Lelah, letih, lesu. Mungkin itu yang Azra alami ketika dirinya selesai menimba ilmu di sekolah. Ia menaruh tasnya dan langsung merebahkan dirinya di kasur.
Suara pintu kamarnya terbuka menampilkan Fathan yang menyelinap masuk. Fathan langsung duduk dipinggir kasur Azra. Azra tidak ambil pusing akan hal itu. Karena baginya hal itu sudah lumrah dalam persahabatannya dengan Fathan. Toh dia juga menumpang tinggal di rumah Fathan.
"Fathan," panggil Azra. Fathan yang merasa namanya dipanggil segera melirik Azra menunggunya untuk melanjutkan.
"Gue capek."
Tanpa peduli, Fathan hanya diam dan mengangkat pundaknya tidak tahu. Tangannya merogoh saku celananya dan mulai fokus dengan benda pipih di tangannya.
Sebuah bantal melayang menubruk pundak Fathan. Tidak udah ditebak lagi siapa yang melakukannya. Fathan sudah tahu pasti sahabat kecilnya yang melakukan hal itu.
Dengan memasang wajah dinginnya akhirnya Fathan menyerah juga. Dengan rasa malas yang menggebu tapi terkalahkan oleh hati, Fathan mulai melakukan aksinya yaitu memijat kaki Azra. Sahabatnya itu memang sangat menyusahkan sekali.
"Nah, gitu dong. Kan enak kalau gini." cengir Azra tanpa dosa. Dia tidak tahu saja kalau Fathan sedang menyumpahinya dalam hati.
Di saat Fathan sedang memijat kaki Azra. Tangan Azra perlahan menggapai ponsel Fathan yang terletak begitu saja.
Azra membuka beberapa aplikasi. Ponsel Fathan cenderung merupakan ponsel yang berisi aplikasi edukasi. Fathan bukan seorang gamers, bukan pula seorang tiktokers.
"Apa Fathan nggak bosen aplikasinya pembelajaran semua? Nggak ada game gitu?"
"WhatsApp." balas Fathan.
"Ya elah, semua orang juga punya tuh aplikasi kali. Maksud Azra game gitu, Han!"
"Ya nggak ada."
"Dasar no life!"
"Terserah."
Azra membuka aplikasi w******p Fathan. Di sana sangat sepi sekali. Tidak ada chat lain melainkan darinya dan dari grup kelas. Tidak seperti dirinya yang setiap hari dibanjiri puluhan chat entah dari siapa saja. Kontak Fathan pun hanya berjumlah lima kontak. Yaitu kontak Azra, wali kelas Fathan, kedua orang tua Fathan, dan satu lagi kontak Jessie. Fathan memang benar-benar no life!
Saat Azra sedang menyimak pembahasan grup kelas Fathan, tiba-tiba sebuah pesan muncul. Pesan itu berasal dari nomor tidak dikenal yang menanyakan perihal kerja kelompok. Azra mengecek username nomor tersebut yang nampaknya nama tersebut tidak asing lagi di telinganya.
"Jessie?" ucap Azra. Ia pun segera memberitahu Fathan.
"Kak Jessie kirim pesan nih ke Fathan." kata Azra sembari menyerahkan ponsel Fathan.
"Hah? Jessie?"
"Iya."
Saat itu juga Fathan langsung berpikir.
"Jessie tahu darimana nomor gue?" katanya membatin.
Namun hal itu tak berlangsung lama saat sebuah opini segera menggiringnya ke dalam sisi positif.
"Oh, mungkin dia lihat di grup kelas." Fathan tersenyum sendiri.
"Dih, kenapa Fathan senyum-senyum sendiri?" tanya Azra yang melihat Fathan tersenyum.
"Eh? N-Nggak kok."
"Fathan suka ya sama Kak Jessie?"
"Nggak." elak Fathan. Ia memang sangat gengsi dalam menyatakan rasa.
"Halah! Ketahuan, Han! Mau Fathan sumpah juga Azra nggak percaya. Azra ini sahabat Fathan dari kecil! Azra tahu semua tentang Fathan."
"Berisik!" tukas Fathan yang segera membalas pesan dari Jessie.
Jessie : Maaf menganggu, Han. Ini gue Jessie. Gue dapat nomor lo dari grup kelas.
Fathan : Nggak ganggu kok, Je. Ada apa?
Jessie : Besok jadi kerja kelompok kan?
Fathan : Iya.
Jessie : Gue bakal telat sedikit nggak apa-apa ya datengnya?
Fathan : Oh iya nggak apa-apa.
Jessie : Oke.
"Duh, kehabisan topik." kata Fathan pelan. Ia pun kembali mencari topik untuk melanjutkan percakapan tersebut.
Fathan : Je?
Jessie : Iya, Han?
Fathan : Nggak apa-apa cuma manggil aja.
Jessie : Hah? Maksudnya?
"Fathan jancok! Ngomong apaan, sih, lo?" batin Fathan kebingungan mencari topik. Bukannya berjalan dengan baik malah menjadi garing seperti kerupuk yang baru matang.
Fathan : Maksudnya, kalau boleh gue tahu kenapa lo datangnya rada telat gitu? Ada kegiatan?
"Lah, ini malah nggak nyambung topiknya. Berasa jadi reporter gue." Fathan menggelengkan kepalanya.
Jessie : Nggak ada, Han.
Fathan : Terus?
Jessie : Gue takut aja kalau datang ke rumah orang pagi-pagi. Makanya gue mau telat dikit.
Fathan : Lah, kenapa?
Jessie : Nggak apa-apa, hehe.
Fathan : Eh, iya gue lupa. Lo udah tahu rumah gue belum?
Jessie : Belum. Share lokasi aja ya besok.
Fathan : Lo naik apa ke rumah gue?
Jessie : Ojek online.
Fathan : Mau gue jemput?
"Kelihatan modus banget nggak sih, ini?" Fathan menggigit bibirnya takut dengan apa yang akan direspon oleh Jessie.
Jessie : Eh? Nggak usah, Han. Ngerepotin banget. Sendiri aja.
Fathan : Nggak apa-apa. Nanti lo malah kesasar kalau pakai maps.
Jessie : Hah? Kok kesasar, Han? Kan gunanya maps untuk menentukan suatu titik lokasi?
Fathan : Maps kadang suka nyesatin. Rumah gue berliku-liku jalannya. Mending gue jemput aja ya ke rumah lo.
"Ngetik apaan lo, Ngab?" kata Fathan malu sendiri.
Jessie : Lah, kalau ke rumah gue juga lo perlu pakai maps. Gimana tuh jadinya?
Fathan : Tenang, otak gue lebih luas jangkauannya dibandingnya maps. Hehe. Coba lo share lokasi lo, Je.
Jessie : Iya.
Jessie mengirimkan lokasinya.
Fathan : Jadi, positif ya Je, besok gue jemput?
Jessie : Iya.
Dan terus...
Obrolan antara Jessie dan Fathan berlangsung hingga ke berbagai macam topik. Sepertinya mereka akan menjadi sahabat atau couple goals dengan tipe introvert yang satu frekuensi.
Bosan karena menunggu Fathan yang sedang asik bertukar pesan dengan Jessie. Azra mengambil ponselnya lalu membuka aplikasi merah muda berlogo kamera yang biasa dikenal dengan nama i********:.
Mata Azra membulat saat melihat seseorang mengikuti akunnya. Bukan karena tampan saja melainkan pengikutnya yang banyak membuat Azra menjadi insecure sendiri. Sepertinya ia adalah seorang selebgram. Berbeda jauh dengannya Azra hanya mempunyai pengikut dibawah seribu tetapi kenapa orang itu mau mengikutinya? Padahal ia bukan selebgram.
"Mungkin jarinya keseleo terus malah jadi nge-follow Azra." ucap Azra berpikir positif.
Tetapi hal itu ternyata salah besar. Di luar dugaan Azra, orang tersebut mengirimkannya sebuah pesan melalui DM. Sontak saja hal itu membuat Azra berteriak histeris membuat Fathan membeo dibuatnya.
"KYAAAAAAAAA!"
"..."
"DEMI APA DIA KIRIM PESAN KE AZRA?! ASTAGA MAU MENINGGAL AJA!"
"Berisik."
"Diam!"
"Siapa?" tanya Fathan sedikit kepo.
"Selebgram!"
"Oh." ujar Fathan mengedikkan bahunya seolah tidak peduli.
Azra pun kembali melanjutkan percakapan online-nya dengan seseorang username bernama Hans tersebut.
@Hanswlm12 : Hi, salam kenal!
@Zra.azraa : Serius???
@Hanswlm12 : Hah? Serius apaan?
@Zra.azraa : Seriusan woiii?! Udah lah mau terbang aja:(
@Hanswlm12 : Ya udah terbang aja. Gue doain jatuh.
@Zra.azraa : Heh! Not have akhlak!
@Hanswlm12 : Pas pembagian akhlak gue nggak dateng. Jadinya gini.
Azra terkekeh membaca balasan chat dari Hans. Meskipun dia seorang selebgram tetapi Hans tidak menujukkan sisi kesombongannya dan Azra menyukai hal itu.
@Zra.azraa : Kok situ bisa nge-follow Azra? Padahal Azra kentang tahu.
@Hanswlm12 : Lo kentang? Tahu nggak kalau gue apa?
@Zra.azraa : Apaan?
@Hanswlm12 : Terong sahabatnya kentang. Terong juga punya kekurangan kayak kentang. Yuk saling melengkapi untuk menciptakan kesempuraaan antara terong dan kentang!
Hampir. Hampir saja Azra kembali berteriak untuk yang kedua kalinya.
Kalau saja Fathan tidak meliriknya dengan tatapan sinis bak burung elang mungkin Azra sudah berteriak heboh seperti ingin demo. Kata-kata Hans sangat membuat dirinya serasa ingin terbang ke angkasa. Terlihat dari cara typing-nya, sepertinya Hans adalah orang yang mempunyai selera humor rendah, suka menciptakan tawa dan segala hal yang berkaitan atau sama dengan dirinya.
@Hanswlm12 : Kok nggak dibalas cuma dilihat aja? Kenapa?
@Zra.azraa : Azra lagi ngakak!
@Hanswlm12 : Oh, gue kira lagi pergi ke alam lain.
@Zra.azraa : Astaga! Kamu ini berdosa banget!
@Hanswlm12 : Cie manggilnya kamu, tapi cringe tahu.
@Zra.azraa : Lah, cringe kenapa?
@Hanswlm12 : Mendingan langsung manggil Sayang. Husband juga boleh sih, hehehe.
@Zra.azraa : Kenapa harus manggil Sayang?
@Hanswlm12 : Nggak apa-apa kok Sayang.
Percakapan antara Azra dan seseorang yang bernama Hans itu berlanjut hingga move ke w******p.
Tidak perlu diberitahu apa yang akan terjadi ke depannya. Yang pasti kedua manusia itu saling menyimpan rasa kepada satu sama lain.
Aneh, di saat rasa cinta tumbuh karena selalu bertemu tetapi rasa cinta yang dialami Azra dan Hans malah sebaliknya.
Mereka sama-sama menyukai dan mencintai. Azra menyukai Hans. Hans pun menyukai Azra. Walaupun mereka belum pernah bertemu tetapi mereka sudah saling jatuh hati. Hanya bermodal chat kedua insan bisa saling jatuh cinta. Ternyata benar kalau perspektif cinta itu buta.
***
Detik berganti menit, menit berganti waktu, dan waktu berganti hari. Setelah lewati pembelajaran selama beberapa hari di sekolah akhirnya hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Yaitu hari minggu. Hari di mana kita bisa bebas beraktivitas tanpa adanya deadline waktu yang telah ditentukan seperti sekolah bekerja ataupun aktivitas dengan jadwal yang tetap.
Hari minggu ini, adalah hari di mana Fathan dan Jessie akan melaksanakan kegiatan kerja kelompok membuat mading. Mereka selaku anggota OSIS sudah diamanahi sang ketua OSIS untuk melakukannya.
Fathan terlihat sangat antusias karena pagi ini ia akan pergi ke rumah Jessie. Hal itu Terbukti saat dirinya memutuskan untuk bangun lebih awal daripada waktu bangun tidurnya yang sudah ditentukannya sebelum jauh-jauh hari dari kegiatan kerja kelompok ini.
"Masih jam tiga? Cepet ngapa jam tujuh. Mau ke rumah Jessie, nih." ucap Fathan geli sendiri.
Ia bingung ingin melakukan apa. Mau tidur sepertinya tidak bisa karena sudah bangun. Ia memang tipe manusia yang seperti itu.
"Apa gue mandi aja ya?" kata Fathan kepada dirinya sendiri, "eh, tapi masih pagi begini. Nanti kalau kedinginan gimana?"
Hening.
"Ya pakai air hangat lah!" Fathan memutuskan, "eh, tapi nggak deh. Males." katanya labil.
Fathan kebingungan sendiri ingin melakukan apa. Handphone-nya sedang di-charge. Ia tidak mau memainkannya dalam kondisi charge karena ditakutkan membuat kesehatan baterainya berkurang.
Fathan terus memutar otaknya untuk berpikir dan berpikir. Setelah lama ia berpikir dengan cukup keras akhirnya Fathan memutuskan untuk berolahraga di depan kamar Azra. Karena ventilasi udara di ruangan itu terbilang cukup baik.
"Oke, gue mau olahraga."
Fathan membuka pintunya dan keluar dari kamarnya. Sekarang ia sudah di depan kamar Azra. Dengan semangat yang menggebu-gebu Fathan segera jalan di tempat terlebih dahulu.
10 menit kemudian...
Azra terbangun saat mendengar suara gaduh dari depan kamarnya tidak biasanya ia mendengar suara gaduh tersebut. Azra mengucek matanya dan melihat ke sekitarnya. Ia melihat jam dinding yang baru saja menyentuh pukul tiga pagi. Bahkan alarm-nya pun belum berbunyi. Tetapi kenapa ia sudah terbangun lebih awal?
"Suara apa sih, itu?" bingung Azra namun karena melihat jam yang sedang menunjukkan pukul tiga pagi itu membuat pikirannya menjadi negatif thinking, "apa jangan-jangan ada hantu di depan pintu, ya?"
Azra kembali berpikir keras. Setelah menimang-nimang akhirnya ia menemukan opini yang menurutnya memang sangat tepat.
"Fix, itu hantu!" katanya yakin.
Azra mengambil sapu lidi. Perlahan, ia bangkit dari kasurnya. Ia berjalan dengan mengendap-endap agar suara langkah kakinya tidak terdengar oleh sesuatu yang ia anggap hantu.
"Bismillah, Azra bisa!" ujar Azra dengan semangat 45 yang sangat tinggi.
Ceklek.
Azra membuka pintu kamarnya.
BUGH!!!
BUGH!!!
BUGH!!!
"Mati lo setan! Mati lo!" kesal Azra bukan main. Ia menutup matanya dan memukul-mukuli apapun yang ada di depannya walaupun kedua matanya sengaja tidak ia buka karena takut.
BUGH!!!
BUGH!!!
BUGH!!!
"Heh, kunyuk! Berhenti lo! Sakit kepala gue!"
"Nggak bakal!" Azra menambah pukulannya.
BUGH!!!
BUGH!!!
BUGH!!!
"Sakit woi! Berhenti!"
"Nggak bakal, setan!"
"Astaghfirullah, setan siapa sih?"
"Lah, kok setan bisa ngucap istighfar?" kata Azra kebingungan matanya masih ia pejamkan.
"Lah, gue Fathan woi! Bukan setan!"
"Bohong! Setan pasti nyamar jadi Fathan, kan?"
"Ya Allah, Azra! Ini gue Fathan! Udah lagi jangan mukulin gue! Sakit!"
"Setan udah beriman, ya sekarang?"
Karena kesal dengan Azra yang masih saja menuduhnya. Kedua tangan Fathan gatal, ia membuka kedua mata Azra agar Azra melihat kepadanya.
"Ih, setan ngapain, sih? Pegang-pegang mata Azra!" Azra memberontak.
"Gue bukan setan, anjir!"
"Bohong!"
"Buka mata lo cepet!"
"Nggak mau! Udah sana setan pergi dari ini! Atau nggak Azra pukul nih pakai sapu lidi!" ancam Azra lagi.
Azra mulai bersiap ingin memukul Fathan. Fathan yang tahu kalau dirinya akan dijadikan sasaran empuk Azra langsung memutar otak. Tidak ada cara lain lagi. Ia memutuskan untuk menggelitiki Azra. Itu adalah titik kelemahannya.
Dan saat itu juga Azra langsung tertawa. Refleks, ia membuka matanya dan melihat Fathan yang sudah berdiri di depan wajahnya.
"Aih? Kok Fathan?"
"Ya emang gue. Lo kira apa?"
"Bukannya setan?"
"Mana ada!" Fathan mengetok kepala Azra, "sakit PE'A dipukulin pake sapu lidi! Nggak ada akhlak lo!"
"Astaga! Maafin Azra, Fathan! Azra nggak tahu. Azra kira Fathan itu setan."
"Aneh-aneh aja emang lo!" gerutu Fathan.
"Fathan ngapain jam tiga pagi berisik-berisik di depan kamar Azra?"
"Gue lagi olahraga pagi."
"Hah?"
"Iya jalan di tempat gitu sambil nunggu adzan subuh."
"Kan ada alarm?"
"Ya nggak apa-apa sih."
"Tumben olahraga biasanya nggak."
"Biar sehat."
"Nggak jelas! Udah ah, Azra mau tidur lagi!" tukas Azra lalu masuk kembali ke kamarnya.
Fathan bernapas lega untung saja Azra tidak mengetahui niat yang sebenarnya. Apalagi kalau bukan menunggu waktu pagi untuk bertemu dengan Jessie? Ternyata orang introvert kalau sudah bucin bisa melebihi semesta ya.
***