Ciuman tak terlupakan

1050 Kata
Bahran hanya tertunduk di hadapan pamannya, sejak tadi ia belum bisa menanggapi permintaan pamannya. Lepaskan Hanum. Hatinya terasa tak rela melakukan yang sudah seharusnya ia lakukan. " Dengarkan kata hatimu, jika kamu tidak ikhlas kehilangan Hanum berarti ....." dokter Jimmi terpaksa menghentikan kalimatnya karna ponsel Bahran yang diletakkan di depannya berdering. Terlihat name tag. My Sweetheart dengan foto profil Cintia. " Ceraikan Hanum secepatnya, mungkin ada pria lain yang lebih mencintainya " ucap dokter Jimmi sambil memberikan gawai Bahran. Laki laki setengah baya itu meninggalkan anak kakak perempuannya. Ia yang menjadi saksi dari pernikahan Bahran. Ia yang juga menyarankan Bahran untuk tak melanjutkan pernikahan jika itu hanya demi menyenangkan sang ibu. Hanum adalah mahasiswa bimbingan istrinya, secara pribadi mereka sudah kenal dekat. Semua keluarganya menyukai Hanum yang begitu humble. Jimmi tahu bagaimana perasaan Hanum pada keponakannya. Tapi gadis itu tahu ia hanyalah pengantin pengganti. " Sayang, hari ini aku ada liputan untuk acara ulang tahun perusahaan Bagas. Kamu diundang nggak di sana ? " " Iya aku diundang " " Kalau begitu jemput aku ya, sebentar lagi aku selesai dandan " " Cintia....aku ...." Bahran menghela nafas berat. Ia berencana membawa Hanum menjauh dari pesta Bagas. Selama ini tak banyak yang tahu mengenai istrinya karena saar pernikahan mereka Wajah Hanum memang disamarkan dengan cadar. Bahran terkejut karena ada panggilan dari Hanum. Blokirnya sudah di buka. Ia segera mengangkatnya. " Benar kakak yang jemput aku, kenapa mesti lapor papa sih. Nggak masalah kan aku pergi dengan siapa. Toh kakak bisa pergi dengan kak Cintia. Dengan ada pria lain menjemput aku. Jalan kakak menuju pengadilan bisa mulus, nggak perlu ada perdebatan keluarga toh, yang salah disini aku " " Kamu bisa nggak, nggak bahas soal perceraian disini. Sampai kapan aku mau kamu tetap jadi istriku " marah Bahran, ia berdecak kenapa ia merasa tersudut dengan permintaan perceraian itu. Selama ini ia tak merasa apa apa membiarkan Hanum hidup sendiri, tapi ketika diakhir perjanjian mereka. Ia heran pada dirinya yang ingin Hanum selalu ada di dekatnya. " Aku sudah ditelpon mas Bagas, aku yang akan menyampaikan memimpin acara jadi buruan " Cintia bolak balik memperhatikan dirinya di cermin. Gaun warna biru muda tampak elegan di badannya yang berkulit putih bersih. Sementara Hanum hanya menggunakan dress warna hitam pekat. Mobil Bahran masuk pekarangan rumah orangtua Hanum. Cintia melihat ke jendela. Ia segera mengancam adiknya. " Bersikaplah seolah olah tidak terjadi apa apa, kita butuh waktu yang tepat untuk mengatakan pada papa kalau pernikahan kalian itu palsu " Hanum keluar terlebih dahulu. Ia membuka pintu belakang tapi dihalangai suaminya. Cintia memandang cemberut kekasihnya yang meminta Hanum duduk di depan. " Jangan marah, papa akan curiga dengan sandiwara kita, kalian mau ayah kalian kena serangan jantung " ucap Bahran pelan. Hanum menatap tajam suaminya. Sementara Cintia membalas tatapan Bahran dengan senyuman. " Maaf aku lupa sayang " Bahran menoleh ke samping, ia melihat dandanan Hanum terlihat berbeda. Gaun yang ia kenakan tak bisa dibilang biasa saja. Apa Hanum membelinya dengan uang nafkah yang ia berikan selama ini. " Baju dari siapa ? " tanya Bahran sambil mengelus bahu Hanum. Tangannya segera di tepis Cintia. " Hanum, kamu jangan gatal ya. Kamu sengaja kan menggoda Bahran, jangan mentang mentang dia berstatus suami kamu seenaknya saja berduaan dengannya. Ingat perjanjian kita " bentak Cintia pada Hanum Hanum kesal dengan bentakan kakaknya, yang megang siapa yang disalahkan siapa. Ia meraih tangan Bahran dan memukulnya sekuatnya. " Auu....! " teriak Bahran, ia urung memasang seatbelt karena Hanum memukul tangannya tak main main. " Hanum ! " teriak Cintia. Hanum langsung keluar dari mobil dan berjalan ke gerbang rumah. Mobil Bagas sudah menunggunya sejak tadi di luar tapi papa menahannya untuk pergi karena permintaan Bahran yang tak memperbolehkan Hanum pergi selain dengan dirinya sebagai suami. Bahran hendak bergerak membuka pintu tapi Cintia mencegahnya. " Biarkan saja mas, lama lama papa pasti menerima hubungan kita, kamu lihat sendiri kan dia sangat kasar " Bahran tak bisa bertindak apa apa. Ia menjalankan mobil dengan perasaan tak menentu. Beberapa meter dari rumah mertuanya, ia melihat Bagas membukakan pintu untuk Hanum. Ia memperlambat jalan mobilnya biar berada di belakang mobil Bagas. Cintia sudah pindah di depan. " Sakit ya...biar sini aku tiup " Cintia meraih tangan Bahran dan meniup jemari yang dipukul Hanum tadi. Bahran tak bereaksi apa apa, matanya fokus melihat ke arah mobil di depannya. Ia hanya meimajinasikan apa yang terjadi di balik kaca mobil hitam itu. Hatinya berkata, Hanum itu pandai menjaga marwahnya. Tak mungkin melakukan hal diluar batas mereka sebagai rekan kerja. Bahran teringat adegan ciuman mereka di ruang dokter Jimmi. Masih terasa hangatnya bibir Hanum menempel di bibirnya. Ia tak menyangka Hanum akan berbuat senekat itu, sepanjang yang ia tahu Hanum gadis pemalu. Ternyata ia cukup mahir juga berciuman. " Mas...." tegur Cintia. " Mas Bahran kenapa senyum senyum sendiri ? sudah membayangkan malam pertama kita ya. Sabar sebentar lagi sayang. Kabarnya Hanum sudah punya pacar. Kita tunjukan saja bukti perselingkuhan Hanum pada papa lalu mas ceraikan dia " Bahran terkejut ketika Cintia menepuk bahunya. Jelas sekali ia membayangkan adegan ciumannya bersama Hanum. Hatinya tadi rasanya mau meledak mau melanjutkan ke tahap yang lebih jauh. Hubungan yang halal antara suami dan istri. " Kamu bisa cegah Hanum berhubungan dengan Bagas, dia bukan laki laki yang baik untuk Hanum " ucap Bahran sambil memutar kemudi mengikuti arah mobil Bagas masuk SPBU. Cintia melihat Hanum keluar dari sebuah mobil mewah, ia berjalan menuju toilet. Tak lama seorang pria membukakan pintu untuk Hanum. Baik Cintia dan Bahran menatap adegan romantis itu. " Jangan bilang kamu cemburu mas " " Cemburu apanya ? Bagas itu laki laki b******k. Ia hanya mau merusak Hanum " " Trus apa salahnya kalau Hanum rusak ? bukan urusan kita kan kalau Hanum dinikahi habis tu dicampakkan " Bahran memandang kekasihnya dalam, ia baru mulai mengerti sekarang kenapa mamanya tak pernah menyetujui hubungannya dengan jurnalis cantik itu. " Mamaku peduli sama dia, Aku nggak mau mama sedih " tanggap Bahran menahan kesal. Ia tak menyangka Cintia tak punya rasa peduli pada adiknya sendiri. " Itulah makanya aku malas ketemu mamamu. Hanum seperti mencuci otaknya untuk membenciku " Bahran terdiam, ia pernah menguping pembicaraan ibunya dan Hanum saat Hanum membicarakan tentang wanita yang ia sukai. Hanum memberikan kalimat kalimat positif tentang pribadi Cintia. Paman dan ibunya benar, Hanum itu baik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN