Bab 9

1310 Kata
Pertemuan Irina dengan vendor dari pengisi acara berlangsung tak lama karena Irina hanya datang kesana setelah Lala bawahannya melakukan pertemuan dan sudah mendapatkan laporan keseluruhan dari Lala. Irina kesana hanya untuk memastikan dan memenuhi keinginan dari Rayen untuk ikut turun tangan menangani semua pekerjaannya yang sebenarnya sudah diberikan untuk ditangani Lala, tapi ya sudahlah lagipula Irina sudah tidak ada pekerjaan lain. Rido sudah pergi meninggalkan Irina sesampainya mereka disana. Dasar Rido, bilang akan menemani tapi nyatanya hanya mengantarkan saja. Sedangkan Rayen sudah pergi entah kemana. Ah, itulah yang paling ia syukuri. Ya. Rido mengantarkannya hanya untuk menyelamatkannya dari Rayen. Rido hampir saja tidak bisa menahan emosinya tadi setelah melihat kedatangan lelaki itu di toko bunga miliknya. Untunglah Rido orang yang mudah mengendalikan ekspresinya, ngomong-ngomong itu adalah keahliannya. Irina keluar dari gedung tempat pertemuannya dengan vendor pengisi acara tadi. Irina berniat untuk mengisi perutnya yang hanya diisi dengan 2 cangkir teh camomile yang diberikan Rido di taman tadi dan memakan 1 biskuit dari toples milik Rido, dan perutnya terasa memberontak minta diisi sekarang. Irina berjalan menuju penyebrangan jalan yang tidak jauh dari gedung tempat keluarnya dan berniat menuju Cafe yang ada disebrang gedung. Dilihat dari luar sepertinya tempatya bagus dan terlihat belum terlalu ramai karena masih jam kantor. Irina yakin setengah jam yang lalu pasti Cafenya penuh. Irina segera mengisi meja kosong yang dekat dengan jendela, tempat yang bagus, pikirnya. Irina memilih-milih menu yang ada di Cafe tersebut setelah seorang pelayan menyodorkan buku menu. Irina memilih makan siang dengan menu steak chicken crispy with mozarella, nugget banana complete, 1 ice coffe latte, dan 1 greentea latte. Hmm, Irina berniat makan besar untuk menebus rasa laparnya. Sembari menunggu pesanannya datang Irina mengambil ponsel dari dalam tasnya dan memainkan jemarinya dengan lincah diatas layar datar tersebut. Baru saja Irina akan melakukan panggilan video kepada Desi sebuah suara yang sangat Irina kenal menginterupsinya. “Saya tidak tahu kamu bisa sesantai ini.” Rayen berdiri dengan tegap. “Seingat saya kamu sedang ada pertemuan dengan salah satu vendor.” Rayen menarik kursi yang ada dihadapan Irina dan menjatuhkan bokongnya disana tanpa berniat mengalihkan tatapannya dari Irina. “Saya juga tidak tahu kalau CEO seperti anda masih bisa menyempatkan diri mampir ke Cafe.” Sindir irina dan tak ingin merasa terintimidasi dengan tatapan tajam Rayen padanya. “Jangan salah paham. Saya juga ada pertemuan dengan klien saya disini dan kebetulan melihat kamu yang sepertinya ditinggal makan sendiri oleh kekasihnya.” Balas Rayen dengan sindirannya yang tak melihat Rido. “Pergi kemana kekasihmu itu?” “Apa saya harus menjawab pertanyaan anda?” sinis Irina yang mulai jengah. “Oh tidak perlu, jika kamu tidak mau. Tidak penting juga bagi saya.” Yang sebenarnya Rayen penasaran. Irina kembali menundukan kepalanya untuk melihat pesan dari Desi yang membalas pesannya tadi. Tak lama, seorang pelayan datang membawakan pesanan Irina dan meletakannya di meja. Rayen yang duduk didepan Irina hanya menampilkan senyum miringnya dan mulai melancarkan kembali aksinya. “Wow, pesanan yang banyak untuk makan siang satu orang. Ternyata, lama kita tidak bertemu makanmu masih rakus.” Ucap Rayen setelah melihat berbagai makanan yang dipesan oleh Irina. “Terimakasih kamu masih mengingatnya. Ini karena saya yang belum sarapan dan berniat akan membalasnya sekarang. Tapi sepertinya selera makan saya hilang.” Balas Irina tak kalah sinis. Keheningan meliputi mereka berdua. Irina mulai memakan makanannya meskipun selera makannya sudah hilang semenjak kedatangan pria yang paling ingin dihindarinya ini. Namun, pernyataan Rayen menghentikan aktifitas makannya sejenak. “Dengar Irina. Jangan berpikir kamu bisa lepas dariku. Semua yang kamu lakukan terhadapku dimasa lalu masih sangat aku ingat dengan jelas bahkan aku rekam diotakku. Aku ingatkan untuk menjauh dariku ketika kamu melihatku, atau berlarilah sekalian karena kamu tidak akan tahu apa yang akan aku lakukan untuk membalas kesalahan kamu dimasa lalu.” Rayen menggeser kursi yang didudukinya kemudian berdiri dan berniat untuk pergi meninggalkan Irina. “Apa dengan membalaskannya kamu akan merasa senang?” tanya Irina dengan suara lemah dan terdengar lebih tenang. “Ya, tentu saja. Aku bahkan akan menikmati setiap penderitaan kamu.” ucap Rayen sarkas. “Kalau begitu lakukanlah sesuka hatimu.” Ucap Irina tanpa memandang Rayen dan kembali memakan makanannya yang terasa sangat berat untuk ia telan. “Aku mengatakan ini bukan untuk meminta persetujuanmu.” Rayen mengatakannya tanpa menatap Irina dan beranjak dari Cafe itu. Irina hanya menggantungkan suapannya mendengar kata-kata yang dilontarkan Rayen. Entah sudah kebal atau air mata Irina memang sudah habis, Irina hanya mampu terdiam dengan pandangan lurus kosong entah menuju kemana dengan kelopak mata yang bergetar. Berbeda dengan Irina, Rayen membanting pintu mobilnya keras dan mengumpat beberapa kali setelahnya, membuat seseorang yang ada dibalik kemudi tersentak kaget. Rayen mengucapkan kata-kata itu memang sengaja untuk menyakiti Irina, tapi entah mengapa wanita itu hanya diam seakan tidak tersakiti oleh kata-katanya. Sialnya, Rayen yang malah tersakiti oleh kata-katanya sendiri. Kenapa begitu sulit membuatnya terluka? Itulah yang dipikirkan Rayen. Perasaan s****n ini masih saja ada untuk wanita itu, gumamnya. Setelah mengikuti Irina dan Rido, Rayen tak sedetikpun pergi meninggalkan Irina. Rayen hanya mampu melihat sepasang kekasih yang sudah memporakporandakan hatinya itu dengan tatapan benci. Rayen merasa bersyukur Rido tak ikut dalam pertemuan Irina dengan vendor pengisi acara, dan untuk  soal pertemuan bisnisnya itu, ah alasan yang tepat walaupun itu hanya kebohongan.   ***   Rayen sama sekali tak bisa fokus dengan pekerjaannya hari ini, pikiranya terus saja berkelana pada pertemuannya tadi dengan Irina dan Rido. Setelah sekian lama Rayen menyiapkan hatinya untuk pertemuan tadi tapi dia masih saja belum menerima kenyataan tentang hubungan mereka. Rayen pergi ke sebuah Club ternama untuk sekedar menghilangkan rasa frustasinya, mungkin setelah minum beberapa teguk, Rayen akan lebih baik dan bisa melupakan semua kejadian yang dialaminya hari ini. Rayen langsung masuk menuju ruangan pribadi yang sudah biasa ia pesan. Meskipun sangat jarang sekali Rayen ke tempat ini, tapi Rayen adalah anggota Club yang bebas mondar-mandir kesana sesuka hati. Bahkan hari ini adalah hari pertamanya setelah kepulangannya dari London, rasa frustasinya benar-benar tak bisa dia alihkan pada pekerjaannya yang sebenarnya sudah menumpuk. Belum sempat Rayen menuju ruangan pribadinya, Rayen dikagetkan dengan sesosok pria yang dia kenali, ah bahkan hari ini ia bertemu dengannya. Laki-laki perusak hubungannya dengan Irina. Ya, Dia Rido. Kehadirannya disini sontak menimbulkan tanda tanya dalam dirinya. Sendirikah Rido disini? atau Rido bersama dengan Irina? Setahu Rayen, Irina paling tidak suka pergi ke tempat-tempat seperti ini. Ah, lihat. Rayen bahkan masih mengingat apa yang tidak disukai wanita s**l itu. Rayen masih penasaran tentang keberadaan Rido ditempat ini. Sekedar ingin tahu mungkin tidak masalah. Dia hanya ingin memastikan keberadaan Rido disini dengan Irina atau malah dia sedang bersenang-senang dengan wanita lain. Rayen kemudian beranjak menuju bar dan duduk disalah satu kursi yang ditinggalkan seorang pria dan wanita yang terlihat akan berdansa dipanggung, ah ia tak ambil pusing tentang itu. Dirasanya jarak tak terlalu jauh dari Rido dan tak terlalu terlihat dari penglihatan Rido, Rayen memposisikan diri untuk memunggungi Rido. Seorang bartender kemudian menghampiri Rayen untuk menawarkan minuman, dengan segera Rayen menyebutkan pesanannya. Rayen kemudian memasang telinganya tajam setelah dilihatnya Rido menempelkan benda pipih di telinganya dan berlalu pergi ke tempat yang lebih sepi dari hingar bingar suara musik yang bisa saja memekakan telinga, ya, tentu saja berisik. Ini Club. Kemudian Rayen mengikuti arah kemana Rido pergi dengan benda pipih yang masih menempel setia ditelinganya. “Hi, Baby. What are you doing hm?” Terdengar Rido memanggil mesra lawan bicaranya menandakan itu pastilah Irina kekasihnya. Oh, Tuhan haruskah ia mendengarkan percakapan mereka. “I miss you, i’m really really need you.” Rayen benar-benar tidak tahan mendengarnya. “I want to drunk Baby. Hari ini sangat melelahkan” Ya teruslah berceloteh dengan kekasihmu yang baru kau temui tadi siang. “Dan oh ya hari ini aku bertemu dengan Irina.” Apa telinga Rayen tidak salah dengar? Rido membicarakan Irina. Berarti Rido sedang tidak menelpon Irina. Lalu siapa orang yang dipanggil mesra oleh Rido? “Yeah, dia baik-baik saja. Aku akan menceritakannya nanti padamu.” Ok baiklah, sudah bisa dipastikan itu bukan Irina. Rayen semakin penasaran sekarang. “C’mon Baby. Aku tidak akan mungkin mencintainya, jangan khawatir. Kau tahu bagaimana hubunganku dengan Irina.” Rayen membesarkan pupil matanya, terlihat sangat terkejut dengan apa yang dikatakan Rido. Berapa lama kemudian Rayen menarik sudut bibirnya tanpa dia sadari, entah itu senyuman lega atau senyuman sinis karena mendapati Rido yang mengatakan tidak mungkin mencintai Irina. Irina, bagaimana dengan wanita itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN