Sekuat tenaga Irina menahan air matanya yang menggantung dikantung matanya. Dia tidak boleh menangis dihadapan Rayen tidak perduli lagi apakah hubungan mereka berakhir dengan cara seperti ini. Irina harus menyelamatkan sisa harga dirinya. Sudah tidak ada lagi Rayen-nya yang dulu.
Tangisannya meluncur sempurna setelah Irina berada didalam mobilnya. Dadanya terasa sangat sesak, begitu sesak. Irina memukul-mukul dadanya berharap rasa sesaknya sedikit berkurang. Tetap sama. Dadanya malah terasa semakin sesak dan sakit. Irina mengira setelah bertahun-tahun dia mampu melupakan Rayen, tapi ternyata tidak sesederhana itu. Irina masih berharap, bahkan mungkin selama ini Irina hidup dengan senyum yang mengembang dibibirnya dengan harapan semua akan baik-baik saja setelah mereka bertemu, tapi nyatanya semua terasa sangat berat untuknya.
“Kenapa gue kaya orang bodoh mau nyamperin dia?” tangisannya sedikit reda. Irina menghela nafas pelan sebelum menghidupkan mobilnya dan meninggalkan rumah yang membuatnya merasakan sesak.
“Harusnya gue dengerin apa kata lo Ci” Irina terus saja mengoceh dan menyalahkan keputusannya
“Semuanya emang salah gue, aaahh s**t! Cowok norak! s****n! b******k! Gue masih aja ngarep sama lo.” Irina terus bersumpah serapah.
Sepanjang perjalanan mata Irina terus saja tak berhenti meneteskan air matanya. Entah apa yang akan dilakukannya besok. Irina enggan melanjutkan proyeknya bersama Rayen, tapi Irina juga enggan terlihat lemah didepan lelaki itu. Entahlah, besok dia akan memikirkannya kembali.
Irina menghempaskan tubuhnya di kasur setelah sampai di Rumahnya. Rasa sesak didadanya masih tidak mau hilang, terasa sangat sakit. Sudah bertahun-tahun, tapi masih saja terasa sakit. Irina menatap nanar atap kamarnya dan sedikit tersenyum menertawakan dirinya sendiri. Lebih tepatnya, mengasihani diri sendiri.
“Kenapa kamu seperti itu Rey? Aku masih yakin kamu bukan orang seperti itu. Kamu amat menghargai perempuan.” Ucap Irina meyakinkan hatinya lagi meski pada kenyataannya Rayen yang kini ia kenal jauh dari apa yang ia tahu sebelumnya.
Irina cukup lelah malam ini. Emosinya benar-benar menguras habis energinya. Entahlah. Irina mematikan lampu kamarnya tanpa mengganti baju dan riasan wajahnya. Biarlah seperti ini, Irina akan mencoba tidur meski ia yakin akan sulit. Tetesan air mata, mungkin akan menjadi obat tidurnya malam ini hingga ia terlelap.
Diluar Rumah Irina, Rayen hanya menatap lampu kamar Irina dengan tatapan datar. Ingin rasanya dia masuk dan memeluk Irina. Menenangkan wanitanya. Rayen tahu apa yang dilakukannya pada Irina benar-benar menyakiti hati gadis itu. Bahkan, Rayen juga merasakan sakitnya saat mengucapkan kata-kata yang ia keluarkan dari mulutnya sendiri.
Rayen masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan Irina dan teman-temannya, dan itu memang menjadi salah satu hal yang membuatnya yakin untuk meningglkan wanita yang amat ia sayangi dulu. Ya, dulu. Jika hanya karena harta Rayen dengan sukarela menyerahkan semuanya untuk Irina, tapi jika menyangkut hati Rayen benar-benar tidak bisa memaafkan Irina semudah itu. Namun, sebenarnya bukan hanya karena alasan yang disampaikan oleh Irina saja, ada hal lain yang membuatnya membenci Irina. Perkataan Irina memang benar, tapi ada hal yang jauh lebih menyakiti hatinya.
Beberapa saat, Rayen hanya menatap kamar Irina, Rayen memutuskan untuk meninggalkan Rumah Irina setelah melihat kamar lampu Irina mati. Rindu. Rayen tahu yang brcokol dalam dadanya adalah perasaan rindu yang teramat sangat, sangat rindu, tapi egonya masih belum bisa menerima Irina. Di satu sisi, ia sangat ingin memeluk erat tubuh indahnya. Namun disisi lain, rasanya ia sangat ingin menghancurkan hati wanita itu sehancur-hancurnya. Ia memang batu. Ya, Rayen mengakuinya.
***
Hari ini Irina memutuskan untuk melanjutkan proyeknya dengan Rayen. Masa bodo dengan rasa sakitnya, ia harus bisa mengendalikan perasaannya terhadap lelaki s****n itu. ia tidak boleh lagi terpengaruh dengan apa yang akan dikatakannya nanti Saat ini, Irina hanya ingin menunjukan kepada Rayen bahwa ia baik-baik saja setelah mendengar penghinaan dari Rayen. Semoga saja hari ini Rayen mengutus bawahannya atau siapalah yang penting bukan dia yang datang. Ia merasa sangat muak untuk sekedar berbasa-basi dengan lelaki b******k itu.
“Semangat Irina” Irina mengepalkan kedua tangannya dan menyemangati dirinya sendiri
Saat ini Irina tengah berada di sebuah kebun bungan milik salah satu rekan kerjanya. Irina amat mengagumi kebun bunga yang terhampar dihadapannya. Aroma bunga. Irina sangat suka dengan aroma yang menguar tatkala ia berkunjung ke taman bunga ini. ia serasa merefleksikan tubuhnya hanya dengan datang kesini.
Rido. Rekan kerja sekaligus sahabat Irina dari mereka sama-sama duduk dibangku SMA, walau tak seangkatan tapi sejak SMA mereka sudah dekat dan sering digosipkan menjalin hubungan asmara saking dekatnya, tapi mereka tak ambil pusing. Dan kini, mereka semakin bertambah dekat setelah beberapa kali terlibat dalam proyek kerja yang dilakukannya bersama dengan Irina. Kedekatan mereka semakin membuat gosip hubungan yang beredar di sekitarnya bertambah yakin, tapi Rido dan Irina tak pernah sekali pun menanggapinya. Rido sendiri sangat nyaman bersama Irina, begitupun Irina.
Perawakan Rido dengan postur tubuh yang tinggi sangat gagah, disandingkan dengan Irina yang hanya mempunyai tinggi rata-rata wanita Indonesia. Irina akan terlihat sangat imut jika mereka berjalan bersama.
Rido Javas Keanu. Laki-laki keturunan Indo-Belanda. Rahang tegas yang mencerminkan kejantanannya, hidung mancung bak perosotan kata Desi. Mata tajamnya mampu membuat wanita-wanita takluk kepadanya hanya dengan tatapannya yang hangat. Bibir seksinya membuat kaum hawa meleleh karena senyumnya yang menampilkan gigi rapih sempurna. Bahkan sedikit rambut yang tumbuh diwajahnya menjadi satu kesatuan sebagai pria idaman masa kini yang dikagumi para hawa. Wajah Belandanya, perawakan gagah dengan d**a bidang, perut sixpack jika kau bisa melihatnya dibalik kemeja biru mudanya yang kini menempel begitu pas di tubuhnya bagai seorang model yang tengah berada di taman bunga dan endak melakukan pemotretan, dan otot bisepnya yang tercetak dibalik lengan panjang yang digulung hingga siku dan semakin membuat tampilannya sempurna. Namun saat bicara, kau akan terpesona dengan suaranya yang bas dan cara bicaranya yang lembut dan fasih berbahasa Indonesia bahkan dia fasih berbahasa batak jika berbicara dengan mamahnya.
Lelaki yang selalu menjadi idaman setiap kaum hawa itu, berjalan perlahan bagai seorang model yang sedang berjalan di atas panggung catwalk. Benar-benar perwujudan manusia yang sempurna.
“Hai Honey, kau sudah datang?” Sapa Rido yang datang dari arah belakang Irina dan mengacak rambut Irina yang hari ini dibiarkan tergerai indah menggantung di punggung wanita itu.
Irina berbalik untuk menyambut tangan Rido yang kini memegang pinggang Irina, dan Irina nampak memanyunkan bibirnya mendapati rambutnya sedikit acak-acakan karena ulah lelaki yang ada disampingnya ini.
Namun kekesalannya tidak akan bertahan lama, ia kemudian menunjukan barisan giginya yang putih kepada Rido dan seketika merubah sikapnya yang terlihat seperti wanita tegar menjadi sesosok baayi mungil jika sudah bersama Rido, sahabatnya, “Hai, Big Boy. Aku sudah seabad menunggumu disini.” Sambil mengerlingkan mata dan memeluk Rido, Irina berpangku pada d**a bidang Rido.
“Hei, kenapa Honey? Lagi bt kah?” tanyanya kemudian dan menyambut pelukan manja dari Irina.
Irina menutup matanya dalam pelukan Rido yang terlihat begitu nyaman seperti pulang ke rumah. “Hmm. Biarkan aku seperti ini sebentar saja.”
Lama mereka hanya saling berpelukan dan melepas rindu, terutama bagi Irina yang baru saja bertemu dengan masa lalunya yang harus menguras air matanya kembali.
“Hei, jika ada laki-laki yang melihat, mereka akan mengira kau adalah pacarku dan seumur hidup kamu akan menjomblo Honey.” Bisiknya pada Irina.
“Dan kau sudah semakin merusak suasana hati sahabatmu yang jomblo ini.” jawab Irina dengan suara yang sangat amat malas.
Rido tertawa lucu mendengar jawaban dari sahabatnya ini, “Sudahlah, tak akan ada yang bertahan denganmu jika setiap kau sedih, kau akan lari dan merajuk seperti ini padaku...” ledek Rido. “Persis bayi” lanjut Rido dengan mengacak rambut Irina lagi.
“Hei, bisakah kamu gak menyentuh rambutku terus?! Aku sudah menatanya dengan rapih, sebentar lagi aku akan bertemu dengan klien, kau tahu itu.” Kesal rambut rapihnya dirusak Rido lagi yang hanya dibalas cengiran Rido. Jika Desi disini, Irina yakin dia pasti akan langsung kecentilan.
“Jangan berlebihan, kau masih tetap cantik...” ucap lelaki itu menenangkan Irina dan mengacak rambutnya lagi dan dibalas dengan tatapan menakutkan dari Irina.
“Aku tahu.”
“Tapi jika dilihat dari monas.” Canda Rido dengan tawanya yang terasa sangat renyah.
“Boyyy, you jerk.” teriak Irina dan semakin memanyunkan bibirnya
“Jam berapa klien kamu akan datang?” kini Rido dan Irina sama-sama menatap hamparan bunga yang ada didepan mereka.
“Dia bilang jam 9an. Masih ada waktu 45 menit lagi, aku masih bisa bermanja padamu” seraya kembali memeluk Rido.
“Benar-benar bayi besar,” Sedikit informasi bahwa Irina akan semakin bermanja-manja pada Rido jika mereka hanya berdua. “Oh, ya. Kau tidak ingin bercerita padaku Honey?”
“Kau akan tahu sendiri nanti.” Balas Irina yang kembali menutup matanya dalam dekapan Rido.
“Oh, ya?! Tapi, apakah sesedih itu? kamu tidak mengangkat teleponku semalam.” Semalam Rido memang menghubungi Irina yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Irina karena terlalu malas untuk mengangkat tubuhnya dari kasur karena kesedihannya yang harus menerima pil pahit dari Rayen.
“Ya, dan kau pasti terkejut.” Balas Irina.