Z-5

1972 Kata
“Setiap detik kehidupan selalu bisa mengalami perubahan, apakah akan mengarah pada kebaikan atau keburukan, bergantung dari bagaimana cara kita menghadapinya.” John dan Marie, berjalan cepat, menyusuri jalan setapak, area persawahan, setelah berhasil melewati jalan sepanjang sungai dan menyeberangi jembatan. Mereka sempat mencari Annie dan lainnya, kembali ke tempat mereka berpisah tadi, tetapi tak ada Annie di sana. Entah, karena Annie, terlalu jauh melarikan diri atau tak ada waktu untuk kembali, John sama sekali tidak tahu. Yang jelas, dia yakin kalau Annie selamat. Sebab, dia melihat beberapa mayat zombie terkapar di tangan dengan anak panah menancap di kepala mereka. John yakin, Annielah yang membunuh para zombie tersebut. Apalagi, soal kemampuan bela diri dan bertahan hidup, bisa dibilang, Annie jauh lebih hebat dan tinggi levelnya di atas John. Kalau John saja selamat, seharusnya, Annie juga demikian. John tidak mau berpikir buruk, sebab firasatnya mengatakan kalau Annie, pasti bisa selamat dan sekarang berada di tempat yang aman. Apalagi, perempuan muda itu tidak sendiri, ada Mikhael dan Daniel, bersamanya. Mikhael juga memiliki senapan laras panjang, seharusnya, lelaki itu bisa menolong Annie saat merasa kesulitan atau dalam bahaya. Terlebih, mereka berhutang nyawa dan balas budi terhadap Annie. Kecuali Mikhael adalah orang yang tidak tahu diri. John yakin,sepasang kakek dan cucunya itu, akan melakukan apa saja untuk bisa membalas hutang budi mereka terhadap Annie. John, pada mulanya, berpikir, kalau dia harus kabur dari kehidupan yang sangat sulit, menegangkan dan seperti kiamat ini, dengan cara membunuh dirinya sendiri dan menyudahi segala mimpi buruk ini. Itu sebabnya, saat melihat wanita yang berlari ke arahnya, yang kemudian, dia ketahui bernama Marie, dia menyadari, kalau mungkin, itu satu-satunya cara, yang bisa digunakannya untuk bisa melarikan diri dan mati, tanpa perlu dilihat oleh Annie. Selama ini, dia sudah cukup hidup dan dianggap sebagai seorang pecundang oleh adiknya dan orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi, dia kini menyadari, kalau mati bukanah jawaban untuk apa yang sedang terjadi saat ini. Meskipun sebentar, Annie, akan membutuhkannya. Meskipun dia beban sekali pun, Annie, akan membutuhkan bantuannya, atau setidaknya, dia harus memastikan Annie, akan selamat dan berhasil lolos dari neraka zombie ini. Kotak cadangan panah Annie juga berada di tangannya, seolah menjadi tanda, kalau ini, bukanlah saatnya untuk John mati. Dia harus hidup dan bertemu kembali dengan adiknya. Berkat kata-kata Annie, perihal zombie, yang bahkan, hanya dia amati dalam sekilas, John bisa memikirkan cara untuk menyelamatkan nyawa Marie dan dirinya. Dengan kata lain, dia juga berhutang nyawa pada Annie. Dia harus membalasnya, dengan menjadi lebih kuat dan berani, sehingga Annie akan bisa mengandalkannya, bukan melihatnya sebagai pecundang atau beban. John dan Marie, sempat menunggu Annie, tetapi tidak bisa lama, mereka tidak bisa mengambil resiko. Tidak ada yang tahu kapan zombie-zombie itu akan kembali. Mereka tidak ada pilihan lain, selain terus melangkah maju. Bagaimana pun, sekarang John juga bertanggung jawab dengan nyawa dari wanita yang sudah diselamatkan olehnya. Memang, dia bukan malaikat atau sejenisnya, tetapi John, tidak bisa lepas tangan begitu saja setelah mengulurkan tangan pada Marie untuk membantunya melewati semua ini. Tidak ada gunanya menyesal, tidak ada yang memaksanya menyelamatkan Marie, sehingga sekarang, dia harus menanggung segala hal yang sudah terjadi. Dia tidak bisa kembali atau pun memutar waktu lagi. Apapun yang terjadi adalah hal yang seharusnya, tidak luput dari tanggung jawabnya. John menghela napas panjang, rasanya, dia seperti seseorang yang sudah beristri saja, memikul tanggung jawab untuk seorang wanita. Padahal, dia baru saja mengenal Marie, bisa saja, wanita itu, sudah bersuami dan bukan tanggung jawabnya. Akan tetapi, semua sudah telanjur terjadi, John tidak bisa berbuat apa-apa untuk itu. Dia juga tidak ingin menyesali keputusan yang sudah dibuatnya tadi. Sebab, itu artinya, dia lemah jika melakukan hal itu. "John, lihat! Ada gudang di sana!" Mari berucap, membuyarkan lamunan John. Lelaki yang sedang sedikit linglung, karena belum makan apapun itu, padahal sudah mengeluarkan banyak tenaga dan pikiran selama berjam-jam. "Di mana?" John mengikuti jari telunjuk Marie dan apa yang dikatakan wanita itu memang benar. Ada sebuah gudang. Dari bentuknya, John berpikir, mungkin itu adalah lumbung padi, mengingat posisi mereka saat ini, berada di tengah-tengah persawahan. "Kita bermalam di sana saja," putus John. "Hari akan gelap dan kegelapan tidak akan menguntungkan kita sama sekali." Ia beralasan, tidak ingin Marie salah paham atau berpikir buruk tentangnya. "Baiklah." Marie dengan cepat setuju. Keduanya menuju ke gudang pagi itu. Beruntung, tidak terkunci. John membagi tugas, meminta Marie untuk mengitari gudang dari arah yang berlawanan dengannya, memastikan kalau sekitar gudang aman dari zombie. Marie setuju dan mulai berjalan berlawanan arah dengan yang John tuju. Keduanya bertemu kembali di pintu masuk. "Aman," ujar Marie. John juga mengatakan hal yang sama. "Kamu bukalah pintu itu, aku akan berjaga," ujar John lagi. Dia memasang kuda-kuda, dengan tangan menggenggam samurai. Seandainya, akan keluar zombie dari dalam gudang, dia sudah siap untuk melakukan perlawanan, dengan menusuk kepala zombie atau menebas kepalanya. Marie mengangguk dan bersiap. Hitungan ketiga, pintu gudang terbuka dan tidak terlihat sesuatu atau seseorang. Bahkan, tidak terlihat tanda-tanda kehidupan, semua hanya padi. John memeriksa padi-padi itu, bahkan memindahkan beberapa, sekadar meyakinkan dirinya sendiri, kalau gudang itu aman dari zombie. Marie juga ikut membantu. Setelahnya, mereka mengunci pintu, membuat tempat duduk dari jerami, lalu duduk bersebelahan. Tidak akan ada penerangan, selain dari sinar rembulan di luar nanti malam, mereka juga tidak bisa membuat api unggun di tempat seperti ini, khawatir, kalau akan menimbulkan api dan membuat mereka mati terpanggang. Sungguh, kematian yang konyol dan sia-sia jika hal itu terjadi. John tidak bisa menanggung resiko. John juga sudah menutup pintu dan menahan pintu itu dengan benda apapun yang ada di sana, sehingga jika ada seseorang yang mencoba masuk, mereka akan mendengar dan waspada, kalau-kalau yang datang, bukan manusia. Meski kalau boleh jujur, John, lebih khawatir dengan manusia. Jika zombie, dia bisa bermain cerdik atau mencoba melawan, tapi jika manusia, dia harus berusaha untuk tetap hidup dengan segala insting, kemampuan dan akal muslihat. Manusia jauh lebih menyeramkan dari monster, begitu yang John pikirkan. Malam menyapa. Marie, wanita berpostur cukup tinggi dengan badan langsing itu, memeluk dirinya sendiri. Angin malam membuatnya kedinginan. Pakaiannya memang tipis, hanya kemeja kotak-kotak, dengan celana kain tanggung, ukuran 3/4, sebuah setelan santai. Rambut Marie cukup panjang, digulung menjadi satu dengan asal, meskipun sempat tergerai karena lari tadi. John sebenarnya penasaran, mengenai siapa Marie, mengapa dia sampai dikejar zombie dan lain-lain. Namun, di situasi sekarang, sepertinya, menanyakan privasi seperti itu, sangat tidak nyaman dan akan membuat suasana menjadi canggung. Selain itu, mereka tidak boleh berisik. John menoleh saat mendengar Marie menguap. Pandangannya tidak begitu jelas, tapi matanya sudah berakomodasi dengan baik dalam kegelapan, sehingga samar-samar, dia bisa tahu posisi Marie dan apa saja yang dilakukan oleh wanita itu. "Tidurlah, aku akan berjaga," suruh John. "Aku tidak mengantuk," tolak Marie. Keduanya diam, hening lagi. John sama sekali tidak pandai dalam berbasa-basi. Percakapan barusan, telah membuatnya merasa canggung untuk meneruskan obrolan. "Berapa umurmu, John?" Marie bertanya lebih dulu. Ini mungkin akan sangat kasar, jika dia yang menanyakannya. John ingat, Annie pernah berkata, kalau menanyakan usia seorang wanita, sangat tidak sopan sehingga terlarang untuk dilakukan. Namun, sepertinya, aturan itu, hanya berlaku untuk lelaki, bukan wanita. Seperti yang Annie katakan juga, wanita akan selalu benar. Bahkan, meski dia dalam keadaan yang salah. John tidak mau berdebat panjang soal perkataan Annie, tetapi ada kalanya, dia tidak mengerti dengan perkataan adik perempuannya pada dirinya, seolah mereka tinggal di tempat yang sama, tetapi berbeda dunia. "Dua puluh lima tahun," jawab John. Dia tidak ingin bertanya balik, khawatir akan menyinggung perasaan Marie. Apalagi, kalau Marie ternyata lebih tua dibandingkan dirinya. Itu akan sangat menyebalkan untuk Marie. Wanita cantik itu bisa saja marah dan membuat John akan kesulitan untuk berinteraksi dengannya lagi. Itu tidak akan menguntungkan sama sekali untuknya, apalagi, mereka dalam situasi yang harus bekerja sama dan saling mengandalkan. "Aku dua puluh sembilan tahun, John," ungkap Marie membuat John sedikit terkejut dengan kejujuran Marie. "Lebih tua darimu kan? Tapi, jangan menambahkan sebutan apapun saat memanggilku, aku tidak suka itu," tekannya, membuat John mengulum bibir, sempat ingin dia memanggil Marie dengan sebutan kakak atau mbak. Namun, dia merasa lega karena tidak melakukannya. Marie, mungkin saja, akan tersinggung. "Jadi, bagaimana kamu bisa dikejar zombie tadi?" John memberanikan diri bertanya. "Hm..." Marie bergumam pelan. "Jika kamu keberatan, tidak usah cerita tidak masalah," imbuh John, merasa tidak enak setelah mendengar gumaman Marie. "Tidak apa, aku ingin menceritakannya," jelas Marie kemudian, membuat John memasang telinganya baik-baik, bersiap untuk menyimak. ""Pagi itu, semua tampak sama dan biasa. Aku bangun, memasak sarapan dan menyiapkan segalanya, untuk Josh, suamiku, dan Mega, anak perempuanku yang baru berusia 7 tahun. Kami sarapan bersama. Tidak ada yang berbeda. Josh hanya sedikit flu, karena kemarin sore, dia terkena gerimis, hanya sebentar dan dia buru-buru keramas. Malamnya, dia tidur lebih awal dan paginya, saat aku membangunkannya, badannya terasa sangat panas, tapi dia memaksakan diri untuk sarapan dengan kami. Aku sangat senang sekali. Jadi, kupikir, semua akan baik-baik saja. Tiba-tiba, sebuah ketukan pintu terdengar. Itu sangat tidak biasa, mengingat pintunya diketuk dengan cukup brutal. Aku memberanikan mengintip dan melihat Nyonya Han, berdiri di depan pintu dengan mulut meneteskan air liur, bola mata yang memerah dan darah yang merembes, dari hidung, mulut dan telinga. Darah kering juga terdapat di beberapa bagian tubuhnya. Aku takut, sehingga tidak membukakan pintu untuknya. Jadi, aku memutuskan kembali. Itu hanya lima menit, bahkan kurang dari itu, tetapi saat aku kembali..." Marie tersedat, ada sesuatu yang seperti tersangkut di tenggorokannya, membuatnya kesulitan bernapas dan bicara. John menepuk ringan pundak Marie, memberinya semangat. "Saat aku kembali... Aku melihat Josh, sedang memakan putri kami, tepat di lehernya. Aku bisa melihat anakku membelakkan mata, seolah kematiannya berlangsung cepat dan singkat. Aku menjerit sekuat tenaga, membuat Josh berhenti mengunyah putriku dan berbalik menyerangku. Aku panik, sehingga mengambil pinsau dapurku dan menyerangnya berkali-kali, tapi dia bangkit lagi dan lagi. Saat itu aku tahu, aku harus menyerang kepalanya, lalu dia diam, tak bergerak, sementara tetanggaku, yang sudah sangat brutal, di depan pintu, mencoba untuk menerobos masuk. Dia ternyata tidak sendiri. Jadi, aku berlari, sekuat tenaga, sampai akhirnya, aku bertemu denganmu dan masih hidup sampai detik ini. Terima kasih, John." Marie mengakhiri ceritanya. Ia menangis, tidak lama, sebab John meminta wanita itu berhenti dan menahan kesedihannya. "Mereka akan mendengarnya, jika kamu semakin keras, Marie," ujar John mengingatkan. "Aku tahu kesedihanmu, tetapi tangismu akan membahayakan kita." Marie mengerti alasan masuk akal John. Jadi, dia berusaha keras untuk berhenti menangis. Ia pun berhasil melakukannya. Sesaat kemudian, dia tertidur, sementara John masih terjaga. Sebagai kuli pabrik, yang bekerja shift-shift.an dia sudah terbiasa menahan kantuk. Jadi, dia bisa berjaga selama Marie tertidur. Bagaimanapun, wanita memang sering kali tertidur setelah menangis. John memaklumi hal tersebut. "Annie, kamu baik-baik saja kan?" bisiknya lirih, nyaris tidak terdengar. John masih mengkhawatirkan Annie, berdoa tanpa henti agar adik perempuannya baik-baik saja. Dia tidak ingin kehilangan keluarga, sama seperti yang Marie alami. Sebab, John sangat mengerti kesedihan seseorang saat kehilangan orang yang sangat dicintai. Dia tidak ingin mengalaminya lagi, setelah kematian orang tuanya dulu. Namun, dari apa yang Marie katakan, dia bisa menyimpulkan satu hal, semua berawal dari hujan sore waktu itu. Dia juga terkena hujan dan mengalami demam. Anehnya, dia tidak berubah menjadi zombie sampai saat ini, apa hanya menunggu waktu? John menelan ludah. Mungkin, dia harus pergi diam-diam, menjauh dari Marie, kalau dia ternyata juga akan berubah menjadi zombie. Dia tidak bisa membahayakan orang lain. John tiba-tiba teringat soal Annie, kenangannya selama ini dengan perempuan itu, dari yang baik sampai yang terburuk. Dia bertekad, sebelum dia menjadi zombie, dia ingin meminta maaf sekaligus berterima kasih pada adiknya itu. Jika bisa, meskipun naif, dia ingin Annie terus hidup. Bahkan, setelah dia mati atau berubah menjadi zombie nanti. John mengepalkan tangan, bukan akhir seperti itu yang diinginkannya. Akan tetapi, jika benar, hujan akan membuatnya berubah menjadi zombie, maka, dia harus membunuh dirinya sendiri sebelum mengalami perubahan. John sudah memutuskan dan itu adalah pilihan yang sudah ditentukannya sendiri. Dia akan mati dengan membunuh dirinya sendiri jika memang, dia akan berubah menjadi zombie. Pasti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN