Irina menyisir deretan buku yang berjajar di depan matanya. Ia kemudian teringat dengan buku yang tadi cukup menarik perhatiannya. Ia kemudian menunjuk buku yang ia maksudkan pada Rayen berharap Rayen akan mengambilkan buku yang terletak jauh di atas tinggi badannya. Rayen menggelengkan kepalanya, menolak untuk mengambil buku yang dimaksud oleh Irina. “Kenapa?” tanya Irina dan semakin membuatnya penasaran. “Itu bukan buku. Bukan bacaan,” Kilahnya. “Sebaiknya kau memilih buku lain, atau lebih baik lagi kau lihat saja aku sepanjang menunggu pagi.” Candanya dengan cengiran yang menampilkan gigi putihnya dan kemudian mendapatkan sikuan tangan dari Irina. Rayen tersenyum mendapati suasana hati Irina yang sudah kembali baik seperti sebelum mereka bertengkar karena seseorang yang sangat tak ia