Pada perjalanan pulang ke rumah, di dalam mobil, Axel senyum-senyum sendiri. Dia masih terbayang-bayang dengan pelukannya pada Alina. Pelukan erat dan hangat yang sempat membuat Alina menangis. Dia masih belum mendapatkan jawaban mengapa perempuan itu menangis dalam pelukannya. "Apa dia sedang ada masalah?" batin Axel.
Mobil Axel tiba di rumah. Dia memarkirkan mobilnya dalam garasi. Saat masuk ke rumah, dia melihat mamanya yang asik menelpon seseorang. Sebelum masuk kamar, Axel sempatkan untuk menyalami tangan mamanya.
Di kamar, Axel membersihkan diri sebelum tidur. Selesai mandi, dia berjalan ke ranjang untuk merebahkan diri. Perjalanan dari luar kota masih menyisakan rasa lelah pada dirinya.
Saat memejamkan mata, bayangan Axel memeluk Alina hadir kembali. Kali ini membuat Axel tersenyum lagi sekaligus merasa gerah, padahal dia sudah menyalakan pendingin ruangan sebelum mandi.
Axel duduk kembali di pinggir ranjang, mengambil ponselnya di nakas. Dia mencari nama Alina lalu menelpon perempuan itu.
"Assalamualaikum, Lin, kamu udah tidur?"
"Wa'alaykumussalam, baru mau tidur, Bos, ada apa ya?"
"Kamu enggak apa-apa kan, baik-baik aja kan?"
"Iya, kan Bos tadi lihat sendiri saya baik-baik saja sampai rumah karena Bos antar."
"Debt collector itu enggak balik lagi kan?"
"Aman, Bos."
"Ya, sudah. Selamat tidur, assalamualaikum."
"Wa'alaykumussalam."
Axel tidak tahu jika di rumahnya, Alina merasa bingung dengan telepon Axel yang tiba-tiba.
Axel meletakkan ponsel di nakas, membaringkan tubuhnya mencoba untuk tidur kembali, tetapi tidak bisa. Sampai akhirnya dia terjaga hingga subuh.
***
Semalaman memikirkan Alina membuat Axel memutuskan untuk datang ke tempat Alina bekerja pagi ini. Padahal belum jadwalnya datang ke sana.
Axel datang tepat jam 8 pagi, saat semua karyawan di gerai masih siap-siap untuk buka pada jam 9 pagi. Dia memanggil Alina untuk ikut bersamanya ke lantai 2.
"Lin, kenapa Bos pagi-pagi udah nyariin kamu?" tanya Billy penasaran, karena jarang sekali Axel berurusan dengan Alina.
"Enggak tahu tuh, ada apa, ya?" jawab Alina yang memang tidak tahu alasan Axel memanggilnya.
"Ya sudah, naik sana, biar di sini aku sama Dion yang kerjain," ucap Billy menyuruh Alina segera menemui Axel.
"Aku ke atas dulu, ya."
Alina berjalan ke lantai 2, sampai depan pintu kantor Axel dia mengetuk pintu
Lalu masuk setelah Axel memberikan izin.
"Ada apa, ya, Bos?" tanya Alina berdiri di hadapannya meja Axel.
"Tidur kamu nyenyak tadi malam?" tanya Axel tanpa melihat Alina karena sibuk dengan berkas yang ada di hadapannya.
"Alhamdulillah nyenyak, Bos. Itu semua kan berkat bantuan Bos juga."
"Bantuan yang mana? Saya tidak merasa membantu kamu tadi malam," ucap Axel datar karena masih fokus dengan kertas di mejanya.
"Ya, kan karena Bos, saya jadi enggak perlu ketemu sama debt collector itu."
"Oh," ucap Axel mengangkat kepalanya melihat ke arah Alina. "Duduk di sofa," pinta Axel pada Alina dan dia pun beranjak dari meja kerjanya pindah ke sofa.
"Saya lagi memikirkan caranya agar kamu tidak diganggu oleh debt collector itu lagi."
"Gimana itu, Bos?" tanya Alina penasaran dengan ide Axel.
"Gimana kalau kamu pindah saja dari sana?"
"Enggak ngaruh, Bos. Saya sudah pernah pindah kontrakan, tetapi mereka tetap balik lagi, lagian saya juga enggak ada yang buat pindah."
"Gimana kalau saya aja yang mencarikan kamu kontrakan? Nanti di sana kamu bisa ting—" ucapan Axel terhenti karena mamanya Axel masuk ruangan dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan.
"Jangan, Mama enggak setuju kalau kalian tinggal di kontrakan bersama, mestinya nikah dulu, baru tinggal bareng," protes mama Axel yang asal menebak karena mencuri dengar obrolan Axel dan Alina.
"Mama apa-apaan sih, siapa yang mau tinggal bareng?" tanya Axel dengan ekspresi bingung setelah mendengar ucapan mamanya lalu mengajak mamanya duduk di sofa.
"Iya, Tante, saya enggak ada rencana tinggal bareng, Bos, kok."
"Lho terus bahas kontrakan itu mau apa dong?" tanya mama Axel penasaran.
"Oh, biar Alina enggak jauh dari rumah ke tempat kerja, gitu, Ma. Apa ada yang salah?" ucap Axel berbohong pada mamanya serta agar mamanya tidak membahas hal itu lagi.
"Boleh juga idemu, Nak, atau gimana kalau Alina pindah aja ke rumah Mama? Terus enggak usah kerja lagi di sini."
Mata Axel dan Alina membuat mendengar perkataan mama Axel, karena mereka tahu arah pembicaraanya.
"Mama datang ke sini mau ngapain?" tanya Axel penasaran dengan kedatangan mamanya yang tiba-tiba.
"Mama nyari Alin, udah kangen banget. Kapan kamu mau bawa Alina ke rumah? Tadi Mama tanya dengan karyawan kamu di bawah, katanya Alina ada di sini. Pas Mama mau masuk, kalian lagi bahas kontrakan. Oh ya, Mama mau ngajak Alina kondangan ke pernikahan anak temen Mama."
"Apa?" ucap Alina dan Axel bersamaan.
"Kenapa kalian berdua kaget begitu? Ada yang salah dengan ucapan Mama? Mama kan pengen bawa Alina ke acara pernikahan anak temen Mama, karena Mama enggak ada temen. Papa kamu mau keluar kota akhir pekan ini. Mending Mama ngajak Alin sama kamu sekalian," ucap mama Axel pada anaknya.
"Kenapa Mama enggak pergi bareng temen Mama yang lain?" tanya Axel karena tidak setuju dengan ide namanya.
"Yang lain pergi sama suaminya, Mama enggak mau datang sendiri. Kalian mau kan nemenin Mama kondangan? Axel juga besok bisa antar Alina cari baju buat kondangan, acaranya kan malam, jadi masih ada waktu buat persiapan, gimana?"
"Harus, ya, Ma?" tanya Axel lagi.
"Iya, kalau Mama enggak datang, mereka pasti ngomong macem-macem, bilang Mama sombong atau apalah, please dong kalian berdua temani Mama," ucap mama Axel memelas pada Axel dan Alina.
Axel berpikir sejenak. Dia setuju untuk menemani mamanya kondangan bersamaan Alina.
"Ok. Axel temani bareng Alina, mau ya, Lin?"
Alina tidak bisa menolak, karena dua orang yang ada di hadapannya pasti akan membujuknya dengan segala cara sampai dia setuju. Daripada memeperlama prosesnya, dan keputusan akhirnya pasti akan sama, Alina mengiyakan. Dia mau menemani Axel dan mamanya kondangan, yang artinya sandiwara mereka akan terus berlanjut.
"Yes, jam berapa kondangannya, Ma? Biar Axel sama Alina bisa siap-siap," ucap Axel girang karena akhir pekan ini dia pasti akan bersama Alina hingga malam.
"Acaranya jam 7 malam. Ya kita pergi habis magrib, ya. Kamu sama Alin harus sudah siap sebelum magrib. Nanti kita pergi bareng pake mobil Mama."
Axel setuju dengan ucapan mamanya, dia hanya perlu membuat janji dengan Alina di akhir pekan untuk membelikan perempuan itu baju kondangan dan membawanya ke salon, agar penampilan Alina bisa maksimal dibawa kondangan.