“Tapi aku mau ke Paris, Mas…” rengekan Elise terdengar lembut tapi memaksa, menggema hingga ke lantai dua. Antika yang duduk di kursi galeri, berusaha menenangkan diri sambil menatap layar laptop yang sudah terbuka sejak setengah jam lalu, hanya bisa menekan ujung penanya ke bibir. Ia menatap halaman kosong di depannya, paragraf novel yang tak kunjung selesai. Tangannya sempat mengetik beberapa kalimat, tapi pikirannya malah berkelana. Bayangan Elise di rumah membuat jari-jarinya berhenti. Suara tawa lembut itu penuh manja dan kepemilikan mengusik telinganya lebih keras dari hujan malam di Paris dulu. Ia memejamkan mata, mencoba fokus, tapi kalimat “Mas, temani aku ke Paris, ya, aku mau berduaan sama kamu…” yang terus bergema dari lantai bawah malah membuatnya ingin melempar laptop ke di

