32

1416 Kata
Malang bagi Shakka karena saat ia mengikuti Keysha ke kolam renang indoor Bina Bangsa, Bella juga mengikutinya. Bella menyaksikan semua yang juga Shakka saksikan dan sebagai bonus, ia juga menyaksikan keseluruhan kejadian dengan Shakka sebagai salah satu objek di dalamnya. Selama beberapa bulan terakhir sejak cowok tampan itu mengetahui bahwa Wyne adalah orang yang menulis kisah mereka, Shakka menjadi jauh lebih sibuk. Sibuknya dengan Wyne dan bukan dengan Bella. Padahal tidak ada satu kata pun dalam buku itu yang mengarah pada Wyne. Semua hanya tentang Bella dan Shakka bahkan Wyne mengakui hal itu. Tapi tetap saja Shakka hanya memberikan perhatiannya pada Wyne. Perhatian, dalam bentuk apa pun, baik atau tidak, Bella menginginkannya jika itu berasal dari Shakka. Bella pastikan kali ini ia akan mendapatkan apa yang ia mau sekalipun itu tatapan benci dari Shakka. Makanya dengan sangat konyol gadis cantik itu berseru. “Kenapa gue merasa elo ga mau Keysha pacaran karena elo maunya kembaran lo itu cuma untuk diri lo sendiri aja, eh, Shakka?” Arif dan Shakka menoleh pada anak perempuan yang kalau mulutnya itu dijaga baik-baik, tidak genit dan tidak menggebu-gebu saat menyukai seseorang, Bella pasti kelihatan jadi jauh lebih cantik. Ya meskipun cantik saja tidak akan bisa membuat Arif apalagi Shakka menyukai Belladiva Wicaksono karena hati keduanya sudah terpaut pada Keysha Anindya Padmaja. “Maksud lo apa?” tanya Shakka ketus. Bella mengendikkan bahu. Dalam tiap langkah saat ia membawa dirinya lebih dekat dengan Shakka, gadis itu mengingatkan kejadian hari itu di ruang ganti anak cowok. Dimana Bella mendapati galeri ponsel Shakka hanya berisi satu objek saja. Bella tau ini menentang logika yang ia punya tapi demi perhatian Shakka ia dengan percaya diri menyebutkan bahwa hubungan Shakka dan Keysha tidak normal sama sekali. Saudara kembar sekalipun tidak ada yang selengket mereka berdua. Dimana-mana saudara kandung lebih terlihat seperti anjing dan kucing. Contohnya adalah Wyne dan Abangnya. Tentu saja Bella tidak menyebut nama Wyne di depan Shakka atau usahanya akan sia-sia. “Wyne yang nyuruh lo kemari?” tanya Shakka dingin. Cewek itu bisa mengarang bahkan menghasilkan dua buah buku. Mana mungkin ia tidak bisa pura-pura menangis seolah sesuatu menimpa kedua orang tuanya di rumah sana padahal yang ia rencanakan adalah ini? Tunggu, Arif juga jatuh ke jebakan Wyne? Bagaimana bisa? Pikir Shakka. “Gue di suruh Wyne?” Bella terkekeh, tidak kah Shakka sadar siapa pemeran utamanya di sini? Justru Wyne adalah orang yang setiap harinya diberi perintah oleh Bella. Apa hanya karena dua buah novel lalu Shakka mengira Wyne bisa mengendalikan apa saja? Nilainya sendiri saja tidak bisa Wyne kendalikan apalagi manusia. “Bilang sama Wyne lo itu, kalo triknya murah-” “-Gue ga perlu disuruh apalagi dikasih tau sama Wyne soal elo yang suka sama sodara lo sendiri. Gue punya mata kali, Kka.” Menyadari bahwa apa yang berada di antara Bella dan Shakka sama sekali tidak ada urusannya dengan dirinya lagi, Arif menepuk pundak sang sahabat kemudian berlalu. Sementara Bella membuat perhatian Shakka hanya tertuju padanya, Arif berniat untuk mencari Keysha. Sahabat Wyne itu menemukan Keysha menangis sesenggukan di kelasnya. Ia melipat kedua tangan di atas meja kemudian menyembunyikan wajahnya disana. Ini yang membuat Arif menginginkan Keysha untuk menjadi pacarnya. Terlepas dari semua pencapaian Keysha di umurnya yang masih belia, dia tetaplah gadis lembut yang butuh seseorang untuk selalu berada di sisinya. Dan seseorang itu tidak hanya kembarannya saja. Dengan satu gelengan kepala, Arif meminta beberapa siswi untuk meninggalkan kelas. Arif memang tidak terlalu percaya diri bahwa mereka terpikat oleh parasnya tapi yang pasti, para siswi itu masih bisa merasakan aura preman pada dirinya. Semua orang tentu saja mengetahui siapa Arif sejak hari pertamanya di Bina Bangsa. Makanya tidak akan ada yang mau mencari masalah dengannya. Membuang napasnya kasar, cowok itu berjalan mendekati Keysha kemudian duduk di bangku depan meja Keysha. Tepatnya menghadap pada gadis itu yang masih menenggelamkan wajahnya di antara lipatan tangan. Dengan sayang, ia mengelus puncak kepala Keysha. Di sisi Keysha, gadis itu langsung menegakkan kepalanya begitu merasakan elusan di kepala. Kalau Shakka pikir elusan saja cukup maka Key bersumpah ia akan memukul kembarannya itu tanpa ampun. Namun yang ia dapati setelah mengangkat kepala justru anak laki-laki yang ia sukai. “A- aku nangis gara-gara kesal sama Shakka