Antika ikut bertepuk tangan ketika kurator mengumumkan, “Ladies and gentlemen, Signore Nagara Adikara, the artist of the night.” Nagara melangkah ke panggung kecil yang dibangun di tengah ruang galeri. Cahaya spotlight turun pelan, menyapu garis rahang dan sorot matanya yang tenang. Di belakangnya, sebuah kanvas raksasa berdiri dengan sapuan biru gelap dan hitam seperti malam yang retak oleh seberkas emas. Ia memegang mikrofon, menarik napas tipis, lalu tersenyum kecil. Senyum yang jarang. Senyum yang membuat jantung Antika berdetak seperti dipukul dari dalam. “Terima kasih…” suaranya rendah dan lembut, bergema di antara dinding batu Travertine dan lantai marmer Palazzo. “Terima kasih sudah datang malam ini. Bagi saya… kehadiran kalian bukan sekadar apresiasi seni, tetapi sebuah bentuk

