Part 14

2228 Kata
Perlombaan telah usai. Pembelajaran di sekolah pun sudah mulai aktif berjalan seperti sedia kala. Fathan dan Azra berjalan beriringan berniat menuju sekolah. Tidak ada topik pembicaraan diantara mereka berdua. Azra sibuk melamun sedangkan Fathan sibuk memperhatikan keadaan di sekitarnya. Sampai ketika Azra menyadari jika ada alat tulisnya yang hilang. Ia pun segera menghentikan langkahnya. Sebelum memasuki gerbang sekolah Azra menahan tangan Fathan. Ia meminta Fathan menemaninya ke toko peralatan sekolah yang berada di seberang sekolah mereka. "Fathan." kata Azra sembari menahan tangan Fathan. "Apa?" sahut Fathan. "Azra mau beli pena," ucapnya Azra, "pena Azra ilang dimaling kuyang." "Terus?" "Jangan terus mulu ah, ntar nabrak gimana?" "CK, bukan itu. Maksudnya, gue harus ngapain kalau pena lo ilang?" "Ya temenin Azra beli pena lah! Masa gitu aja nggak peka sih! Haduh, gimana Fathan mau pacaran kalau hal kecil kayak gini aja Fathan nggak peka!" "Kenapa minta temenin?" "Takut." "Mana ada setan pagi-pagi gini." Fathan memutar bola matanya malas. "Ih, bukan setan! Maksudnya Azra nggak bisa nyebrang. Banyak mobil kalau pagi-pagi gini nggak kayak sore sepi." "Bisa. Jangan manja." "Tuh kan sifatnya berubah lagi. Kemarin baik sekarang jahat. Fathan ini manusia apa titisan bunglon liar sih?" gerutu Azra. "Nggak tahu." "Ayo ih, temenin!" "Udah sana nyebrang. Gue tungguin di sini." ujar Fathan. Bukannya tidak mau, hanya saja ia merasa malas jika harus menunggu lama antre di toko peralatan sekolah. "Yaudah deh, Azra sendiri ke sana," katanya dengan wajah yang sedikit memelas, "Fathan di sini aja ya, jangan kemana-mana!" "Hm." Fathan berdeham. Azra pun langsung pergi ke seberang jalan membeli pena. Sembari menunggu Azra yang pastinya lama, Fathan memutuskan untuk membaca buku cetak yang akan dipelajarinya hari ini. Azra sudah sampai di toko yang dimaksud. Untung saja toko peralatan sekolah itu sudah buka pagi-pagi hari begini. Kalau tidak kacau sudah nasibnya tidak punya pena. Azra sudah menebak jika ia meminjam pena kepada teman sekelasnya pasti mereka akan beralasan tidak punya. Atau yang biasa mayoritas orang katakan adalah, "Pena gue cuma satu."  Jadinya Azra memutuskan membeli pena saja. Di toko tersebut Azra harus mengantre. Ada dua orang di depannya yang sedang menunggu antrean selesai. Toko peralatan sekolah tersebut memang ramai oleh anak sekolah. Karena letak tempatnya yang strategis, toko tersebut juga menjual segala bentuk alat-alat yang dibutuhkan untuk sekolah. Seperti pena, pensil, penggaris, dan lain sebagainya. Akhirnya giliran Azra tiba juga, Azra memberikan pena yang dipilihnya dan membayarnya kepada sang kasir. "Dua ribu rupiah." kata kasir tersebut. "Oke." jawab Azra lalu mengeluarkan uang yang berjumlah dua ribu itu. "Terimakasih, selamat datang kembali." "Siap, Mbak." Sesudah membeli pena tersebut, Azra pun keluar dan beranjak pergi ke sekolahnya lagi. Cukup lama Azra menunggu kendaraan yang lalu lalang tiada henti membuatnya bosan sendiri. "Ih, kok lama sih sepinya. Gimana caranya untuk nyebrang kalau begini?"  Azra kembali menunggu. Tak lama dari itu jalanan mulai normal kembali tidak seramai tadi. Azra pun melangkahkan kakinya untuk menyebrang jalan. Ia sudah benar-benar yakin bila tidak ada mobil lagi yang melintas. Saat ia sudah berada di tengah jalan, tiba-tiba sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Azra yang menyadari akan adanya mobil tersebut segera berlari mempercepat langkahnya untuk menyebrang jalan, akan tetapi ia kalah cepat. Mobil tersebut menyerempet tubuhnya yang membuat Azra jatuh tersungkur ke aspal jalan. Brakkkk! Azra jatuh tersungkur dengan lututnya yang sudah mengucurkan darah segar. Azra merintih kesakitan di tengah jalan. Bukannya membantu Azra yang menjadi korban tabrak lari, mobil itu malah pergi dengan kencangnya. Dengan kata lain tidak mau bertanggung jawab. Masyarakat dan murid yang ada di sana mulai mengerubungi Azra. Fathan menoleh saat mendengar teriakan Azra. Ia terkejut bukan main melihat Azra yang sudah terkapar. Sontak saja Fathan langsung berlari dan  membantu Azra untuk berdiri. Terlihat dari wajahnya ia nampak kesal kepada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga Azra dengan benar. Jelas-jelas tadi Azra meminta bantuannya untuk menemaninya menyebrang jalan. Namun kenapa ia malah tidak membantunya? Entahlah, Fathan terlalu sibuk dengan keadaan di sekitarnya. "Ah, sakit..." Azra merintih kesakitan. "Fathan bodoh! Manusia bodoh! Dasar bodoh! Ah, sial!" Fathan membatin memaki-maki dirinya sendiri karena kesal. Dirinya memang begitu. Ia tidak mau melihat Azra terluka apalagi sampai mengeluarkan darah.  Walaupun mereka kerap kali bertengkar mempermasalahkan sesuatu hal yang tidak penting akan tetapi Fathan tidak tega jika melihat Azra sahabat karibnya itu tersakiti. Jika boleh meminta, ia malah ingin menggantikan posisi Azra di sana karena rasa sayangnya. Fathan membekap Azra ke dalam pelukannya. Ia benar-benar menyesal telah membiarkan Azra menyebrang jalan sendirian. "Azra, maaf. Ini semua salah gue. Maaf gue udah egois nggak nemenin lo untuk nyebrang jalan. Seharusnya gue yang ada di posisi lo saat ini." "Udah Fathan, Azra nggak apa-apa kok." Azra tidak mau menyalahkan Fathan sepenuhnya. Karena di sini juga mungkin Azra yang kurang berhati-hati dalam menyebrang jalan. "Gue sayang lo, Zra." "Azra juga sayang sama Fathan." Fathan mengelus puncak rambut Azra. Lalu merenggangkan pelukannya. Kedua mata Fathan kemudian terfokus pada kaki Azra yang berdarah. "Zra, kaki lo luka." kata Fathan melihat kaki Azra berdarah. "Nggak apa-apa, keren." jawab Azra ngawur. "Keren Mbahmu!"  Tanpa berpikir panjang Fathan segera menggendong Azra menuju UKS.  Sampai Fathan tidak sadar bahwa di belakangnya ada seorang gadis yang melihat kejadian tersebut. Ya, dialah Jessie. Jessie yang tadinya mempunyai niat untuk menghampiri Fathan agar dapat berjalan bersama menuju kelas kini mengurungkan niatnya setelah melihat Fathan pergi menggendong Azra. Tidak tahu kenapa perasaannya begitu aneh saat melihat kejadian tersebut. Padahal niat Fathan baik menolong Azra. Seperti ada yang mengganjal di dalam batinnya. Oh, tidak. Bukan karena niat Fathan. Melainkan perkataan Fathan barusan yang menghiasi pikirannya, "Gue sayang lo, Zra." Dan juga elusan tangan Fathan di rambut Azra. "Mereka kok bisa dekat banget ya? Eh, bukan dekat lagi tapi udah lengket. Kemana-mana selalu bareng. Fathan tadi bilang kalau dia sayang sama Azra. Azra juga bilang hal yang sama. Cringe nggak sih?" Jessie membatin dalam hatinya yang mendadak panas. Namun tak lama dari itu akhirnya Jessie tersadar atas apa yang ia katakan di dalam dirinya. "Eh? Gue kenapa?" kata Jessie bingung kepada dirinya sendiri, "mereka kan sahabat dari kecil, kok gue tiba-tiba ngomong kayak gini, sih? Astaga, Jessie! Nggak boleh nethink!" Jessie berusaha untuk menghilangkan pikiran anehnya tersebut. Setelahnya ia pun memutuskan untuk memasuki halaman sekolah. *** Azra absen pelajaran pertama karena kondisi kakinya yang habis terserempet mobil. Begitu juga dengan Fathan yang memutuskan untuk absen juga karena menemani Azra di UKS. Sudah berulang kali Azra katakan kepada Fathan kalau dirinya tidak masalah jika ditinggal. Tetapi Fathan tetap bersikukuh untuk menjaga Azra. Ya, hitung-hitung balas budi karena tadi Fathan tidak menemaninya membeli pena. "Fathan..." panggil Azra dengan nada panjang di akhirannya. "Iya kenapa, Zra? Mau minum?" "Nggak..." "Mau makan?" "Nggak..." "Mau tidur?" "Nggak juga..." "Mau apa terusnya?" "Mau Hans..." "Bucin!" semprot Fathan langsung. "Ih, serius." "Hans lagi sekolah dia nggak bisa ke sini." "Kok gitu sih, padahal kan Azra pengin ketemu dia." "Ngapain ketemu dia?" "Kangen." "Baru kemarin ketemu masa udah kangen." "Namanya juga bucin, Than. Ya beginilah keadaannya, hehe." Fathan tersenyum melihat Azra yang nampak baikan karena sudah bisa bercanda tawa. Ya meskipun garing tetapi ini lebih baik jika dibandingkan tadi. "Fathan ke kelas aja sana belajar. Biar Azra sendirian di sini." "Nggak mau." "Kenapa?" "Gue mau jagain lo." "Udah nggak apa-apa. Azra bisa sendiri kok. Petugas UKS juga paling bentar lagi datang." "Lama. Dia kan pergi ke puskesmas karena ada acara." "Yaudah nggak apa-apa Azra sendirian di sini. Lebih enak, lebih tenang juga. Fathan kan sebentar lagi juga mau ikut jalur SNMPTN, Fathan harus kuat belajar ningkatin nilai biar ke terima." "Nggak mau, Zra. Nanti lo pingsan apa gimana nggak ada orang kan bahaya. Udah, gue di sini aja. Soal itu gampang, nih gue bawa buku buat belajar." Fathan mengeluarkan bukunya. Sementara Azra hanya mengangguk paham. "Fathan, Azra mau pamit." "Pamit kemana?" bingung Fathan. "Pamit aja." "Ya mau kemana? Lo kan masih sakit." "Fathan nggak perlu tahu." "Jangan aneh-aneh, Zra. Lo mau pamit kemana?" kata Fathan serius. "Pamit tidur." Oh, sial! Fathan tertipu dengan perkataan Azra. Anak itu memang ada saja kelakuannya. Fathan saja sampai pusing melihatnya. "Lo mau gue pukul?" sinis Fathan bercanda. "Mau." cengir Azra. "Udah sana tidur." "Tadi katanya mau dipukul." "Zra... jangan bikin gue naik darah, ya." "Iya, Fathan. Azra bikin Fathan sampai naik darah kok!" canda Azra. Tak lama kemudian, Azra mulai memejamkan kedua matanya. Ia tertidur dengan pulasnya. Sementara Fathan mulai fokus membaca buku tebal di atas tangannya.  *** Kring... Bel istirahat berbunyi membuat Azra tidur di UKS refleks terbangun.  "Wah, udah istirahat aja rupanya. Perasaan tadi baru aja Azra tidur." ucap Azra sembari mengucek kedua netranya. "Loh, Fathan mana?" kata Azra yang tidak menemukan Fathan di sampingnya. "Kak Fathan lagi beliin bubur ayam di kantin buat lo."  Azra menoleh ke arah sumber suara dan melihat teman sebangkunya, Nana yang duduk di kursi petugas UKS. "Eh? ada Nana. Sejak kapan Nana di sini?" "Sejak jam kosong. Males di kelas nggak ada temen. Jadi gue ke sini sampai jam istirahat." Azra mengangguk paham. "Na," "Iya?" "Azra kangen." "Sama gue juga kangen lo. Sepi Zra, di kelas sepi nggak ada lo. Gue kayak kambing ompong jadinya." "Ih, bukan kangen Nana. Azra itu kangen Hans bukan kangen sama Nana!" jelas Azra. "Ya Allah, jahat amat lo sama gue! Bisa-bisanya gue udah pede duluan." "Makanya jangan kepedean!" "Emang temen nggak ada kolak lo, Zra!" "Akhlak, Na. Bukan kolak! Kolak mah makanan!" "Nah, iya. Itu pokoknya." "Jadi gimana ini, Na." "Gimana apanya?" "Azra kangen sama Hans." "Ya chat lah. Masa diem-diem aja. Gimana mau rasa kangen lo tersampaikan kalau begitu?" "Gengsi." "Idih! Sok-sok gengsi!" Nana ngakak sendiri. "Kira-kira Hans lagi apa ya dia? Udah makan belum ya? Kira-kira dia capek nggak ya kemarin habis lomba." "Lo ini bukannya ngurusin diri lo sendiri malah ngurusin kesehatan orang kain." "Love her dulu, baru love my self." "Ya Allah, ke balik, Zra! Cintai diri sendiri dulu baru cintai orang lain." "Hehe, bercanda! Tapi serius Na, Azra kangen sama Hans. Padahal baru kemarin ketemu ya udah kangen aja. Pengin gitu rasanya Azra main bareng sama Hans." "Eh, apa nggak lo double date aja gimana? Biar sekalian ngedeketin Kak Fathan sama Kak Jessie juga." "Boleh juga ide, Nana. Kayaknya bakalan seru nggak sih kalau double date bareng-bareng gitu." "Iya lebih seru. Biar nggak canggung juga." "Double date tuh kayak mana emangnya?" "Ya kayak makan bersama gitu sama setiap pasangan." "Oh, gitu." "Iya." Sebuah kegiatan yang menarik untuk dicoba. Double date? Bersama Fathan dan Jessie? Wah, sepertinya menyenangkan. *** Fathan membuka pintu UKS. Di sana ia melihat Azra yang tengah ditemani Nana. Melihat kondisi yang nampak canggung akhirnya Nana memutuskan untuk pergi dari sana. "Eh, udah ada Kak Fathan. Gue cabut dulu ya, Zra." "Lah, mau kemana?" "Mau ke kelas." "Oh, yaudah." "Ayo makan, Zra." ujar Fathan membuka bubur ayam tersebut. Fathan pun menyuapi Azra. Azra nampak dengan lahap menyantapnya hingga habis tak bersisa.  "Azra mau ngomong sama Fathan." kata Azra. "Ngomong apa, Zra?" "Azra kan lagi sakit nih ya," "Iya?" "Azra boleh nggak buat permintaan sama Fathan? Azra pengin banget." Azra memohon dengan memasang puppy eyesnya. "Mau apa?" "Tapi Fathan harus setuju dengan apa yang Azra minta." "Tapi minta apa dulu?" "Harus setuju dulu!" Azra bersikeras membuat Fathan mengiyakannya. "Hm, yaudah setuju." "Oke, besok kita double date. Azra sama Hans dan Kak Jessie sama Fathan!" Sontak saja perkataan Azra membuat Fathan kaget. Demi apapun Fathan tidak menginginkan double date ini. Bukan karena apa ia hanya takut canggung saja jadinya. Fathan menolak apa yang diminta Azra, namun Azra tetap memohon padanya dengan sorot mata yang sayu. Hal itu membuat Fathan luluh dan menerima double date itu. Azra nampak senang sekali melihat Fathan setuju dengan apa yang dikatakannya meskipun Fathan terlihat agak tidak setuju ia tetap menyetujuinya demi kebahagiaan sang sahabat. *** Pulang sekolah ini, Azra sudah berada di dalam mobil. Fathan menelepon sopirnya untuk menjemput dirinya dan Azra pulang. Biasanya jika pulang sekolah seperti ini Fathan dan Azra memilih naik bus namun melihat keadaan Azra yang tidak memungkinkan akhirnya Fathan memutuskan untuk meminta bantuan sang sopir agar menjemputnya di sekolah. Sebelum pulang, Fathan berniat untuk bertemu Jessie membicarakan agenda besok. "Jessie," panggil Fathan. Jessie yang sedang menunggu di halte bus pun menoleh dan mendekati Fathan. "Kenapa, Than?" "Besok ada waktu luang nggak?" "Besok?" "Iya, besok." "Besok hari minggu ya?" "Iya." "Kayaknya nggak ada. Emang kenapa, Than?" "Ngedate yuk. Bareng juga sama Azra dan temannya." Seketika itu juga Jessie menutup mulutnya rapat-rapat seakan tidak percaya dengan apa yang Fathan katakan. Apa katanya date? Berdua dengan Fathan? Yang benar saja Jessie serasa ingin terbang ke angkasa rasanya mendengar itu. "Serius, Than?" "Iya, Je. Besok gue jemput lo." "Jam berapa? Gue juga mau beribadah soalnya." "Sehabis lo beribadah. Gue tunggu di depan gereja." "Oh, oke." "Sebenarnya ini bukan kemauan gue," ucap Fathan, "ini kemauan Azra. Dia kan lagi sakit terus dia minta double date besok bareng-bareng. Karena nggak tega gue nurut aja apa yang dia minta. Oh, ya, btw dia yang minta gue untuk berpasangan dengan lo di double date ini." Jessie mengangguk paham mengerti apa yang Fathan katakan. "Yaudah, kalau gitu gue pulang duluan ya. Azra udah nunggu di mobil." "Iya, Than. Hati-hati." Fathan pun pergi dari hadapan Jessie. Jessie tidak menyangka jika Azra begitu baik padanya. Ia yang mengira jika Azra akan merebut Fathan darinya ternyata salah besar. Bukannya merebut namun Azra malah mengajak Jessie untuk date dengan Fathan. Ternyata benar, bahwa kita tidak boleh menilai orang secara cepat. Bisa saja ia memiliki kebutuhan di saat-saat yang tertentu seperti Azra yang membutuhkan Fathan di saat dirinya terjatuh tadi pagi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN