“Nai udah baik-baik aja, Bang!” Naina tersenyum karena Rion tak beranjak dari kamarnya setelah kondisinya membaik. Sudah lebih dari tiga jam dan dia masih menunggui Naina di kamar. “Abang di sini aja,” kata Rion, berbaring di sisi sofa sambil membuka ponsel-nya. “Takut nanti kamu kambuh lagi.” Naina sebenarnya sudah lebih baik. Dia bahkan sudah berjalan-jalan ke sekitar kamar karena bosan harus berbaring. Sesekali melihat Rayyan dalam box, lalu berbaring lagi. “Kalau Abang khawatir karena nganggap Nai adik Abang, sebaiknya Abang pergi.” Rion terkejut mendengar tegur Naina. Wanita itu tak menunjukkan sikap dingin, hanya membiaskan senyum agar Rion tak merasa bersalah dengan menjaga seperti ini. “Nai?” “Nggak, Bang. Nai nggak marah, kok, cuma emang nggak nyaman aja Abang dari tadi di