Membuat Jonathan Dipecat

2074 Kata
Di tengah riuhnya suasana kampus, tiga orang wanita berdiskusi bersama. Bukan perihal mata kuliah yang menjadi pembahasan mereka. Ketiganya adalah Elvaretta, Fahima, dan Callista. Dan topik pembicaraan di antara mereka tentu saja adalah mengenai salah satu sahabat mereka yang masih belum jelas terdengar kabarnya. “Semalam aku menonton video yang mengabarkan pernikahan Agatha. Apakah kalian juga melihatnya di televisi mungkin?” tanya Callista. Semalaman ia menghabiskan waktunya untuk mencari berita tentang Agatha. Beruntung sahabat mereka tersebut menikah dengan orang sukses yang namanya disorot oleh banyak media hingga mereka tidak kesulitan untuk mencari berita dan keberadaan Agatha. Menurut video yang Callista tonton, Agatha kini tinggal di rumah James Hunt yang tak lain adalah pria yang telah menikahinya. Dan bukan hal yang sulit untuk menemukan alamat rumah pria sukses tersebut. Hanya dengan mengetikkan nama James Hunt di kolom pencarian maka seluruh informasi mengenai pria tersebut sudah dapat diakses. “Aku juga sempat melihatnya di televisi, sejauh apa yang kulihat, Agatha sepertinya baik-baik saja. Hanya saja tidak ada senyum di wajahnya.,” timpal Fahima, ia mengatakannya dengan raut wajah sendu. Sungguh, ia sudah merindukan sahabatnya yang sudah beberapa hari belakangan ini tidak bisa ia jumpai. “Kau benar, Fahima. Agatha bagaimana bisa tersenyum di saat tercekik oleh keadaan seperti sekarang? Bahkan ia langsung memeluk dan menangis ketika aku datang ke resepsi pernikahannya.” Elva berseru. “Apakah Mark sudah bisa menghubungi James?” tanya Fahima. Hanya Mark yang menjadi harapan mereka saat ini karena hanya pria tersebutlah yang mempunyai akses untuk menghubungi James secara langsung. Apalagi mengingat jika Mark mempunyai hubungan yang baik dengan James, ketiganya berharap hal tersebut dapat membuat Mark mengusahakan yang terbaik untuk Agatha. Elva menggelengkan kepalanya. Hingga detik ini kekasihnya tersebut belum memberikan kabar apa pun mengenai James. Yang terakhir pria itu katakan semalam adalah bahwa James belum mau dihubungi olehnya. Elva mencoba untuk mengirimkan pesan pada kekasihnya tersebut, ia harap jika sekarang ia bisa memberikan kabar baik. Setelah mengetikkan pesan untuk calon suaminya, Elva berkata, “Sekarang ceritakan padaku bagaimana kalian menemui Jonathan? Apa kalian berhasil mempermalukannya di depan teman-teman kerjanya?” Callista mengangguk dengan semangat, tentu saja ia dan Fahima sudah memperlakukan Jonathan dengan sangat buruk. Dari awal Jonathan yang hanya mampu terdiam mendengar ucapan mereka hingga pria itu yang berakhir babak belur di tangan Callista dan Fahima. Dengan bantuan sepatu hak tinggi yang digunakannya, Callista berhasil menciptakan lebam di wajah dan area lengan pria b******k tersebut. Tidak hanya itu, Fahima juga berhasil menciptakan luka cakaran memanjang yang terukir indah dari pipi hingga ke leher. Bahkan Fahima tersenyum puas ketika memikirkan jika mantan kekasih durjananya tersebut tak akan mampu untuk mencuci mukanya selama seberapa hari ke depan karena akan terasa sakit. Teman-teman yang bekerja di tempat yang sama dengan Jonathan pun hanya mampu menonton tanpa berniat menolong sama sekali. Entah mereka merasa tidak berani untuk menghadapi amukan dua wanita atau karena mereka merasa jika Jonathan pantas untuk mendapatkan itu semua. Karena mereka dapat mendengar dengan jelas apa yang telah diperbuat oleh Jonathan pada Agatha. Hingga mungkin mereka menganggap jika apa yang dirasakan oleh Jonathan pada saat itu merupakan hukuman yang tepat bahkan belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dosa yang telah diperbuatnya pada Agatha. Elva yang mendengar semua itu sampai menganga dibuatnya. Dua wanita yang menjadi sahabatnya memang super. Walaupun selama ini mereka tidak akur dan sering terlibat dalam sebuah percekcokan, tapi kini Fahima dan Callista saling berpegang tangan untuk membantu Agatha. Mereka pun bahu membahu untuk membalaskan rasa sakit yang Agatha rasakan atas perbuatan Jonathan. “Apa yang dia katakan?” Callista bersidekap d**a. “Memangnya apa yang bisa Jonathan katakan? Ia bahkan tidak mampu untuk mengelak apa pun yang aku dan Fahima katakan. Dia pasti tidak mampu untuk menutupi kesalahan besarnya pada Agatha. Dan kau tahu apa? Semua teman-temannya hanya menatapnya dengan kaget dan seolah sangat tidak menyangka mengenai fakta yang baru mereka dapatkan mengenai Jonathan.” “Memang sudah sepantasnya dia tidak melakukan pengelakan.” “Jika pun dia mengelak maka aku dan Callista pasti akan membuatnya sampai mengaku. Aku tidak ingin membiarkan pria b******k seperti itu bisa hidup dengan tenang. Dia sudah berani memasukkan Agatha dalam masalah yang berkepanjangan, maka sudah selayaknya ia juga mendapatkan kesusahan dalam hidupnya.” “Fahima benar! Dia tidak boleh hidup tenang setelah menjadikan Agatha sebagai tumbal dalam kisah asmaranya. Aku masih akan terus memberikan pelajaran berharga padanya. Malam ini aku akan datang ke tempatnya bekerja, dan akan aku pastikan jika ia akan kehilangan pekerjaannya di sana,” tekad Callista dengan senyum cantiknya yang kini terlihat penuh intrik. Otaknya tengah menyusun sebuah rencana untuk menghancurkan hidup mantan kekasihnya yang paling terkutuk. Pria itu harus hidup susah dalam segala hal. “Apa yang akan kau lakukan?” tanya Fahima dengan kening berkerut. Pasalnya, Callista sama sekali tidak membicarakan mengenai rencananya malam ini. Padahal seharusnya mereka bekerja sama untuk menghancurkan Jonathan. Callista tersenyum miring. “Aku akan membuatnya dipecat malam ini juga!” “Dengan cara apa?” Kali ini Elva yang bertanya. Rasanya sekarang ia ingin ikut ambil bagian untuk mengerjai dan memberikan pelajaran pada Jonathan. “Aku akan memainkan drama, dan aku akan datang ke sana sebagai orang kaya yang mana bisa membuat manajer di sana bertekuk lutut di bawah kakiku. Aku akan tampil se-nyentrik mungkin. Dan aku akan memainkan drama queen yang akan membuat Jonathan angkat kaki dengan tidak hormat dari restoran tersebut.” Elva dan Fahima saling pandang satu sama lain sebelum akhirnya berseru dengan kalimat dan waktu yang bersamaan. “Boleh aku ikut?” Callista mengangguk antusias menyambut kalimat tersebut. “Tentu saja kau boleh ikut. Dan Elva, Mark adalah orang yang sangat kaya raya bukan? Dan keluarga Mark sangat tersohor. Untuk itu ajak kekasihmu itu untuk membantu kita.” Elva langsung menganggukkan kepalanya. Tangannya kembali bergerak cepat untuk mengetikkan pesan pada Mark—kekasihnya. Namun, belum pesan yang diketikinya selesai, kekasihnya tersebut datang dari arah utara dan berlari ke arah mereka. Hal tersebut membuat Elva menghentikan gerakan jarinya. “Mark?” Mark tersenyum dan mencium kening Elva sejenak. Hal itu memperjelas bahwa bukan merupakan suatu kesalahan ketika banyak orang telah menobatkan mereka sebagai pasangan terfavorit seantero universitas. “Aku sudah menghubungi James dan sudah mendapatkan kabar Agatha.” **" “Wow Cally, kau tampak seperti seorang wanita sosialita,” puji Elva ketika melihat Callista baru saja turun dari mobilnya. Sesuai dengan rencana, mereka kini telah berada di restoran tempat Jonathan bekerja. Namun, mereka belum masuk ke dalam karena masih harus menunggu kedatangan Fahima yang sampai sekarang belum menampakkan batang hidungnya yang bangir. Callista tampak nyentrik dengan syal bulu yang melingkari lehernya. Belum lagi pakaian yang dikenakan olehnya sangat membentuk lekukan tubuhnya. Dan jangan lupakan panjangnya tak sampai ke lutut. Ditambah kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya membuat ia semakin terlihat berkelas dan ... berlebihan. “Bisakah kau melepaskan kaca matamu itu? Ini sudah larut malam, jadi untuk apa kau memakai kaca mata sehitam itu? Tidak akan ada cahaya yang bisa menyakiti matamu!” protes Mark yang merasa jika sahabat dari kekasihnya tersebut terlalu totalitas dalam berpakaian malam ini. Bahkan tampilan Callista lebih cocok dikatakan jika wanita itu akan pergi ke kelab malam, bukan akan makan malam biasa di sini. Di balik kaca mata hitamnya Callista memutar bola matanya jengah. “Kenapa memangnya? Kacamata hitam itu identitasnya orang kaya, jadi aku akan memakainya sampai ke dalam. Siapa tahu ada cahaya lampu yang terlalu menyorot dan bisa berpotensi merusak mataku? Apa kau mau bertanggung jawab?” “Baiklah, terserah kau. Aku hanya tidak ingin malu saja karena disangka membawa wanita yang takut akan sorot lampu. Padahal setiap malam dia sudah biasa disorot lampu berwarna-warni di kelab malam!” sindir Mark dengan santai. Ia berkata tanpa dasar, sudah beberapa kali dirinya melihat keberadaan Callista di kelab yang berbeda setiap malamnya. Hanya saja ia tidak pernah menyapa wanita tersebut karena takut jika Callista akan mengadukannya pada Elva jika ia datang ke kelab malam tanpa izin. Tunggu dulu! Mark menelan ludahnya kasar ketika menyadari jika dirinya secara tidak langsung telah mengakui perbuatannya yang sering keluar-masuk kelab tanpa sepengetahuan kekasihnya. Dengan perlahan kepalanya menoleh ke arah Elva yang ternyata benar saja jika wanita tersebut tengah menatapnya dengan mata yang memicing tajam. “Jadi kau masih rutin berkunjung ke kelab malam?” tanya Elva langsung pada intinya. Dan matanya membulat seketika ketika melihat Mark menganggukkan kepalanya. “Oh my God! Kukira kau sudah benar-benar tidak pernah membohongiku lagi, Mark! Ternyata kau masih bisa melakukannya! Kau bilang padaku bahwa kau tidak pernah lagi pergi ke kelab sejak aku melarangmu, tapi bahkan sampai sekarang kau masih melakukannya?” Mark hanya mampu tersenyum kaku seraya menggaruk bagian belakang kepalanya yang tak gatal. Sangat bodoh untuk dilakukan tapi kini ia tetap melakukannya. Ia tahu jika dirinya bersalah karena telah membohongi Elva dalam hal seperti ini. Elva yang seketika murka langsung maju dan memukuli tubuh tunangannya tersebut tanpa belas kasih. “Sekarang katakan padaku apa saja yang kau lakukan di sana? Apa kau menghabiskan malam dengan para jalang yang bekerja di sana? Apa kau berkencan dengan salah satu dari mereka?” Tangan Elva yang bergerak dengan membabi buta akhirnya terhenti ketika Mark menangkapnya. “Tidak! Aku pergi ke sana hanya untuk hiburan semata. Tidak ada yang namanya aku berinteraksi dengan lawan jenis. Bahkan ketika aku melihat Callista saja aku sama sekali tidak menyapanya!” “Itu karena kau takut aku melaporkan keberadaanmu pada Elva ‘kan?” Callista memutar matanya dengan malas. Malam ini ia sedang tidak berselera untuk menyaksikan drama murahan sepasang kekasih yang sama sekali tidak akan menguras emosi. Apalagi jika dirinya akan memainkan drama yang jauh lebih seru. Callista jadi merasa tidak sabar dibuatnya. Sayang sekali ia harus menunggu Fahima yang sampai sekarang masih belum datang juga. “Aku benar-benar tidak melakukan kegiatan yang ada dalam pikiranmu. Hanya minum sesekali dan selebihnya aku hanya menikmati alunan musik! Dan aku—“ “Bisakah kalian membicarakan hal tersebut lain kali saja? Sekarang kita fokus pada apa yang akan kita kerjakan dulu!” tegur Callista menengahi perdebatan di antara dua insan yang digadang-gadang sebagai pasangan paling ideal di Sun University. Elva mendengus sebal dibuatnya. Ia melipat tangannya di d**a dengan bibir yang ia buat maju beberapa sentimeter. Hal tersebut membuat Mark bergerak linglung karena bingung harus menanggapi tunangannya yang sedang merajuk dengan cara yang seperti apa. Hingga sebuah mobil mewah yang sangat diinginkan banyak manusia kalangan atas memasuki area parkir restoran. Mobil yang disinyalir hanya diproduksi sebanyak lima unit dalam kurun waktu dua puluh lima tahun tersebut membuat mereka terpana. Keluarlah Fahima bersama seorang pria yang membuat mereka semakin merasa terpana. Terlebih Callista, ia tidak menyangka jika Fahima akan datang bersama seorang pria yang jika dilihat dari wajahnya pria tersebut pun berasal dari Timur Tengah. Pria berkulit putih yang tampak berbeda dengan orang Amerika tersebut sangat tampan dengan bulu-bulu yang ada di sekitar pipinya hingga dagu. Sangat tampan dengan pakaian mahalnya yang membalut sempurna tubuh atletisnya. “Selamat malam, semua. Apa aku terlambat?” tanya Fahima tanpa tahu malu. Padahal ia sendiri sadar jika kedatangannya molor sekitar tiga puluh menit dari waktu yang sudah dijanjikan. Bibir penuhnya tersenyum manis dengan tangan yang ia lingkarkan di lengan Abdullah, kekasihnya yang berasal dari Arab, sama seperti dirinya. “Sebenarnya kau sangat terlambat, tapi tidak apa-apa sekarang aku mengerti alasannya. Kau pasti sangat mempersiapkan penampilanmu malam ini,” sindir Callista sembari tersenyum manis. Fahima hanya tertawa ringan menanggapinya. “Maafkan aku. Perkenalkan ini kekasihku, Abdullah.” Abdullah mengulurkan tangannya ke arah satu persatu dari orang-orang yang ia tebak sebagai sahabat dari kekasihnya. “Senang bertemu dengan kalian,” ujarnya. “Kami pun sangat senang bisa bertemu denganmu. Jadi, biasakah kita masuk ke dalam sekarang?” tanya Mark setelah merasa tak ada orang lain lagi yang perlu mereka tunggu kehadirannya. Callista mengangguk dengan semangat. “Tentu saja. Ayok kita masuk ke dalam karena aku sudah tidak sabar untuk bermain peran.” Callista hendak melangkahkan kakinya. Namun, ia mengurungkannya dan melihat ke arah Fahima. “Tunggu dulu sebentar. Fahima kau tahu bukan apa yang akan kita lakukan malam ini? Apa Abdullah tidak akan merasa keberatan dengan apa yang akan terjadi?” “Kau tidak perlu khawatir soal itu, Cally. Aku sudah menceritakan segalanya pada kekasihku. Dan justru keberadaannya di sini akan sangat membantu kita. Abdullah adalah pengusaha ekspor kurma yang sudah mendunia. Dan dia mempunyai andil yang besar di restoran ini. Apa yang telah kita rencanakan akan lebih mudah.” Fahima tersenyum dengan bangga sembari semakin mempererat lingkaran tangannya di lengan Abdullah. Ia akan memamerkan kehadiran Abdullah yang lebih dalam segala-galanya dari Jonathan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN