“Oh, ya?! Tapi, apakah sesedih itu? kamu tidak mengangkat teleponku semalam.” Semalam Rido memang menghubungi Irina yang sama sekali tidak dihiraukan oleh Irina karena terlalu malas untuk mengangkat tubuhnya dari kasur karena kesedihannya yang harus menerima pil pahit dari Rayen.
“Ya, dan kau pasti terkejut.” Balas Irina.
“Really? Aku akan menantikan perasaan itu,” hening sebentar, tak ada yang mau bersuara diantara mereka dan kembali menikmati semilir angin dan harum bunga yang melintas dihidung mereka. Irina melepas pelukannya dari Rido dan berbalik kembali ke Kebun bunga, memejamkan matanya. “Apa kau mau teh?” Tanya Rido.
“Baiklah jika kau memaksa.”
Rido hanya menggeleng melihat sahabatnya ini. Persahabatan mereka memang unik. Kata orang, tidak akan pernah ada kata persahabatan diantara pria dan wanita. Tapi Irina dan Rido masih bertahan dengan status mereka dari dulu sampai sekarang. Sikap manja Irina kepada Rido tak membuat Rido risih, malah Rido amat gemas jika Irina sudah menunjukan sikap manjanya. Mengingatkan Rido pada adik perempuannya yang kini tinggal bersama ibunya di Medan walau tak semanja Irina sebenarnya. Irina sendiri sangat suka berdekatan dengan Rido, Rido seolah memberikan ruang pada Irina untuk mencurahkan segala rasa rindunya pada keluarganya.
“Baiklah Nona. Mari kita pergi ketempat yang ada kursi dan mejanya. Aku lelah berbicara denganmu dan harus menunduk.”
“Aku tak sependek itu Ido.” Panggilan manja Irina pada Rido.
“Ya, tapi masih jauh dari sepantar denganku kan?”
“Karena kamu bukan manusia, kau Jerapah berbentuk manusia.” Balas Irina.
Mereka berjalan beriringan menuju ke sebuah taman yang terdapat gazebo untuk bersantai. Pernikahan yang akan digelar oleh kakak dari laki-laki yang sedikit ya sedikit dibenci Irina itu menginginkan dihias dengan bunga asli yang memang agak sulit untuk dikerjakan. Irina dengan senang hati menerima permintaan dari klien sekaligus kakan dari mantannya itu, karena dengan begitu Rido akan terlibat dengan proyeknya.
***
“Ehem” Rayen tiba dikebun bunga milik Rido dan disuguhkan dengan pemandangan yang membuat jari-jari tangannya mengepal dengan keras hingga membuat jari-jarinya memutih dibalik saku celananya. “Sepertinya saya datang diwaktu yang tidak tepat” ucap Rayen setelah kedua orang yang ada dihadapannya berbalik untuk melihatnya.
Irina melihat jam tangannya sekilas dan melihat jam masih menunjukan pukul 8.40 pas
“Oh, anda memang datang diwaktu yang tidak tepat.” Ucap Irina, membalas sindiran Rayen.
Mata tajam Rayen masih menatap laki-laki yang kini tengah memandang ke arahnya. Tangan laki-laki itu masih betah menggenggam tangan Irina diatas meja tanpa terlihat berniat untuk melepasnya.
“Harusnya anda datang jam 9. Entah jam saya yang lambat atau anda memang berniat datang lebih pagi” lanjut Irina.
Rayen mengalihkan pandangannya pada Irina
“Maaf, saya hanya tidak ingin membuat anda menunggu lebih lama lagi.” jawab Rayen
Irina berdiri dari duduknya diikuti dengan laki-laki yang menggenggam tangannya dan diikuti dengan terlepasnya tautan tangan mereka. Irina memberikan tangannya pada Rayen untuk kesopanan walau tangannya kini sedikit bergetar karena mengingatkan Irina akan kejadian semalam
“Anda sangat bermurah hati sekali Pak Rayen. Mari silahkan duduk. Perkenalkan, ini adalah Rido pemilik kebun bunga ini dan yang akan bertanggung jawab mengurus bunga untuk hiasan pernikahan kakak anda Ibu Tyas Mirano.” Jelas Irina memperkenalkan Rido kepada Rayen.
Rido memberikan tangannya kepada Rayen untuk memperkenalkan diri setelah Irina memperkenalkannya.
“Hallo, saya Rido yang bertanggung jawa untuk hiasan bunga pernikahan Ibu Tyas.”
“Saya Rayen.”
Mereka duduk setelah acara perkenalan yang dilakukan.
“Saya tidak tahu ternyata orang yang bertanggung jawab atas hiasan bunga pernikahan kakak saya masih sangat muda.”
“Ya, semua orang bilang seperti itu. Tapi anda tenang saja, kemampuan saya tidak semuda itu.”
Bunga merupakan kesukaan Rido. Rido sangat bangga, karena hobinya ini juga merupakan bisnis yang digelutinya. Keluarganya adalah pengusaha batu bara, amat jauh dari bisnisnya yang pemilik perkebunan bunga dan distributor bunga untuk toko-toko bunga yang ada di Jakarta bahkan Rido mempunyai klien dari berbagai negara. Bisa dibilang usahanya sangat pesat mengingat Rido juga memiliki hektaran bunga di belanda untuk kebutuhan bisnisnya. Jadi tidak heran, Rido akan sering bulak-balik Indonesia-Belanda yang akan membuat Irina iri setiap kali Rido pergi.
“Ya, saya harap seperti itu.”
“Baiklah. Anda akan langsung melihat beberapa contoh rangkaian bunga atau anda ingin berkeliling dulu melihat koleksi tanaman bunga yang ada di Kebun saya?”
“Apakah anda tidak akan menawarkan teh juga kepada saya?” ucap Rayen dengan nada sarkasnya.
“Oh, ya tentu jika anda ingin menikmatinya.” Jawab Rido sembari berdiri dari duduknya. “Permisi, saya akan kembali.”
Setelah kepergian Rido, tangan Irina semakin dingin dan sedikit bergetar. Irina mengalihkan pikirannya pada teh dan menyeruput teh camomile yang diberikan Rido padanya.
“Sepertinya kamu sangat menikmati tehnya. Terutama teh yang dibuat oleh kekasihmu.”
“Ya, sebelum anda datang.”
“Kalau begitu maaf jika aku sudah mengganggu waktumu dengan kekasihmu Irina.”
“Tidak perlu dipikirkan, anda adalah Client saya Pak Rayen.”
“Sepertinya, kamu sangat menikmati hubunganmu dengan kekasihmu itu setelah denganku.” Rayen mulai terlihat kesal.
“Ah, ya. Kita pernah punya hubungan ya.” Kini Irina mulai mengikuti permainan Rayen.
“Tidak perlu memaksa untuk mengingatnya Irina. Toh kamu melakukannya tanpa hati denganku.” Ucap Rayen sarkas. “Oh, ya atau mungkin kali ini kamu juga hanya mempermainkan dia juga? Ah aku yakin seperti itu.” Rayen memperhatikan irina dengan lekat. Ia ingin melihat reaksi Irina setelah Ia menghinanya.
“Anda bisa melihatnya sendiri. Betapa kami sangat serius menjalin hubungan ini.” Irina tak mau kalah dai Rayen.
Rayen menyunggingkan senyum miringnya. “Lucu sekali wanita seperti dirimu membicarakan hubungan yang serius.” Rayen sangat ingin membuat irina marah dengan menghinanya. “Aku jadi ingin tahu, bagaimana reaksinya jika dia tahu kalau kamu hanya memanfaatkannya saja demi kepentinganmu irina!” tegas Rayen mengunci mata Irina lekat.
“Saya rasa anda harus melihat lebih dekat lagi Pak Rayen. Karena anda belum melihat hubungan kami yang sebenarnya. Cobalah sedikit buka matamu, jangan hanya melihat hal yang ingin kamu lihat saja.” Balas Irina puas dengan jawabannya.
Saat Rayen akan membuka mulutnya untuk membalas ucapan Irina, Rido menyela dengan secangkir teh yang dibawa ditangan kanannya.
“Sepertinya obrolan kalian menyenangkan.” Ucap Rido sambil menyodorkan teh Camomile buatannya. “Silahkan dinikmati.” Setelahnya Rido merapatkan duduknya dengan Irina dan menyandarkan tangan kirinya di kursi irina. Terlihat sekali Rido sangat tak ingin wanitanya diganggu.
Hah lihatlah tangannya, ingin rasanya aku memelintir tangannya. Ucap Rayen dalam hati
“Terimakasih”
“Tidak perlu sungkan” Rido menampilkan gigi putih bersihnya dengan santai. “Honey, apa kamu ingin menambah teh lagi?”
“Tidak terimakasih. Aku tidak ingin menyiksa perutku di pagi hari dengan teh lagi Ido. Aku sudah menambahnya tadi.” Irina memberikan senyum manisnya pada Rido yang tanpa Irina sadari semakin membuat Rayen mengetatkan jari tangannya pada cangkir teh yang sedang dipegangnya. Seperinya jika semakin lama cangkir tehnya akan pecah ditangan Rayen. Maybe.
“Kamu berlebihan Honey, ini sehat untukmu. Habiskanlah” timpal Rido
Rayen semakin gerah dengan interaksi yang terjadi didepan matanya.
“Maaf, saya mengganggu perbincangan kalian. Apakah kita bisa mulai melihat contoh yang tadi anda bilang?” Rayen benar-benar tidak tahan.