Satu hari tak terlupa

1271 Kata
Hanum segera memakai aprone dan mengeluarkan bahan makanan yang ada dalam kulkas. Sebenarnya, apa yang terjadi pada Bahran sudah ia pelajari saat ia magang di perusahaan Bahran. Satu hari ia panik mendapati Bahran pingsan ketika ia masuk memberikan laporan yang disuruh oleh salah satu pegawai. Ia diminta bantuan oleh asisten untuk menyadarkan Bahran. Ketika sadar Bahran mengeluhkan kalau lambungnya terasa sakit sekali. Dulu Hanum pernah belajar obat obatan herbal ketika ia mengikuti kegiatan mahasiswa di pegunungan. Seorang nenek mengajarkannya tentang manfaat daun daun yang ada disekitar rumah untuk dijadikan obat. Hanum meramu beberapa macam daun obat obatan menjadi sebuah masakan yang bisa dijadikan lauk. Hal itu dia lihat di acara kompetisi memasak. Bahran duduk manis di depan Hanum yang sedang memotong sayur. Ia memandang tangan dan gerakan tubuh Hanum yang cekatan mengolah sayur dan bahan makanan lain. Ia mengamati raut wajah Hanum ketika sedang serius saat memasak. Kenapa terasa berbeda ketika ia memandang Cintia. " Kamu itu canti Num, tapi kamu menutupinya dengan rasa malu mu " masih jelas terngiang kata kata Bagas saat merayu Hanum. " Ekhm ! " Hanum berdehem. Ia melihat laki laki tampan di depannya terlihat terpana melihatnya bekerja. " Kakak lagi lihatin apa ? " tanya Hanum yang membuat Harum tersentak dari lamunannya. Ia sekarang bimbang, kenapa ia rasanya tak rela melepas Hanum sebagai istrinya. Tapi apa ini tidak menyakiti Cintia, wanita yang telah ia janjikan sebuah kesetiaan. Apalagi Cintia adalah kakak Hanum sendiri. " Apa kamu serius mau menerima Bagas ? Bukan saya menghalangi kalian, saya tahu betul siapa Bagas. Selama ini ia menjadikan wanita mainannya. Saya nggak mau kamu terjebak sama cinta palsunya " Hanum memandang Bahran dalam. Rasanya ia ingin ungkapkan perasaannya saat ini juga, kalau laki laki yang ia harapkan adalah Bahran dan ia ingin pernikahanan mereka bukan pernikahan palsu. " Saya tak gampang juga kak memberikan hati saya pada laki laki. Untuk saat ini saya bangun karir saya dulu. Setelah perceraian kita selesai, saya ingin fokus bekerja " Bahran yang sedang meneguk air putih terasa tercekat ketika Hanum bicara soal perceraian. Ia bingung dengan perasaannya saat ini, kenapa ia merasa takut Bagas memiliki Hanum. Ia mengangguk angguk dan membalas tatapan Hanum, wanita itu segera mengalihkan pandangannya. Ia membelakangi Bahran. " Kita belum akan bercerai Num " ucap Bahran yang membuat Hanum reflek kembali menghadap Bahran. " Jangan tanyakan kenapa, saya mohon padamu. Saya tak ingin mama drop, please. Saya janji saya akan berikan apa yang kamu mau tapi please jangan membuat mama saya rapuh di saat saat terakhirnya " Hanum tak mampu mengeluarkan kata-katanya. Ia hanya bisa menarik nafas dalam. Berapa lama lagi ia harus berada dekat laki laki yang ia cintai, hanya berstatus istri palsu. " Kalau kamu mau, kamu boleh bekerja di perusahaan saya. Berapa gaji kamu mau saya kabulkan " Hanum mempercepat gerakan tangannya memotong bawang bombai. Matanya terasa perih. Laki laki di depannya tak pernah peka atas perasaannya. Jika ia telah salah untuk jatuh cinta, ia mohon pada Tuhan tolong tenangkan jiwanya yang tengah berontak dengan takdir yang ia punya. " Kita tetap di rencana awal kak, meski kita bukan suami istri lagi. Saya tetap anak mama " Hanum membalas tatapan Bahran, ia berusaha mengungkai senyum. Meski hatinya perih juga mengingat waktu perpisahan yang sudah dekat. " Mama pasti menerima kak Cintia kok kak. Ndak perlu menunggu satu bulan lagi lagi sesuai perjanjian kita. Kalian menikah dan bisa wujudkan keinginan mama untuk punya cucu " Bahran merasa hatinya terasa sendu mendengarkan ucapan Hanum. Seperti dua orang yang akan berpisah dalam jarak yang cukup jauh. Ia tak menanggapi kata Hanum soal cucu yang diminta ibunya. Ia duduk di tepi ranjang memandang koper Hanum. Ia kembali melihat diary yang ia lihat kemarin di atas ranjang. Ia baru membuka halaman pertama berisi sketsa gambar keramaian. Baru akan membuka halaman kedua, Hanum segera merebutnya. Bahran segera merebutnya kembali. Ia penasaran apa yang ditulis Hanum dalam diary itu. " Kembalikan kak " Hanum menjinjit kakinya berusaha menggapai diary dalam pegangan Bahran. Laki laki itu cukup tinggi darinya. jarak tangan yang diangkat ke atas membuat tangannya susah mendapatkan diary kembali. " Saya mau lihat dulu ! " ucap Bahran sambil menghindar dan mencoba membuka halaman kedua. Ia terkejut ketika Hanum menekuk kakinya hingga ia terjatuh ke ranjang. Namun ia masih berusaha menjauhkan tangannya dari jangkauan Hanum. " Ish.....kakak ini jangan buat aku kesal " Hanum harus merangkak di atas tubuh Bahran untuk mendapatkan bukunya. Bahran merasakan hatinya bergejolak saat Hanum berada diatas tubuhnya. Ia hanya laki laki normal, gerakan Hanum membuat ada yang tegang dalam tubuhnya. Apalagi saat melihat. " Jangan salahkan saya khilaf Num " Bahran membalikkan posisi Hanum dibawah kungkungannya. " Kakak mau ngapain ? " tanya Hanum ketakutan. Ia melihat tangan Bahran berada diatas keningnya, menyibak rambut yang menutup wajahnya. " Num....kita suami istri yang sah. Tidak ada dosa saya jika saya menyentuh kamu " ucap Bahran dengan suara berat. Detu nafasnya sangat dekat di leher Hanum. Jantung Hanum berdebar kencang. Ia ingin disentuh oleh Bahran tapi bukan dengan alasan nafsu sesaat. Ia ingin cinta di hati laki laki itu untuknya. Sekuat tenaga Hanum mendorong tubuh Bahran. Tubuh yang belum bertenaga karna belum makan dari pagi itu terdorong jatuh dari ranjang. Hanum segera mengambil diarynya lalu berlari keluar ranjang. Ia masuk kamar mandi yang ada di dapur. Ia mengatur nafasnya yang tak beraturan. Ia melihat mata yang mendamba itu. Ia berusaha menahan tangisnya, namun rasa perih itu tak tertahankan lagi. Ia terisak. " Num...kamu di dalam, saya minta maaf Num. Tolong keluar, saya janji itu tidak akan terjadi lagi " " Saya bukan tempat pelampiasan kak, saya mohon lepaskan saya. Biar saya punya seseorang yang memang tulus mencintai saya " Bahran menyandarkan tubuhnya di dinding. Suara halus Hanum menusuk ulu hatinya, ia merasa bersalah telah menyekap gadis itu dalam keinginannya dan Cintia. " Baiklah.., tapi hari ini kamu temani saya. Sebutkan keinginan kamu saya akan penuhi " Hanum perlahan membuka pintu. Ia menghapus air matanya. Bahran terpaku pada kedua mata yang basah itu. Rasa bersalah itu menyergap hatinya. Mereka makan siang dalam keadaan saling diam. Bahran berusaha memecahkan keheningan dengan menanyakan kondisi perusahaan tempat Hanum bekerja. Berhasil. Hanum mengeluarkan pendapat pendapat tentang kondisi perusahaan yang ia rasa butuh suntikan dana dari investor. Bahran kagum dengan kecerdasan analisa Hanum. Hanum meminta Bahran menemaninya ke rumah seorang security perusahaan yang telah begitu baik padanya. Security yang di pecat oleh atasannya karena telah membela Hanum yang datang terlambat. Padahal Hanum terlambat untuk mencari daun daun obat yang dibutuhkan Bahran. Pak Rahmat menyambut Hanum dan terkejut ketika Hanum datang bersama Bahran, atasan tertinggi di perusahaan tempatnya bekerja. Mendengar cerita Hanum Bahran meminta pak Rahmat bekerja lagi. Laki laki yang menghidupi tujuh anaknya itu begitu senang dengan berita itu. " Ramuan Hanum yang menyelamatkan bapak malam itu, memangnya bapak sama Hanum ? " Pak Rahmat menunjuk Hanum dan Bahran. Ia sudah tahu kalau Hanum menyukai Bahran sejak ia magang. Hanum menjawab terlebih dahulu. " Kita teman baik pak " Mereka kembali tidur dalam ranjang yang sama. Hanum membiarkan tubuhnya di peluk Bahran dari belakang, ia anggap ini hadiah Tuhan untuk terakhir kalinya bersama Bahran. Besok ia harus belajar melupakan semua harapan harapannya. Ia terbangun dan mendapatkan rumah yang kosong. Ia melihat di layar tv berita tentang kakaknya yang masuk rumah sakit karena kecelakaan kerja. Hanum yakin Bahran pasti mengunjungi kekasih hatinya. Hanum pergi sendiri ke bandara. Sesampai di kota tempatnya bekerja, ia kembali memblokir Bahran dan sebelumnya mengirimkan pesan. [ Kak, aku mungkin sibuk dengan pekerjaanku. Kakak urus saja proses perceraiannya. Maaf aku tak bisa melihat momen bahagia kakak dan kak Cintia. Happy wedding kak, terima kasih atas kebaikan kakak sama Hanum selama ini ]
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN