Bab 10.2

1205 Kata
Tunggu. Apa yang baru saja Tyas Mirano katakan?! Stary Gold?! “Loh, bukannya Restorannya udah tutup ya mbak?” tanya Irina kebingungan. “Enggak ah, kata siapa?” tanya balik Tyas Mirano dan semakin membuat Irina kebingungan. “Serius mbak?!” TYAS Mirano hanya mengangguk menjawab kebingungan dari Irina. Irina sadar sekarang. Masih saja ia mempercayai Rayen. Oh my God, Rayen hampir saja membuat Irina kerepotan lagi. Mohon maaf Rayen Mirano, kali ini kau gagal, ucap Irina dalam hati bersorak. “Oh, yaudah deh mbak, aku duluan ya. Kayaknya klienku udah nungguin deh dari tadi.” Ucap Irina berlalu pergi meninggalkan Tyas setelah berpamitan dan berterima kasih padanya. Untung saja Irina bertemu dengan Tyas, kakak Rayen Mirano yang terhormat. Kali ini dia selamat. “Hati-hati.” Tyas pun berlalu setelah melambaikan tangannya pada Irina dan dibalas pula dengan lambaian tangan dari Irina.   ***   Didalam mobil mewah bermerk Rolls-Royce milik Rayen terlihat sang penumpang yang ada dibangku belakang memperlihatkan gigi-giginya dan tersenyum sendiri mengingat kejadian tadi saat bertemu dengan Irina. Rayen masih heran dengan kepolosan Irina, dia masih saja tertipu dengan ucapannya. “Benar-benar naif.” Ucapnya pelan namun masih tetap terdengar oleh sang pengemudi sekaligus sekretarisnya Bimo. “Aku jadi merasa kasihan padamu Bos.” Ucap bimo tiba-tiba menimpali Rayen “Maksudmu?” “Kau semakin terlihat seperti mantan yang belum bisa move on. Upss...” Ucapnya sambil melirik Rayen dari kaca spion dan meletakkan tangan kananya dimulut seakan tidak sengaja mengucapkannya. “Jangan bercanda. Hubungan kami sudah berakhir bertahun-tahun yang lalu.” Balas Rayen tidak terima. “Memang berakhir bos, tapi belum selesai.” Tambah Bimo yang tak segan menimpali atasan sekaligus sahabatnya itu. “Sepertinya aku harus mengganti sekertarisku, kau terlalu tahu semua urusanku.” “Sorry Bos, tapi tak akan ada sekertaris yang amat sangat pengertian sepertiku.” “Ya, memang dan tak akan ada sekretaris yang seberani dirimu.” Ucap Rayen sarkas. Bimo tertawa tergelak mendengar balasan dari Rayen. “Jangan marah bos, aku hanya tidak mau kau terus-terusan menyiksa gadis lucu itu.” “Didepan sana lo turun aja naik taxi, terus lo cari pekerjaan baru lagi.” Rayen benar-benar terganggu dengan ucapan Bimo. Bimo hanya menunjukkan deretan giginya yang putih mendengar ucapan Rayen tanpa terlihat takut sediktipun. “Iya, ok Gue diem.”pangilan mereka sudah berubah. Menandakan bahwa Rayen mulai tersulut dengan omongan Bimo itu. Bimo hanya akan diam karena dia masih membutuhkan pekerjaannya yang tidak akan dia dapatkan dari perusahaan lain dengan gajih yang dia dapatkan dari Rayen saat ini, Bimo masih sayang dengan gajihnya. Setelahnya, tak ada lagi percakapan mengenai Irina. Sisa perjalanan mereka habiskan membahas meeting yang akan mereka hadiri hari ini dengan seorang pimpinan perusahaan dari mitra perusahaannya yang mendapat sedikti masalah karena pembangunan yang mereka lakukan sedikit terganjal kendala waktu. Sebenarnya Rayen sangat malas bertemu dengan mitranya yang satu ini. Ada beberapa hal yang sangat tidak Rayen sukai dari mitra kerjanya ini, selain sikapnya yang terlalu berisik dan banyak bicara, mitranya ini juga selalu memperlihatkan sikap tertariknya pada Rayen. Andai saja yang dia lirik Bimo, Rayen tidak akan mempermasalahkannya asal proyeknya tetap berjalan lancar. Setibanya ditempat yang sudah disepakati, Rayen dan Bimo segera memasuki Restoran mewah yang menyediakan private room yang disediakan restosan untuk pengunjungnya yang ingin mengadakan meeting. Setelah mengatakan nama yang memesan meja untuk mereka meeting, sang pelayan Restoran segera menunjukan ruangan private yang telah dipesan sendiri oleh mitra kerjanya. Setelah memasuki ruangan yang dituju, Rayen segera masuk dan bertemu dengan mitra kerjanya. “Selamat siang pak Reiner. Maaf menunggu lama.” Ucap Rayen dengan memberikan tangannya untuk berjabatan dengan mitranya. Ya, mitranya adalah seorang Gay. Bukannya Rayen seorang yang anti LGBT atau pendukung LGBT. Rayen tidak perduli dengan semua hal itu, toh itu bukan hidupnya. Namun yang jadi masalah bagi Rayen, ia tidak suka jika mitranya itu menunjukan ketertarikan padanya. Rayen amat sangat risih, Rayen masih normal dan masih sangat ingin menikah dengan perempuan. Apalagi dengan Irina. Ah, lagi-lagi Irina. Rayen segera menepis pemikirannya itu. “Oh selamat siang pak Rayen Mirano. Tidak perlu meminta maaf. Saya belum lama berada disini. Seperti biasa, anda selalu tepat waktu.” Ya, itulah Rayen. Bagi Bimo, Rayen terlalu disiplin dengan waktu dan sangat tidak suka dengan kata terlambat. “Baiklah, jadi bagaimana dengan pembangunan yang ada di hongkong? saya kira tidak ada masalah yang serius setelah pembicaraan kita tempo hari.” “Ya, saya kira juga begitu. Namun, saat ini ada demo besar disana sehingga mengganggu proyek yang sedang kita kerjakan. Tapi anda tidak perlu khawatir, saya sudah berkoordinasi dengan pimpinan proyek yang ada disana dan dia akan segera membereskan proyek sesegera mungkin.” “Lalu bagaimana dengan biaya yang harus dikeluarkan karena kejadian ini?” “Wah, anda sangat to the point sekali.” “Saya tidak mau bertele-tele.” “Anda memang terbaik pak Rayen, dan saya sangat suka.” Ucap Reiner dengan kerlingan matanya pada Rayen. “Terimakasih atas pujiannya, tapi saya masih sangat menyukai menjadi seorang suami nanti.” “Wah, anda benar-benar mematahkan hati saya pak Rayen.” Ucap Reiner dengan tangan di d**a seolah sakit dan berhasil membuat Rayen tidak nyaman juga Bimo yang melihat interaksi yang ada didepannya. Rayen heran dengan sekertaris Reiner yang selalu berada disamping pria itu. dia tampak tenang melihat kelakuan atasannya yang berada disampingnya itu. Entah memang sudah terbiasa atau memang dia tidak perduli. Untunglah pelayan segera datang dengan pesanan yang telah mereka pesan sebelumnya. Sedikit membuat Rayen dan Bimo bernafas atas sikap tidak nyaman yang ditunjukan oleh Reiner. Sebenarnya, Reiner tahu ketidaknyamanan yang dirasakan oleh 2 orang yang ada dihadapannya ini, tapi mau bagaimana lagi. Sebagai seorang gay, Rayen adalah tipe lelaki yang sangat masuk dalam kriteria pria idamannya. “Bisa kita kembali ke pokok permasalahan yang sedang kita bahas?” lanjut Rayen dengan wajah datarnya yang lebih ke arah perintah. “Baiklah, untuk biaya yang harus kita perbarui akan saya kirimkan melalu sekretaris anda yang manis ini.” dan kembali mengerlingkan matanya pada Bimo dan hanya dibalas senyum tipis dari Bimo. “Anda tahu saya tidak suka dengan perubahan rencana yang mendadak ini.” “Saya tahu pak Rayen, tapi ini juga bukan kehendak saya. Anggaran yang harus dikeluarkan pun tidak akan membuat dompet anda menipis. Anda tenang saja.” “Bukan tambahan anggaran yang saya takutkan. Tapi ketepatan waktu yang telah anda janjikan kepada saya.” “Saya tahu. Saya akan pastikan pembangunannya tidak akan lewat terlalu jauh dari waktu yang sudah kita sepakati.” Rayen masih menampilkan wajah datarnya, terlihat sedikit berfikir mendengar penuturan dari Reiner. “Ok, saya pegang janji anda.” “Dan saya pastikan, anda tidak akan menyesal telah bekerja sama dengan saya. Malah mungkin anda akan memperpanjang kontrak kita.” “Semoga saja sesuai apa yang saya harapkan” “Saya tidak akan pernah mengecewakan anda pak Rayen.” Meeting yang diperkirakan selesai dalam waktu sebentar itu nyatanya menghabiskan waktu yang cukup lama karena beberapa hal yang harus diubah. Rayen dan Bimo benar-benar sudah tidak tahan dengan meeting ini. Ya, setiap kali mereka melakukan meeting dengan mitra mereka yang satu ini memang selalu menyebalkan, namun Reiner sangat pintar dalam mengulur waktu kepergiannya dan juga jangan lupakan kinerjanya yang memang terkenal sangat bagus dan itulah kelebihannya. “Baiklah, saya rasa saya hanya perlu menunggu pembangunannya selesai. Kalau begitu sampai bertemu di lain waktu.” Ucap Rayen segera mengakhiri meeting yang sudah hampir menahannya selama beberapa jam. “Oh, makanan anda belum habis. Bagaimana kalau kita sedikit berbincang santai sebentar?” “Maaf, saya masih ada urusan lain.” Sambil berdiri Rayen menyodorkan tangannya untuk berjabat dengan Reiner untuk terakhir kali. “Tadinya saya ingin memperkenalkan anda dengan seseorang. Saya beritahu, dia sangat manis dan dia pacar saya.” “Benarkah? Mungkin lain kali. Permisi.” Rayen segera beranjak dan tak ingin semakin lama lagi disana apalagi bertemu dengan pacar Reiner yang pastinya seorang gay. Baru saja Rayen memegang handle pintu dan membukanya, matanya dibuat terkejut dengan seseorang yang ada dibalik pintu yang juga tengah bediri dengan anggunnya hendak masuk ke ruangan yang baru saja ingin Rayen tinggalkan. “Kau...” “Kamu...” Ucap mereka bersamaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN