Bab 10

1072 Kata
Irina berjalan sedikit gontai menuju gedung yang amat dia hindari. Bukan apa-apa. Ia hanya takut, saat dia masuk kemungkinan dia akan bertemu dengan si pemilik gedung ini. Huft...semoga saja tidak. Sudah cukup beberapa hari ini ia merasakan kedamaian dalam hidupnya, tak ada Rayen yang selalu menguji tingkat kesabarannya. Irina yakin, Tuhan pasti memberikan cobaan atas kesabarannya yang mempertemukan ia dengan Rayen yang sudah 180 derajat berubah. Semoga saja hari ini pun Irina tak bertemu dengan masa lalu yang mencekiknya itu. Memasuki gedung tinggi yang entah berapa lantai itu, Irina memberanikan diri dengan kemungkinan dirinya bertemu dengan Rayen. Ya, walaupun kemungkinannya sangat kecil jika si pemilik gedung ada di gedung miliknya, tapi tetap saja ia harus menyiapkan dirinya dan hatinya juga tentunya. Namun baru saja Irina menginjakan kaki di pintu masuk gedung yang berputar, Irina sudah melihat sosok yang paling dihindarinya itu keluar dari pintu elektronik khusus untuk memasuki gedung tengah menuju pintu keluar. Dengan wajah yang menunjukan kepanikan, Irina segera berlari kecil menuju lobi yang sudah diisi oleh banyak orang. Semoga saja Rayen tak melihat kehadirannya. Dan, oh ya salahkanlah Lala bawahannya yang memberikan janji pada klien untuk bertemu disalah satu Resto di gedung ini. Apa tak ada tempat lain yang lebih memberikan banyak oksigen daripada harus ke tempat ini? Pikir Irina. “Ya, ibu tahu sendiri klien kita ini salah satu klien yang berpengaruh dan sibuk. Dia minta ketemu disana karena katanya ada meeting disana juga.” “Kenapa gak langsung dateng aja sih ke sini, kan dia juga yang mau nikah.” Sungut Irina pada Lala bawahannya. “Maunya sih saya juga bilang gitu bu, tapi ya gimana, saya juga masih butuh kerjaan dan saya masih takut sama bu Lena.” Ucapnya memberi alasan yang sebenarnya ia juga mengerti dengan apa yag dikatakan oleh bawahannya, Lala. Itulah sepenggal ingatan percakapan Irina dengan Lala, assistennya yang membuat janji temu dengan klien disalah satu Resto di Gedung ini. Irina begitu panik, karena melihat orang yang paling ia hindari semakin mendekat. Ia berharap, lelaki itu tak mekihatnya sama sekali. Keringat dingin mulai membanjiri sekujur tubuhnya. Ah, s**l sekali, kenapa juga ia harus memakai pakaian yang mencolok seperti ini?! batinnya. Irina menemukan sofa kosong disalah satu lobi gedung itu, posisi sofa yang membelakangi Rayen membuat Irina sedikit bernafas lega. Irina sedikit mengintip ke belakang untuk memastikan keberadaan Rayen dan oh ya Tuhan syukurlah dia sudah tidak ada. Pikirnya. Irina mengusap-usap dadanya yang berdetak hebat dan mulai bernafas pelan menetralkan pernafasannya lagi. “Kamu lagi sembunyi dari siapa?” Suara Rayen berhasil mengagetkan Irina. Mahluk yang sudah Irina anggap pergi dari gedung ini nyatanya menghampiri Irina yang dengan susah payah menghindarinya. Dan sialnya, lelaki ini seperti sedang menertawakan dirinya dan rasa terkejutnya. Menggemaskan, pikir Rayen dalam hati. “Oh, mama.” Latah Irina keluar dan berhasil membuat jantung Irina melonjak kaget. “Bisa gak sih gak ngagetin orang?” teriak Irina agak melengking karena harus dikagetkan oleh Rayen, Orang yang sangat ingin dihindari Irina tapi malah muncul dihadapan Irina sendiri dan malah menampilkan senyum mengejeknya. “Saya gak ngagetin kamu. Kamu ngapain tadi ngendap-ngendap? Mau menghindar dari saya?” tebakan Rayen memang tepat sasaran dan membuat Irina seketika tergagu. “Ih apa sih. Siapa juga yang ngehindar” Protes Irina yang sebenarnya tebakan Rayen memang benar dan semoga saja lelaki ini tidak mengetahui kegugupannya yang sebenarnya sudah sangat jelas terlihat. “Jangan ngelak. Ngapain kamu disini? Seingat saya, saya gak punya janji apa-apa sama kamu.” Rayen tahu pasti Irina sedang berbohong. Ia tahu Irina pasti mengendap-endap untuk menghindar dari dirinya. “Kalo saya kesini emangnya harus ya tujuannya ketemu sama Bapak?’ Balas Irina tak mau kalah. “Saya cuma nanya aja. Kenapa jawabannya harus panjang?!” ucap Rayen dengan terlihat seolah menjadi lelaki polos. “Saya ada meeting sama klien disini.” Sinis Irina dan melirik sekilas pada Rayen. “Oh, dimana?” tanya Rayen penasaran dengan meeting yang akan Irina lakukan di gedung miliknya. “Di Resto Stary Gold Pak.” Jawab Irina dengan nada yang sedikit enggan menjawab yang sebenarnya dia juga bingung kenapa harus ia jelaskan. “Oh, ya ngapain juga saya harus bilang sama Bapak.” Ketus Irina. Senyum jahil Rayen pun muncul, akan sangat menyenangkan jika sedikit menjahili Irina yang mukanya sudah menampilkan wajah cemberut itu. “Oh, setahu saya Resto itu sudah tutup. Ada meeting apa kamu di Resto yang tutup?” Ucap Rayen sambil berlalu meninggalkan Irina yang kebingungan. Rayen pergi begitu saja meninggalkan Irina yang terlihat kebingungan dengan apa yang ia katakan. Rayen hanya tersenyum geli melihat ekspresinya dan menggeleng setelah jaaraknya agaa jauh dari Irina. Ia hanya sedang menertawakan Irina yang masih saja terlihat polos dan percaya begitu saja dengan apa yang ia katakan. Tentu saja Resto yang Irina maksud tidak tutup karena ia baru saja bertemu dengan seseorang di Resto itu. ia hanya ingin sedikit jahil pada Irina. Ah, rasanya ia ingin melihat ekspresi Irina saat tahu bahwa ia sedang dijahili oleh Rayen. Irina segera mengambil benda pipih yang ada di tas kerjanya dan segera menghubungi kliennya untuk konfirmasi tempat pertemuan yang sebelumnya ia telah menghubungi Lala assistennya terlebih dahulu. Irina tidak mengerti bagaimana Lala bisa mengatur janji temunya dengan klien di Resto tutup. Setelahnya, Irina lalu menghubungi klien yang bersangkutan, namun belum sempat Ia menempelkan benda pipih itu, ia dikagetkan dengan sentuhan tangan halus dipundaknya. “Hai” sapa suara lembut itu. Irina berbalik dan mendapati seorang wanita cantik dengan pakaian modis berwarna abu muda, atasan semi blazer dengan model jas pundak sebelah kiri yang terbuka dan terlihat seolah hanya tersampir asal di pundaknya, bawahan celana yang hanya sampai betis dan semakin menunjukkan kaki jenjangnya yang sangat terlihat putih mulus itu, dan kakinya terlihat sangat sexy dengan sepatu stiletto hitam yang pastinya dari brand berharga fantastis yang akan membuat para kaum wanita iri jika mendengar harganya serta tidak lupa tentengan tas keja terkenal dengan huruf H berwarna silver. Menakjubkan pikir Irina. Ah, Irina segera menyadarkan dirinya dari rasa terpesonya pada makhluk indah yang membuat para wanita memimpikan menjadi dirinya. “Kamu lagi ngapain disini Na?” Sapanya yang segera menyadarkan Irina dari lamunannya. Bahkan suaranya terdengar begitu lembut namun juga terdengar tegas. “Eh iya, hai mbak. Ini, aku mau ketemu klien. Mbak sendiri ngapain disini?” dengan segera Irina menampilkan gigi nya selebar mungkin untuk menyambut sapaan dari wanita berkelas ini. “Tadi aku ada perlu sama adik aku diatas, terus sekarang mau nyamperin tunangan aku di Restoran Stary Gold, tapi ada yang harus aku ambil diluar.” Jawabnya. Yaps. Wanita menawan nan mempesona itu tidak lain dan tidak bukan adalah Tyas Citra Mirano, kakak kandung dari lelaki menyebalkan yang baru saja pergi berlalu meninggalkan ia yang masih kebingungan. Tunggu. Apa yang baru saja Tyas Mirano katakan?! Stary Gold?! “Loh, bukannya Restorannya udah tutup ya mbak?” tanya Irina kebingungan. “Enggak ah, kata siapa?” tanya balik Tyas Mirano dan semakin membuat Irina kebingungan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN