Bab 6

1567 Kata
Setelah mengirim pesan singkat pada orang yang entah masih Irina benci atau enggak, Irina melajukan mobilnya yang ia pinjam dari sahabatnya Desi ke jalanan yang masih ramai dilalui oleh kendaraan lain. Irina sudah tidak sabar menemui Rayen, dia ingin segera memastikan sendiri hubungannya dengan Rayen. Rayen memberikan lokasi keberadaannya pada Irina yang Irina tahu bahwa Rayen ada di sebuah perumahan elit. Mungkin rumah barunya atau Rayen sedang di rumah siapa yang entah Irina tidak tahu, karena setahu Irina dulu Rayen tidak tinggal di alamat yang di kirimkan Rayen. Rumah Rayen dulu berseberangan arah dengan rumah yang kini dituju Irina dari caffe tadi. Irina membelokkan mobilnya ke arah perumahan yang dikirimkan Rayen padanya setelah satpam membukakan portal jalan masuk menuju perumahan. Irina mengikuti petunjuk dari satpam tadi setelah menanyakan alamat yang diberikan Rayen. Alamat rumah yang dikirimkan Rayen ini memiliki pengamanan yang ketat. Irina harus menghubungi interkom yang terpasang di sudut pagar rumah untuk menghubungi penjaga rumah dan meminta izin untuk masuk. Dengan sedikit tergesa, Irina keluar dari dalam mobil dan cepat-cepat memencet tombol interkom. “Ya, keluarga Mirano?” Yang terdengar suara seorang pria yang bisa diperkirakan berkisar umur 40 tahunan. “Saya ingin bertemu dengan Rayen Mirano.” “Maaf dengan siapa?” “Irina.” “Baik, tunggu sebentar.” Penjaga tersebut mungkin berniat untuk menghubungi si tuan rumah untuk meminta izinnya, namun sebelum penjaga itu pergi, Irina dengan cepat mengkonfirmasi maksud kedatangannya. “Maaf, tolong sampaikan ini penting.” “Baiklah.” Setelah menunggu beberapa saat akhirnya suara dari pagar terbuka terdengar. Irina segera memasuki pekarangan rumah luas yang terlihat menonjol dari perumahan lainnya dengan mengendarai mobil. Kemudian tampak seorang satpam berdiri di pinggir pos satpam yang Irina yakini pasti dialah yang membukakan pintu pagarnya. Irina turun dari mobil dan disambut oleh seorang asisten rumah tangga yang sudah separuh baya. “Silahkan nona, tuan muda berada di ruang kerjanya. Mari saya tunjukan.” Irina mengikuti arah asisten rumah tangga yang menuntun Irina ke sebuah pintu yang cukup besar. “Silahkan nona.” “Terimakasih.” Asisten rumah tangga yang semula mengantar Irina, hanya mengantarkannya sampai didepan pintu. Irina sedikit ragu untuk membuka pintu yang kini berada tepat didepan matanya. Jantungnya benar-benar berdegup kencang, tapi disisi lain Irina sangat takut kalau kalau apa yang diperkirakannya ternyata meleset. Apa yang akan terjadi dengan hidupnya nanti? Dengan mengepalkan kedua tangan, Irina meyakinkan diri bahwa ia telah melakukan sesuatu yang benar. Irina mengetuk pintu namun tidak ada jawaban dari dalam. Irina mengetuk pintu lagi, namun masih belum juga ada jawaban. Untuk terakhir kalinya Irina mengetuk pintu, dan masih tidak ada jawaban juga. Irina memberanikan diri untuk membuka pintu secara perlahan. Irina benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya. Benarkah itu Rayen yang dikenalnya? Apa dia berada di ruangan yang tepat? Haruskah dia pergi saja? Darah Irina berdesir hebat menyaksikan kejadian yang kini terpampang jelas didepan matanya. Tubuhnya serasa kaku tak bisa digerakkan lagi. walaupun ia telah memupuk benci dalam hatinya untuk lelaki ini, tetap saja, melihat hal yang tidak sepatutnya ia lihat membuat darahnya serasa bergolak hebat. Ah tapi peduli amat dengan apa yang dilakukan Rayen, dengan kaki yang sedikit bergetar Irina memberanikan diri memasuki ruangan yang sudah menjadi ruangan panas yang membuat hati Irina sedikit panas. Ya sedikit, hanya sedikit saja. Pikir Irina meyakinkan diri. “Ehem” Irina berdeham untuk menyadarkan kedua sejoli yang sedang asyik berbagi air liur di kursi kerja yang diduduki oleh Rayen. Rayen menutup matanya dan terlihat sangat menikmati ciuman mereka, sementara si perempuan yang membelakangi Irina terlihat sangat lihay memainkan rambut Rayen yang benar-benar membuat Irina panas. Dan, apa itu?! tangan Rayen terlihat nakal menggoda setiap lekukan tubuh wanita yang ia cumbu dibalik baju yang sepertinya kurang bahan itu. Tapi tampaknya, suara deheman Irina itu tidak membuat kedua insan itu terganggu. Irina berusaha meninggikan suaranya agar kedua orang yang seketika tuli itu bisa mendengarnya, “Ehem, permisi pak.” Yes berhasil. Pikir Irina. Akhirnya Rayen membuka matanya dan menghentikan aktivitasnya. Dari tatapannya, Rayen terlihat sekali merasa terganggu. “Kenapa sayang? Kenapa berhenti? Kita baru mulai.” Ucap wanita yang menjadi obyek ciuman Rayen. “Maaf sayang, sepertiya aku kedatangan tamu. Kita lanjutkan besok saja ya? Aku janji.” Si wanita mengikuti arah mata Rayen yang melihat ke arah Irina. “Oh, siapa dia sayang? Asistenmu?” tanya wanita yang masih tak Irina kenal meski kini ia bisa melihat dengan jelas wajahnya. “Bukan sayang, dia hanya orang yang ku kenal.” Jawab Rayen dan sedikit membuat Irina mendengus mendengar jawabannya itu. “Baiklah, aku akan menunggu disini.” Rajuk si wanita dengan suara manja yang terdengar menjijikan oleh Irina. “Tidak sayang, hari ini aku sangat lelah. Tadinya aku ingin bersamamu malam ini, tapi sepertinya aku sibuk hari ini, aku tidak ingin membuatmu menunggu lama. Pulanglah.” Bujuk Rayen dengan tangannya yang masih nakal berada di paha wanita menjijikan itu. “Baiklah jika itu maumu. Sampai jumpa lagi sayang.” Irina benar-benar membeku mendengar percakapan dua sejoli yang ada dihadapannya. Andai didekat sini ada kapak, Irina sangat ingin mencincang wanita itu. Dan apa kata Rayen tadi? Dia hanyalah kenalannya saja? Irina memutar bola matanya jengah. “Silahkan duduk. Ada keperluan apa anda kemari dan mengganggu pekerjaan saya?” What? Pekerjaan dia bilang?! Irina masih menahan rasa jengahnya. “Maaf Rayen, tapi kau tidak bilang sedang ada pekerjaan tadi.” Balas Irina tak ingin menjadi orang yang terasa menjadi tamu tak diundang. “Benarkah? Dan apa maksudmu tadi? Apakah kita teman sehingga kau berani menyebut namaku?” “Kau sendiri yang bilang, saat kita berdua jangan pernah berbicara formal. Aku hanya mengikutimu saja,” bantah Irina, “Aku kemari hanya ingin meluruskan hubungan kita.” “Hubungan? Maksudmu hubungan yang mana? Setahuku kita hanya mempunyai hubungan kerja saja.” ujar Rayen dengan sedikit menyunggingkan senyum tipis yang terlihat mengejek Irina. “Rayen, please. Kita punya masa lalu bersama dan aku ingin memperjelasnya.” “Oh, hubungan yang itu. Tapi maaf aku sudah tidak tertarik lagi. Seperti yang kau bilang, itu adalah masa lalu. Dan oh ya, tentang ciumanku itu, aku hanya ingin memastikan saja apakah ciumanmu masih sama menggairahkan seperti dulu, dan ternyata masih sama saja. Membosankan.” Rayen masih saja melontarkan kata-kata yang menyakiti hati Irina tapi Irina mengabaikan rasa sakit hatinya kali ini. Irina tahu Rayen melakukannya untuk merendahkan harga dirinya. Melihat Irina yang hanya mematung mendengar perkataannya, Rayen tahu kata-katanya amat sangat melukai hati gadis yang pernah mengisi hatinya itu. Oh, ya mungkin juga gadis itu masih didalam hatinya karena jujur Rayen merasakan sakit di ulu hatinya saat melontarkan kata-katanya sendiri. “Terserah kau mau mengatakan apa Rayen.” “Ya, aku juga tidak ingin mengotori bibirku lagi. Jadi, apa yang membuatmu kemari dan menghentikan waktu berhargaku?” Rayen mengatakannya dengan acuh tak acuh. Kali ini Irina benar-benar tidak tahan dengan sikap Rayen. Jika memang benar semua sikap menjengkelkannya karena masa lalu mereka, Irina akan menjelaskannya sekarang, tidak perduli kenyataannya benar atau tidak “Baiklah, aku akan langsung saja ke inti permasalahannya. Entah yang kukatakan benar atau salah. Jika kepergianmu dulu yang tanpa kabar dan berita itu hanya karena leluconku dan teman-temanku saat di Cafe setelah kepulanganmu dari london, aku minta maaf.” Tanpa bisa dihentikan Irina terus memandang bola mata Rayen yang datar tanpa ekspresi. Irina masih belum melihat tanda-tanda kebenaran atas kata-katanya. “Saat itu aku hanya bercanda karena teman-temanku terus saja meledekku yang selalu menempel padamu setelah kau pulang, tapi jika karena hal lain aku juga benar-benar minta maaf. Mungkin saja selama hubungan kita, aku selalu menyakiti dan mengecewakanmu” Rayen masih saja berekspresi datar. Mungkin apa yang Irina perkirakan salah. Memang ada hal lain yang membuat Rayen pergi dan Irina tidak tahu apa.  “Sungguh, selama kita berhubungan aku telah berpaling darimu.” Untuk terakhir kalinya Irina mengatakan kebohongan yang tidak ia rencanakan sebelumnya demi menyelamaatkan sisa harga dirinya. “Lalu?” Rayen akhirnya membuka mulutnya. “Itu saja yang ingin aku sampaikan. Aku hanya tidak ingin terus menerus dihantui rasa penasaran hubungan kita. Setelah ini aku benar-benar akan melupakan semuanya. Dan terimakasih atas waktunya. Permisi Pak.” Tanpa menengok kebelakang lagi Irina pergi dengan hati yang semakin sakit, entah ini benar atau salah. Tadinya Irina ingin menjelaskan isi hatinya yang selama bertahun-tahun terkungkung dalam masa lalu, namun kata-kata menyalitkan dari Rayen tak mampu membendung rasa sakitnya yang terasa menggerogoti setiap inci yang ada didalam dirinya. Blam Pintu ruang kerja Rayen tertutup dengan sempurna meninggalkan Rayen yang terus termenung. Rayen merasa bimbang dengan perasaannya. Alasan kepergiannya memang benar karena kejadian yang dikatakan Irina. Namun, ada hal lain yang jauh lebih menyakitkan dari itu. Rayen akan dengan senang hati menyerahkan seluruh harta, hati dan juga kekayaan yang dimilikinya hanya untuk Irina jika itu yang Irina inginkan. Namun, ia hanya tidak bisa menerima satu hal yang ia pikir sangat fatal baginya. Perkataan terakhir Irina entah benar atau tidak, sedikit mempengaruhi hati Rayen. Penjelasan yang Irina katakan semakin memperjelas alasan sakit hati yang selama ini Rayen rasakan. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Haruskah ia mengejar Irina dan menanyakannya langsung atau haruskah tetap seperti ini? Tapi dengan jaminan hatinya yang masih tertinggal jauh di masalalu. “Irina...” Rayen tersadar dari kebimbangan hati dan pikirannya. Rayen bangun dari duduknya, “Dimana dia?” ucapnya lirih. Rayen berlari keluar rumah dan mencari keberadaan Irina. Tidak ada. Rayen kembali berlari ke gerbang rumahnya. “Kemana dia?” Rayen bertanya pada satpam yang berjaga di rumahnya. “Tamu anda baru saja pergi tuan.” Rayen kembali membawa kakinya berlari ke garasi rumah. Mungkin saja dia masih dekat, pikir Rayen. Rayen berlari meraih kunci mobilnya yang tergantung ditempatnya disamping ruangan lain garasi dan segera masuk mobil melajukan mobil miliknya. Dengan kecepatan tinggi Rayen membawa mobilnya mengejar Irina. Entah perkataan Irina benar atau salah. Ia hanya ingin bersama gadis itu, ia merindukan gadis itu. Ia sudah tidak tahan dengan kepura-puraan yang ia lakukan sendiri. Pengakuan Irina tadi hanya memperjelas kesalahannya di masa lalu meskipun perkataan terakhir Irina sedikit membuat hatinya goyah lagi. Terserahlah, Rayen akan menanyakannya langsung kali ini kepada Irina “Irina, dimana kau? Aku tidak perduli lagi kata-katamu benar atau salah. Aku merindukanmu Irina. Aku juga tidak perduli kau sudah berpaling dariku.” Rayen terus saja mengatakan mantra yang membuatnya sedikit lega atas perasaannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN