kalimat keluar dari mulut Jonathan, tapi wajah cemberutnya jelas menunjukkan jawaban.
“Kau tahu tidak, dia memelukku dengan sangat erat. Sangat erat seperti ini,” ungkap Agatha lalu memeluk tubuh Jonathan dengan sangat erat. Tapi tentu caranya memeluk tidak sama persis seperti yang James lakukan. Agatha memeluk tubuh Jonathan dengan erat seraya mengguncang tubuh pria itu.
“Hentikan, Agatha! Hentikan semua ini! Kau tidak perlu mempraktikkannya karena aku melihat sendiri bagaimana pria itu memelukmu. Aku melihat dari awal sampai akhir!”
Agatha berhenti lalu menatap Jonathan dengan kilatan jahil di matanya. “Wow, jadi kau memperhatikanku dan James dari awal hingga akhir? Kau pasti benar-benar merasa cemburu hingga kau—“
“Hentikan, Agatha! Jangan terus menggodaku!”