yang suka sekali ikut campur urusanku. Bukan karena pengen banget jadi pacar kamu,” ucap Key dengan muka merah padam. “Iya, aku tau.. padahal Shakka tidak perlu muncul sehingga kamu bisa langsung menolakku dengan baik-baik, gitu ya..” “Ih engga begitu, Arif.” “Berarti tadinya mau nerima aku?” “Si- siapa bilang? Kamu terlalu percaya diri tau.” Setelah mengucapkan kalimatnya dengan ketus, Key justru langsung merasa bersalah. Ah, bagaimana kalau arif salah paham? Bagaimana cara mengatakan pada anak laki-laki ini bahwa Key menyukainya tanpa harus merasa hangat pada pipi dan telinganya? “Jujur ya..” ucap Arif yang langsung mengulum bibirnya melihat Keysha meneguk ludahnya kasar hanya karena ia bicara dua kata barusan. Siapa juga yang akan menuntut penjelasan mengenai perasaan Keysha sekarang? “Kamu ngerasa ucapan Shakka ada benarnya, ‘kan?” Arif adalah salah satu orang yang mengetahui perjuangan Keysha untuk diakui oleh Papanya. Bukan diakui sebagai anak tapi diakui dan diterima apa yang ingin ia lakukan. Arif yakin walau pun sedikit, ada bagian dari diri Keysha yang setuju dengan omongan Shakka. Tidak mudah bukan untuk berada di Bina Bangsa seperti sekarang? “Shakka ngomong begitu karena dia sayang sama kamu. Dia ga mau kamu jauh dari keluarga lagi,” ucap Arif mengakhiri kalimat terpanjangnya pada Keysha. Jeda begitu lama di antara keduanya. Hanya mata saja yang berkomunikasi dan Arif melihat bagaimana Keysha melunak. Bagaimana ia tidak akan jatuh cinta pada gadis ini? Bell pertanda istirahat berakhir membuat Arif mengangkat pantatnya dari bangku tepat di depan Keysha. Selain pelajaran akan dimulai kembali, pemilik bangku sudah berdiri dan berdeham sehingga mau tidak mau Arif harus kembali ke kelasnya. “Tapi kamu marah?” Keysha tidak peduli bahwa satu persatu teman-temannya kembali ke kelas dan mungkin akan mendengar obrolannya dengan Arif. “Marah karena engga ditolak pun engga diterima? Mungkin aku akan coba lagi nanti. Tentunya dengan Shakka yang tidak perlu tau.” “Setuju,” ucap Keysha terlalu cepat. Bagaimana caranya Arif untuk tidak merasa bahwa perasannya bersambut? Wyne saja yang hanya melihat mereka dari jauh bisa mengetahui perasaan Keysha padanya. … Dua pelajaran terakhir usai dan kini saatnya pulang. Shakka jelas mengetahui bahwa Keysha marah padanya tapi saudara kembarnya itu tetap mendatangi Keysha seperti biasa. Mengajak pulang seolah tadi dia tidak merusak acara pentingnya Keysha. “Sekarang apa? Selain mogok bicara kamu juga ga mau pulang bareng aku?” tanya Shakka tenang. Anak laki-laki itu bahkan masih menunjukkan ketenangan meski Keysha berjalan menghentak-hentak. Ia mengikuti saja saudaranya dari belakang. Shakka baru menyambar lengan Keysha saat gadis itu hampir tergelincir di antara anak tangga. “Jangan pegang-pegang ya!” “Okay, okay, makanya jalan yang bener.” “Kata orang yang selalu benar,” ucap Keysha kesal. Semakin kesal lagi karena Shakka tidak terlihat ingin membantah. “Apa? Aku memang selalu benar, ‘kan?” tanya Shakka yang mengerti dengan arti tatapan sang kembaran. >>>  Siang kemaren saat jam istirahat tepatnya di kolam renang indoor Bina Bangsa, Arif apalagi Keysha tidak tau apa yang Bella dan Shakka bicarakan. Keysha bahkan tidak tau bahwa ada Bella di sana karena ia begitu kesal dengan kembarannya yang ikut campur. Namun hari berikutnya, tentu saja dengan kemampuan yang Bella miliki, beredar gosip bodoh tentang Shakka yang menyukai kembarannya sendiri. Awalnya Keysha tidak mengetahui gosip ini karena malam setelah kejadian di kolam renang, ia mengatakan pada Papa dan juga Mamanya bahwa ia tidak ingin berangkat dan pulang sekolah bersama Shakka lagi. Keysha mengaku bahwa dirinya sudah dewasa. Lebih dewasa lagi dari Shakka karena ia pernah hidup di luar negeri tanpa siapapun. “Dewasa? Kamu ngomong begitu karena ada yang suka sama kamu?” “Apa?” “Benar, ‘kan?” tanya Shakka tidak peduli ada Papa dan mama di meja makan. “Kamu engga? Bahkan ada empat belas cewek yang suka sama kamu. Sampai namain diri mereka istri kamu, lagi..” Shakka mengendikkan bahunya tidak peduli. Ia tidak punya urusan apapun dengan Eswe. Tidak ada yang penting dari empat belas cewek gila itu. “Pokoknya aku ga mau berangkat dan pulang sekolah sama Shakka, Pa.” Ulang Keysha sekali lagi. Sedang sepasang suami istri itu hanya bisa melihat bagaimana anak-anak saling kesal satu sama lain. Dulu saja keduanya seperti tidak bisa hidup tanpa satu sama lain. Tapi begitu kembali bersama, ada saja yang keduanya permasalahkan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN