Marwa menghentikan mobilnya di depan rumah besar milik keluarga Haryo. Rasanya seperti dejavu—seolah ia ditarik kembali ke masa lalu. Dulu, ia sering melewati rumah mewah ini setiap kali hendak pergi ke rumah Indra, ketua kelasnya, saat mereka mengerjakan tugas kelompok. Rumah Indra hanya berjarak dua rumah dari rumah Haryo. Ia juga beberapa kali ikut ibunya ke rumah ini setiap kali sang ibu membayar uang kontrakan. Ibunya membutuhkannya untuk menulis kwitansi perpanjangan kontrak, karena Bu Ida atau Pak Marno sering beralasan tidak memiliki buku kwitansi dan materai di rumah. Kenyataan itu terbukti saat pembayaran terakhir tidak diakui oleh Haryo. Kala itu, ibunya membayar langsung pada Pak Marno, yang lupa memberikan kwitansi. Rumah itu tak banyak berubah. Masih dengan cat krem pucat

