“Intan!” Intan mendongakkan kepalanya. Buru-buru gadis itu mengajak ibunya berdiri. Kaki Intan yang terkilir tidak gadis itu hiraukan. Yang Intan pedulikan, dia bisa segera pergi dari sini. “Intan, ini ibu kamu?” tanya Gerald mencekal lengan Latina. “Lepaskan tangan anda dari ibu saya, pak!” pinta Intan menghapus air matanya. “Kalian mau kemana dan kenapa kalian bisa jatuh di sini?” “Jangan pedulikan kami, pak. Lebih baik bapak pergi.” Jawab Intan. “Nak sudah, kita kembali ke rumah saja.” Ucap Latina yang air mata sudah membasahi kedua pipinya. Ibu mana yang bisa melihat anaknya menderita, ibu mana yang mau menjadi beban untuk anaknya. Latina pun demikian, ia sadar tidak pernah memberikan kebahagiaan untuk putrinya. Latina tidak sanggup bila harus melihat anaknya kesusahan membawa