Kepulangan Cintia

1010 Kata
Hanum duduk termenung di depan ibu mertuanya yang terbaring sakit. Saat ini ia ada kunjungan kerja ke Jakarta. Saat di Bandara ia melihat Bahran dan Cintia saling berpelukan. Hatinya sangat sakit. Tapi kedua orang itu tidak salah, mereka saling mencintai sejak lama. Dia hanyalah pekerja sandiwara mereka karna keputusan kakaknya yang pergi sebelum pesta pernikahan. " Sudah makan ? " tanya sebuah suara yang membuyarkan lamunan Hanum. Orang yang tadi ada dalam pikirannya sekarang muncul di depan matanya. " Sudah " jawab Hanum tepat saat perutnya berbunyi. Ia memang tak selera makan sejak melihat Bahran dan Cintia makan bersama di bandara. Bahran tersenyum sambil menyodorkan sebuah kotak makan siang. " Aku bawa pulang saja kak, nanti malam aku janji sama atasanku untuk menghadiri ulang tahun perusahaan mas Bagas " ucap Hanum sambil berdiri. Ia memandang mertuanya yang tengah terlelap. " Bilang sama mama kalau tadi aku datang " Bahran meraih tangan Hanum yang hendak meninggalkan brankar. " Tunggu sampai mama bangun, aku yang akan mengantar kamu ke perusahaan Bagas. Kamu pergi sama aku " tegas Bahran. Ia menatap tajam istrinya. " Kak, lepasin " rengek Hanum, ia mencoba melepaskan genggaman Bahran ditangannya, rasa sakit atas pemandangan tadi membuatnya segera menjauh dari Bahran. " Kali ini kamu harus dengar ceritaku tentang Bagas, kamu harus tahu siapa dia sebenarnya. Aku tidak mau kamu jadi korbannya " Mereka saling menatap. Hanum tertunduk ketika Bahran menatapnya lebih dalam. Mau kamu apa sih kak, menahanku di posisi ini. Batin Hanum. " Aku sudah tahu " Hanum masih berusaha melepaskan gengaman tangan Bahran. cengkraman itu semakin kuat. " Ha..num...Hanum kamu pulang nak ? " Delisa terbangun, Bahran buru buru merubah posisi Hanum berdiri di depannya. Ia memeluk Hanum dari belakang. " Ya..ma, Hanum disini " Bahran yang menjawab. Hanum terpaksa berdiri kaku dalam pelukan Bahran. " Sini nak " panggil Delisa. Hanum melangkah mendekati mertuanya. Bahran mengekor dari belakang. " Kamu ke sini sama Bagas ? " tanya Delisa yang membuat Bahran terbelalak. Hanum memandang suaminya, sebenarnya ia pernah cerita pada Delisa kalau ada seorang laki laki yang mendekatinya. Sebenarnya Delisa sudah tahu kalau kesediaan Bahran menikahi Hanum seperti permintaannya hanyalah sebuah sandiwara. Ia tak setuju putranya menikahi Cintia karna dia yang menjadi saksi kalau Cintia pernah punya hubungan gelap dengan papa Bahran sebelum suaminya itu meninggal. Hanum adalah anak sahabatnya yang hilang, yang diadopsi oleh keluarga kaya. Tapi Delisa masih menyembunyikan fakta itu. Ia ingin melaksanakan janji terakhirnya pada sahabatnya, menyaksikan Hanum bahagia. " Nggak, ma. mas Bagas sedang sibuk di perusahaannya " " Mama yakin, kamu bisa membuatnya berubah. Cinta bisa membuat orang bisa berubah nak " Delisa mengusap tangan Hanum dan memandang putranya. " Kamu kenapa masih disini, bukannya Cintia sudah pulang. Kenapa kamu tak ajak kemari mama ingin kenal dia " Bahran tergugu, sekarang buat apa dia bersandiwara lagi. Mamanya sudah paham sandiwara yang ia jalani, jadi ia tak bisa memaksa Hanum berpura pura mesra di depan mama. " Cintia masih capek ma, mungkin besok dia mau kesini " jawab Bahran sambil melepaskan tangan Hanum. Cengkramannya meninggalkan jejak di tangan Hanum. " Hanum pamit ma " ucap Hanum sambil mencium tangan ibu mertuanya. Delisa menanggapi dengan senyuman. Saat Hanum membuka pintu seseorang juga mendorong pintu. Mereka bertabrakan. Hanum terjatuh, segera laki laki di depan Hanum membantu Hanum berdiri. " Kamu nggak apa apa Num ? " tanya Bagas sambil membersihkan tangan Hanum. Ia melihat pergelangan tangan Hanum memerah. " Nggak apa apa mas, saya permisi dulu " Bahran menghela nafas kasar ketika melihat Bagas mencegah Hanum pergi. Pergelangan tangan yang ia cegkram tadi dipegang lembut Bagas. " Sudah, perginya sama saya. Bos kamu sudah titip pesan sama saya " " Maaf tante, baru jenguk sekarang " Bagas menyeret Hanum mendekati Delisa yang sedang terbaring di brankar. Bahran panas dingin melihat istrinya berdiri di belakang Bagas. " Panjang umur kamu gas, baru saja saya omongin sama Hanum " Delisa menerima buket bunga dari Bagas, tanpa terduga Bagas juga mengeluarkan sekuntum mawar merah ke hadapan Hanum. Hanum ragu menerimanya, ia terintimidasi dengan tatapan suaminya. " Terimalah..." pinta Delisa. Hanum ragu mengangkat tangannya. " Pas kamu terima bunga ini, secara resmi saya melamar kamu Num " ucap Bagas sambil meletakkan tangannya di bahu Hanum. Bahran dengan gerakan cepat menyambar bunga itu ditangan Bagas dan meremasnya hingga remuk. " Maaf tadi saya lihat ada lebah, kasihan nanti Hanum di sengatnya " ucap Bahran tanpa rasa bersalah. Bagas menyipitkan matanya memandang bunga yang ia persembahkan untuk Hanum berserakan kelopaknya. " Lebah ? " Bahran segera menyeret Hanum keluar ruangan. Ia tak bisa biarkan hatinya tak tentram jika Hanum menerima lamaran Bagas. " Lepasin kak ! " sentak Hanum namun Bahran tak memperdulikan. Ia membawa Hanum ke ruang dokter, yang tak lain adalah pamannya sendiri. " Kamu harus hati hati sama Bagas, dia hanya ingin menghisap madumu saja, aku lakukan ini agar kelak kamu tidak menderita. Kamu itu gadis polos nggak ngerti dunia laki laki makanya saya takut kamu jatuh pada laki laki yang nggak bener " Hanum sudah tak tahan mendengar yang terus bicara itu, dengan gerakan cepat, ia menyambar leher Bahran dan mencium bibir suaminya itu dengan brutal dan liar. Bahran terkejut dengan tindakan Hanum. Ia hanya terpaku tanpa memberikan balasan. " Sudah ngomongnya, sekarang biarkan saya dengan hidup saya. Kakak tidak berhak mengatur dengan siapa saya jatuh cinta " Hanum hendak keluar namun Bahran menariknya kembali, kali ini ia yang memainkan peranan. Bahran tak mengerti kenapa pancingan Hanum tadi berhasil membuatnya membuang semua logika. Ia lebih brutal dari Hanum hingga Hanum memukul dadanya karna kehabisan nafas. Keduanya terengah engah. Sebuah suara membuat mereka terkejut. " Apa yang kalian lakukan diruangan saya, apa kalian tak sabar untuk pulang. sudah berapa lama tak bertemu ? " Bahran menatap malu pamannya, suami istri sama melap bibir mereka yang basah. " Maaf Om..." ucap Hanum lalu keluar dari ruangan. " Bahran, kamu tetap disini ! " titah dokter Jimmi. Bahran menghentikan langkahnya. Ia mendekati tempat duduk di depan meja pamannya. " Sekarang kamu mengerti apa arti kehilangan Hanum ? jika kamu memang tidak punya cinta untuknya, lepaskan dia "
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN