Helaan napas berat terdengar dari Santosa ketika langkah Antika benar-benar hilang di balik pagar rumah. Sudah lima belas menit berlalu, tapi gema tangis itu masih terasa di dalam d**a semua orang yang tertinggal di ruang keluarga. Diana berdiri kaku, menatap suaminya yang kini berjalan tanpa berkata sepatah kata pun. “Mau ke mana kamu?” serunya dengan nada tinggi, tak sabar menahan amarah yang belum reda. Santosa menatap istrinya dengan mata yang lelah. “Pergi,” jawabnya pendek. “Pergi ke mana? Jangan bilang kamu mau nyusul anak itu! Santosa, aku gak mau ada yang nyentuh anak itu lagi, dengar? Dia bukan siapa-siapa buat kita! Dia cuma... kesalahan yang kamu buat! Aku gak mau lagi mempermalukan nama baik keluargaku di London karena mengurus anak haram itu!” “Tenanglah, Diana. Aku tidak

