Rindu

1081 Kata
Alina tiba di jalan masuk ke rumahnya. Dia tidak tahu jika ada seorang pria yang mengikuti dia dari belakang. Alina terus berjalan hingga mendekati rumahnya, terlihat dari jauh ada dua orang debt collector yang memang biasa datang. Langkah kaki Alina terhenti karena salah satu lengannya ditarik oleh pria yang mengikutinya. Dia adalah Irfan, orang suruhan Axel yang akan menjaga Alina. Belum sempat bicara, mulut Alina dibekap oleh Irfan. "Sebentar lagi dua orang itu akan pergi meninggalkan rumahmu. Lebih baik kamu diam di sini. Makin sering mereka melihatmu, mereka akan semakin menindasmu," ucap Irfan berbisik di telinga Alina. Alina hanya bisa diam melihat kegaduhan yang disebabkan oleh dua debt collector itu. Kemana tetangga Alina sampai tidak membantu? Mereka pernah membantu tetapi setiap orang yang membantu Alina akan dihabisi dua orang debt collector itu. Sedangkan pada Alina dan ibunya, mereka lebih banyak menggertak. Tetapi sejak Alina memberikan uang, mereka ingin mendapatkan uang lagi. Sepuluh menit menunggu, dua debt collector itu berjalan meninggalkan rumah Alina. Irfan mengajak Alina bersembunyi sebelum ketahuan oleh dua debt collector itu di balik rumah tetangga Alina. Irfan baru mengajak Alina keluar dari persembunyian saat kedua orang debt collector itu sudah berada jauh meninggalkan mereka. "Kamu siapa?" tanya Alina penasaran karena tidak mengenal sosok Irfan. "Seseorang menyuruhku untuk menjagamu selama beberapa hari. Pasti kamu sudah tahu siapa orangnya. Sekarang kamu bisa pulang, tetapi ingat besok mereka akan kembali lagi, saya pamit dulu," ucap Irfan meninggalkan Alina. Alina berpikir siapa yang bisa mengirim pria itu untuk menjaga dia selain Axel, karena hanya bosnya yang tahu tentang keberadaan debt collector itu. Alina berjalan ke rumah, dia mencari ibunya di rumah. Alina merasa kasihan pada ibunya yang selalu diganggu debt collector selama dia bekerja, tetapi dia tidak tahu cara mengusir para debt collector itu agar tidak kembali lagi. *** Di tempat bekerja, Alina lebih banyak melamun, Billy dan Dion selalu mengingatkan dia ketika melayani pembeli. Lama kelamaan Billy kesal dengan tingkah Alina sehingga menyuruh beristirahat di ruang ganti. Ketika gerai mulai sepi dari pembeli, Billy mendekati Alina karena merasa penasaran dengan perubahan sikap teman kerjanya itu. "Kamu kenapa sih?" "Aku? Enggak apa-apa, kok," ucap Alina menutupi kenyataan. "Kamu hari ini banyak melamun, di depan meja kasir melamun, bikin pesanan pembeli kamu juga melamun. Ada apa, Lin? Coba cerita, kalau kamu kaya gini terus kan kerjaan kita akan terganggu." "Mungkin aku capek kali, ya?" "Capek kenapa? Pasti ada penjelasannya. Misalnya kamu capek karena harus jalan jauh dari rumah ke sini." "Enggak gitu sih. Aku capek menunggu." "Nungguin apa atau menunggu siapa?" "Barusan aku ngomong apa? Abaikan aja. Aku salah ngomong kayaknya. Ya sudah aku mau bersih-bersih dulu biar bisa pulang cepet." Alina meninggalkan Billy yang masih merasa penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Alina. Alina memberikan meja, menghitung uang di kasir, dan membersihkan meja-meja yang ada di gerai. Setelah itu dia berganti pakaian dan pulang ke rumah. Hari ini Alina baru menyadari jika Irfan tidak hanya mengawasinya di jalan dekat rumah, tetapi dari perjalanan pulang dari gerai tempat Alina bekerja. Dari kejauhan dia menangkap sosok Irfan yang bergerak mengikutinya dengan mengendarai sebuah motor. Sampai di jalan dekat rumah, Irfan menemani Alina menunggu sampai debt collector itu pergi meninggalkan rumah seperti kemarin. *** Di tempat kerja, keadaan Alina lebih parah dari hari sebelumnya. Billy memutuskan untuk mengurus pesanan di gerai kopi berdua dengan Dion dan meminta Alina beristirahat di ruangan Axel. Di dalam ruangan itu Alina merasa kehilangan sosok bos yang beberapa hari terakhir ini selalu menjaganya. Dia tahu jika bosnya sedang pergi keluar kota, karena itu dia merindukan Axel. Padahal sebelum Alina terlibat urusan dengan bosnya dia tidak pernah merasa kehilangan jika Axel tidak datang ke sana, karena dulu perasaan pada bosnya masih biasa. Namun, sejak Alina mengenal bosnya perasaan suka itu mulai hadir, sehingga perasaan rindu dan kehilangan itu juga hadir. "Kamu sudah baikan, Lin?" tanya Billy setelah membuka pintu ruangan Axel. "Eh, sebenarnya aku enggak apa-apa, tetapi perasaanku yang enggak enak." "Kamu butuh temen curhat?" "Entahlah. Aku sendiri bingung dengan perasaanku. Makasih ya sudah ngertiin aku, kemarin dan hari ini." "Kalau perasaan kamu sudah baikan, turun ya. Bantuin apa yang bisa kamu kerjain." "Satu jam lagi aku turun." "Ok. Take your time." Alina duduk di sofa, lalu memejamkan matanya, dia ingin tidur sebentar sambil berharap perasaannya akan jadi lebih baik setelah tertidur. Sebelum pulang ke rumah, seperti biasa Alina akan bersih-bersih di gerai. Dia pamit pada kedua temannya lalu pulang ke rumah menaiki angkutan umum. Alina turun dari angkutan umum di pinggir jalan. Dia berjalan menuju rumahnya. Tiba-tiba lengan Alina ditarik oleh seseorang yang kemudian memeluknya, untuk meredakan rasa takut yang dirasakan Alina setiap melihat debt collector yang datang ke rumah Alina. "Maaf ya, dua hari ini aku enggak bisa jagain kamu karena ada perlu di luar kota." Saat Alina tahu bahwa yang memeluknya adalah Axel, seketika tangisan Alina pecah dalam pelukan Axel. Axel tahu apa yang dirasakan Alina. Dia mengusap-usap punggung Alina sampai tangisannya reda. Alina merasa lega sekaligus bahagia bisa melihat bosnya lagi dari dekat. "Ayo ke mobil, ada yang mau saya bicarakan," ucap Axel melepas pelukannya lalu menarik lengan Alina untuk mengikuti langkahnya ke mobil yang diparkir di pinggir jalan. Sampai di mobil, Axel membukakan pintu mobil lalu meminta Alina masuk. Kemudian dia masuk mobil dan duduk di kursi pengemudi. "Saya sedang mencari informasi siapa debt collector yang selalu datang ke rumahmu, teman saya yang akan bantu, yang kemarin menemani kamu di perjalanan pulang. Dia yang akan mencari informasi itu untuk saya," ucap Axel menjelaskan rencananya pada Alina. "Oh ya, Bos, terima kasih." "Kamu enggak usah khawatir. Besok pulang dari gerai pasti saya antar ke rumah." Alina hanya mengangguk mendengar ucapan Axel. "Terus kenapa tadi kamu nangis? Kamu kita saya orang yang bakalan nyulik kamu sampai ketakutan terus kamu nangis, gitu?" "Enggak. Bos kenapa meluk saya?" tembak Alina karena merasa penasaran. "Itu karena dua hari enggak ketemu kamu." "Oh, bukan karena kangen?" "Saya? Kangen kamu? Enggak mungkin. Saya peluk kamu supaya kamu enggak takut melihat debt collector itu." "Saya udah biasa ketemu mereka, Bos. Udah dua tahun saya berurusan dengan mereka." "Terus kenapa kamu nangis?" "Rahasia, Bos. Bos enggak capek pulang dari luar kota langsung ke sini?" "Perempuan itu memang suka main rahasia-rahasian segala. Tadi sudah istirahat di rumah. Besok akan keliling seperti biasa. Gimana gerai selama dua hari ini? Rame atau sepi?" "Seperti biasa, rame, Bos." "Oh, baguslah. Yuk saya temani kamu jalan ke rumah," ajak Axel pada Alina ingin mengantarkan dia sampai depan rumah. Ajakan Axel telah memupuk perasaan suka Alina padanya menjadi semakin tumbuh subur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN