33

1275 Kata
Keysha masih marah. Shakka paham betul itu tapi ia tidak bisa mengubah kebiasaannya selama setahun terakhir di mana dia mengantarkan kembarannya itu ke kelas. Paginya selalu di mulai dengan wajah cemberut Key sejak beberapa hari terakhir. Tak apa bagi Shakka. Lalu nanti saat pulang sekolah, ia akan menunggu sampai Keysha dan supirnya pergi duluan. Shakka selalu berpesan pada supir Papa untuk langsung mengantarkan Keysha pulang. Tentu saja ia kembali mendapat dengusan ketus dari kembarannya itu. Selain rutinitas pagi saat baru sampai di sekolah dan sore saat pulang, selama jam istirahat Shakka juga selalu ke gedung Utara. Mencari seseorang yang harus bertanggung jawab atas panasnya kuping anak laki-laki itu gara-gara bisik-bisik yang semakin hari semakin jelas. Saat Shakka meminta mereka menyebut semua omongan tersebut dengan lantang, semuanya justru pada bubar. Hari ini Shakka kembali ke Gedung Utara lantai dua hanya untuk mendapati bangku Wyne kosong. Tidak hanya bangku Wyne saja tapi kelas itu benar-benar kosong. Bahkan makhluk halus saja sepertinya tidak ada di sana. Apa yang lain sedang ada pelajaran di luar kelas? Pikir Shakka? Dan Wyne, apa anak itu tidak berani datang ke sekolah setelah melemparkan senjata terbaiknya? Tentu saja Wyne berpikir bahwa fakta yang ia ketahui bahwa Shakka mencintai Keysha adalah yang terbaik di antara yang terbaik, bukan? “Syialan!!” umpat Shakka karena lagi-lagi tidak menemukan Wyne Amelia. Sampai kapan cewek itu akan menghindarinya? Saat sampai di kantin, Shakka mau tidak mau harus berhadapan lagi dengan Arif. Melihat wajah teman baiknya itu membuat Shakka kembali mengingat bagaimana dengan diam-diam Arif mencoba merebut Keysha darinya. Tidak punya pilihan lain, Shakka mendudukkan diri di bangku samping Arif karena hanya di sana saja yang kosong. “Kalian berdua kenapa kaya suami istri yang ga mau lanjut tapi juga ga mau cerai?” tanya Galih pada dua temannya yang belakangan jarang bicara satu sama lain. “Perasaan lo aja, kali,” ucap Arif pada Galih yang terlalu peka. “Jangan remehin perasaan gue, ya, Yip. Tuh lo liat si bandot-bandot, perasaan gue bilang kalo dia mau nyamperin suami mereka,” ucap Galih membuat Arif, Shakka, Evan dan Ilham -eh Ilham mana?- menoleh ke arah Eswe yang memang baru memasuki kantin. Oh iya Ilham mah lebih sering sama pacarnya si Solene Ariana dari pada teman-temannya sendiri. b***k cinta banget itu anak satu. “Gal,” ucap Shakka pada teman baiknya. “Hm?” “PR lo lagi banyak ga?” “Weh banyak banget, boss..” “Sip, kalo lo berhasil bikin mereka sakit hati, semuanya gue kerjain.” “Laksanakan,” pekik Galih kegirangan. Dengan senyum lebarnya, ia menyambut pada bandot-bandot yang tidak pernah bosan berusaha membuat Shakka jatuh hati. Melihat sekilas pada rombongan Bella yang mendekat, Shakka menyadari bahwa Wyne Amelia tidak ada di antara mereka. Total dua belas orang saja yang sedang berjalan ke arahnya saat ini. Kemana dua lagi? Tanya Shakka antara penasaran dan juga tidak. Sedang cewek yang dicari-cari Shakka saat ini berada di rumahnya. Sudah empat hari sejak operasi Abangnya selesai dilaksanakan dan sekarang ia sedang menyuapi June. Setelah June selesai dengan makan siangnya, maka Wyne akan memastikan sang Abang meminum obat. Lalu Wyne berencana untuk mengupas buah. Setelah June memakan semua buah, Wyne akan membuatkan segelas s**u. Kemudian jika June ingin camilan.. “Buset, Wyn.. Apa ga meledak perut gue dikasih makan terus?” tanya June mendengar kegiatan adiknya selama beberapa jam ke depan. “Ya, ‘kan lo harus sehat, Jun.” “Ga lagi deh gue sakit-sakit begini, kapok gue,” ucap June pada dirinya sendiri. Ia memang mendapati adiknya sendiri perhatian tapi perhatiannya Wyne kok ya lebih menyeramkan ya? Saat Wyne kembali menyodorkan sesendok penuh nasi padanya, June beruntung karena mereka kedatangan tamu. Sumpah ya, saat sehat saja, June tidak makan sebanyak ini. Ia bakan banyak hanya setelah lari-larian di lapangan bola atau setelah dikejar guru saja. Karena energinya banyak terkuras makanya June banyak makan. Lah ini sehari-hari kerjaan June hanya duduk, tidur, duduk dan tidur. Energi dari makan paginya bahkan belum habis saat Wyne datang dengan sepiring nasi di waktu makan siang. Lama-lama ia bisa jadi babi kalau seperti ini. “Ibuk ngapain bawa pasukan kemari?” tanya Wyne pada wali kelasnya yang kalau memberikan PR itu tidak ada hati nurani sama sekali. “Ini kami ngorbanin jam pelajaran Bu Tari, tau, Wyn,” ucap Ketua kelas pada temannya yang bukannya menyuruh masuk malah mempertanyakan keberadaan mereka di depan pintu rumahnya Wyne. “Tau, kasih masuk kek,” celetuk yang lain dari belakang punggung wali kelas. Wyne membuka lebar pintu rumahnya kemudian mempersilahkan Guru berikut teman-temannya masuk. Tidak ada cukup tempat untuk teman-temannya duduk. Ada yang duduk di tangan sofa yang mana rasanya Wyne ingin mengomel, bagaimana kalau lengan sofanya patah? Sebagian ada yang memeluk temannya bahkan sampai tiga tinggkat. Misalkan Yara duduk di samping Bu Tari, lalu di pangkuan Yara ada Zia dan di atas pahanya Zia ada Laila. Di depan semua orang, Wyne yang berdiri mencoba membenarkan piyamanya yang sudah sangat acak-acakan. Lipatan-lipatan pada piyamanya benar-benar membuat Wyne terlihat seperti gembel. Padahal dia adalah penulis kesayangan Animedia saat ini. “Wy- Wyne belum mandi, Buk,” ucap Wyne pada wali kelasnya disertai ringisan. Malu sekali pokoknya. “Pantesan bau, ya, Buk,” ucap Talita Heidi, teman satu gengnya Wyne tentu saja. Mendelikkan mata pada Tali, Wyne kembali pada wajah Wali kelasnya. “Wyne mandi bentar boleh, buk?” “Heh? Jangan dikasih, Buk, kita kemari bukan buat ketemu Wyne yang udah mandi,” ucap Talita. Memangnya Wyne pikir, bentuknya yang belum mandi dan sudah mandi perbedaanya besar? Tidak. “Sudah Wyne ganti saja celananya sama yang lebih sopan. Abang kamu di mana?” tanya Bu Tari pada salah satu siswinya itu. Setelah mendapat jawaban dari Wyne, Bu Tari langsung menuju kamar tersebut. “Ehem.. minum-minum.” “Haus, ya,” ucap yang lain bersahut-sahutan. Kode keras untuk dibuatkan minum. Sementara di dalam kamar, June yang berniat mengupil terperanjat melihat salah satu guru Bina Bangsa yang mata pelajarannya sering sekali ia lewatkan. “I- Ibuk..” ucapnya gagap. “Gimana keadaannya sekarang, Arjuna?” Arjuna. Ya, namanya adalah Arjuna. Keseringan dipanggil June, abangnya Wyne itu hampir lupa dengan namanya sendiri. “Sudah lebih baik, Bu.” June membawa tangan Bu Tari kemudian mencium punggung tangan beliau. “Ini kualat karena sering bolos di jam Ibu, ya, sepertinya.” “Makanya lain kali Ibuk yang ikhlas dong kalo siswanya cabut,” kekeh June. Tentu saja June mendapatkan cubitan sayang dari gurunya semasa sekolah tersebut. Berharap tidak perlu memakan buah, June justru berakhir dengan Bu Tari yang memperhatikannya sampai ia memakan semua apel yang beliau kupaskan. Tidak hanya itu, setelah Ibu Tari keluar dari kamarnya, Wyne masuk dan mengatakan bahwa saat ini di dapur mereka, Bu Tari sedang memasak. “Wyn, gue udah ga bisa makan ini, ngapain wali kelas lo masak?” tanya June yang merasakan dorongan tidak biasa dari dalam perutnya sampai ke pangkal tenggorokan karena memikirkan bahwa dirinya kembali harus makan. “Mending Ibu Tari masak dari pada dia bawa kita ke rumahnya. Tadi wali kelas gue yang berbudi luhur itu nawarin supaya selama elo sakit, kita numpang aja gitu di rumahnya. Padahal Bu Tari termasuk galak, ‘kan, Jun? Galak, ngasih PR ga ngira-ngira, pelit nilai juga eh ternyata aslinya baik. Gue hampir aja nyanyi hymne guru tadi Jun.” “Sempat ya lo ngelawak?” ucap June kesal. Nyatanya hari itu tidak hanya June dan adiknya saja yang mendapat kesempatan untuk merasakan masakan Bu Tari tapi juga seluruh anak kelas yang hadir. Tentu saja Bu Tari dibantu oleh anak-anak cewek yang lain. Untung bagi Wyne karena yang dimasak adalah mie instan dan bukannya persediaan beras yang ia dan June punya. Beras mahal, gengs. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN