Bab 10. Pria Yang Sempurna

1220 Kata
Semua yang diberikan lebih dari kata cukup. Namun, kenapa masih terasa ada yang kurang? *** Matthias tidak langsung menjawab, membiarkan keduanya masuk terlebih dulu ke dalam mobil karena rintik hujan kembali lebat. Cuaca hari ini memang tidak bisa diprediksi sama sekali, di langit Jakarta tadi masih panas namun tiba-tiba mendung gelap menyelimuti ketika waktu beranjak siang. Akhirnya mendung gelap itu juga meneteskan airnya yang deras dan membuat bumi kering menjadi basah. Zoya masih menunggu jawaban dari Matthias, melirik pria itu dengan tatapan mata yang menuntut. Seingatnya ia hanya memberitahu akan ada pemberian vaksin, tanpa menyebutkan tempat. Matthias menyadari tatapan mata Zoya itu, ia tersenyum lalu memegang kening wanita itu perlahan. “Saat kau mengirimkan pesan tadi aku sudah sampai di rumah sakit. Aku diberitahu salah satu rekanmu jika ada pemeriksaan ke sini,” jelas Matthias. “Benarkah?” “Hahaha untuk apa aku bohong, Ndut?” Matthias tertawa kecil melihat ekspresi wajah kekasihnya itu. “Tenang saja, aku bukan penguntit. Tadi aku kembali ke kantor setelah mendapatkan kabar darimu, melanjutkan pekerjaan sampai sore. Tidak sengaja melihat portal berita yang mengabarkan jika terjadi tindakan pemberontakan disini, aku langsung datang," ucapnya lagi menjelaskan. “Berita?” Zoya mengerutkan dahinya, merasa aneh kenapa berita itu cepat menyebar? Matthias melirik ke arah kursi depan di mana Ken—asistennya tengah duduk. Ia memanggil pria itu meminta tablet, lalu membuka berita yang dimaksud. “Ada salah satu anggota kepolisian yang melaporkan ke Kapolres pusat, ada beberapa rekaman juga,” kata Matthias kembali menjelaskan. Zoya melihat tablet yang dibawa Matthias, memang benar ada video aksi pemberontakan tadi di berbagai media sosial yang artinya semua warganet sudah tahu berita tentang itu semua. Sebenarnya apa yang Zoya pikirkan? Kenapa ia malah curiga dengan Matthias? “Tunanganku ada di tempat kejadian itu, bagaimana bisa aku duduk tenang di rumah? Aku datang karena mengkhawatirkanmu, Ndut.” Untaian penuh kekhwatiran itu kembali terdengar dari bibir Matthias, seperti bisikan lagu yang menenangkan. “Syukurlah kau baik-baik saja,” ucapnya lagi, mengusap rambut Zoya hingga pemiliknya menoleh. Zoya tidak melihat kebohongan di sana, tentu saja Matthias khawatir jika mendengar kabar itu. Ia terharu pastinya, tak menyangka juga Matthias rela menerjang hujan dan melewati perjalanan yang sangat panjang demi dirinya. Tanpa mengatakan apa pun Zoya merapatkan tubuhnya, memeluk Matthias dengan hangat. “Terima kasih,” kata Zoya terdengar manja di telinga. “Tadi disini memang sangat menyeramkan, semua tahanan seperti saling menjatuhkan satu sama lain,” ucapnya lagi mengadu. Senyum lembut Matthias kembali terbit, mengubah posisi Zoya agar lebih nyaman bersandar pada dadanya. “Sekarang kau sudah aman, mari pulang,” ucap Matthias menunduk mengecup dahi Zoya penuh kasih sayang. Zoya mengangguk tanpa suara, batin serta fisiknya juga sangat lelah hari ini. Belum lagi otaknya yang ruwet terus memikirkan tahanan yang dinilai sangat mirip sekali dengan Enzo. Ia tidak ingin lagi berharap pada kemustahilan yang sampai kapan pun tidak akan pernah terjadi. Jika pun Enzo masih hidup pria itu tidak akan bertahan lama di penjara, Enzo pria yang cerdas dan kuat. Penjara tentu hal yang mudah untuk ditaklukkan. Mobil yang membawa Zoya perlahan meninggalkan halaman penjara itu. Zoya sempat melirik ke arah belakang dimana gedung kokoh itu akan segera ia tinggalkan. Ia menghela napas lalu menyandarkan kepalanya pada d**a Matthias lagi. “Maafkan aku karena kembali berharap, kau pasti akan marah jika aku sedih lagi. Aku sudah berjanji akan bahagia, untukmu ... semoga bisa aku menjalaninya. Bukan ikhlas apalagi ingin melupakan, tapi aku akan membiasakannya. Terbiasa tanpamu di sisiku ...." *** Zoya mengerutkan dahi saat merasakan sesuatu yang berat menimpa perutnya. Ia baru membuka mata, memandang sekelilingnya dengan tatapan mata bingung bercampur kantuk. Ia mulai sadar, merasakan hembusan napas halus di belakang tengkuk. Matanya bergulir ke bawah, melirik ke arah tangan besar yang memeluk pinggangnya sangat posesif. Bagian kakinya juga ditindih sehingga tubuhnya seperti terbenam dalam dekapan. Zoya menoleh perlahan dan langsung disambut wajah indah tanpa cela Matthias. Ia terkejut pastinya, kenapa tiba-tiba ia tidur bersama Matthias? Dengan posisi yang seintim ini? Zoya segera menunduk, melihat ia yang masih menggunakan pakaian lengkap. Hanya jas dokter yang tadi digunakan telah lepas hingga menyisakan kemeja saja. Apa yang terjadi? Zoya benar-benar kaget dan kebingungan. Ia hanya ingat sudah sangat lelah ketika selesai menyerang lautan panjang. Setelah itu ia sepertinya terlelap hingga tak sadar Matthias telah membawanya ke.... “Penthouse?” Zoya menutup mulutnya saat sadar jika saat ini tengah berada di kamar Matthias. Zoya masih mengingatnya, di kamar ini dulu keduanya pernah mengukir banyak kisah indah bersama. Namun, kenangan itu perlahan pudar seiring tumpukan masalah yang menimpa keduanya. Zoya menggigit bibir menahan rasa sesak yang menyelimuti, tak ingin mengulangi kesalahan untuk kedua kali ia melepaskan tangan Matthias perlahan, berusaha bangkit dan beranjak. Akan tetapi pinggangnya kembali diraih oleh Matthias hingga terbenam kembali dalam dekapan pria itu. “Matthias!” Zoya tersentak kaget, melirik ke arah Matthias yang menahan senyum tipis. Perlahan mata hazel itu terbuka, menangkap bayangan Zoya yang berbaring di depannya. Ia meraih bahu wanita itu agar telentang dengan mata yang terus menatapnya teduh. “Kenapa bangun? Ini sudah malam,” bisik Matthias. Zoya membasahi bibir yang terasa kering menahan degupan jantung yang mendadak berpacu lebih cepat. Aneh sekali, dulu ia dan Matthias juga pernah sangat dekat seperti ini bahkan pernah tak ada batasan antara keduanya. Sekarang entah kenapa ia jadi takut. “Kakak menculikku ya?” Zoya mencoba mencairkan suasana, mengusir tegang yang tiba-tiba menyeruak. “Menculik?” Matthias tertawa kecil merasa ucapan Zoya sangat lucu. Zoya mencibir pelan, meraih kerah kemeja Matthias dengan cukup kasar. “Ini jam berapa? Kenapa kau tidak mengantar aku pulang? Kau menculik anak gadis seseorang.” “Hahaha kalau aku penculik, tentu aku tidak mau rugi. Wanita yang aku culik secantik ini, enaknya diapakan?” Matthias mengedipkan sebelah mata menggoda, menunduk mengecup telinga Zoya tanpa permisi. “Matthias ... ” Zoya menahan bahu pria itu segera, dilanda takut yang semakin menjadi-jadi. “Aku belum mandi,” ucapnya mencari alasan untuk melepaskan diri. Matthias melirik mata Zoya yang memancarkan kegugupan itu, ia tahu wanita itu sedang gugup membuat Matthias semakin semangat menggoda. Bukannya menjauh Matthias justru menindih Zoya perlahan, satu tangannya menarik tangan wanita itu agar memeluk lehernya. Zoya semakin gugup, jarak wajah keduanya hanya beberapa jengkal. Hembusan napas keduanya beradu dengan mata yang saling mengunci satu sama lain. “Kak Matty jangan lupa, kita sudah pernah membuat kesalahan. Aku—” Ucapan Zoya terhenti saat tiba-tiba Matthias mengusap bibirnya dengan ibu jari. Zoya mengangkat pandangan, degupan jantungnya semakin keras. “Dulu itu bukan kesalahan, Ndut. Tapi rasa yang hadir di waktu yang tak seharusnya. Sekarang waktunya sudah tepat, begitu pun perasaannya. Bukankah ini yang kita tunggu?” kata Matthias sangat lembut tanpa mengintimidasi. Mata Zoya terpejam singkat tanpa berani melawan mata hazel Matthias yang begitu sendu. Ia mengusap lembut leher pria itu, perlahan ia rasakan Matthias menundukkan wajah ke sisi telinga, pria itu mengecupnya perlahan. “Kak... ” Zoya menggigit bibir, kini Matthias kian berani menjelajahi telinganya dengan kecupan lembut. Bibirnya tanpa sungkan mengecup pipinya lalu ke rahang dan dagu, menarik keinginan yang susah untuk ditolak. Tak tahu kenapa Matthias menjadi sedikit nakal, kerinduan selama 4 tahun membuat ia begitu menginginkan Zoya. Parasnya yang kian menggoda membuat hasrat kuat itu kembali hadir. Ia mengusap pipi Zoya yang perlahan memerah, ia tersenyum lembut lalu menunduk berbicara di atas bibir Zoya tanpa menyentuhnya. “Diam? Artinya ... lanjut?” Bersambung~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN