Bukan Kita

1884 Kata

“Jadinya kapan Om pulang, sih?” suara Antika terdengar pelan tapi sarat rindu, dibawa angin sore yang lembut dari balkon lantai tiga. Ia duduk bersila di sofa, rambutnya tergerai, menatap langit yang mulai memerah di ujung senja. “Masa posisi rektor kosong terus? Udah mau seminggu loh, Om. Aku kangen.” Beberapa detik hening. Hanya suara burung yang terbang pulang dan desir daun kamboja di taman. Lalu suara Nagara terdengar dari ponsel, datar dan berat. “Masih ada yang harus diselesaikan di sini. Kontrak kerja sama Elise dengan pihak model Eropa belum beres. Saya harus dampingi dulu.” “Kenapa sih Tante Elise terus yang harus didampingi? Om tuh gak bosen ya denger dia ngomongin fashion? Aku aja kalau buka t****k-nya lima menit udah pengen matiin HP.” Tak ada respons. Hanya napas Nagara di

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN