Tanpa sadar, air mata itu seketika berjatuhan setelah mendengar pengakuan Ravendra. Hati Lylia begitu hancur berkeping-keping. Sakit, bagai dihunus sebilah pisau secara tiba-tiba, hingga membuatnya tidak bisa menahan diri lagi. Dengan penuh emosi, dia mendorong tubuh suaminya sampai jatuh terduduk di lantai, dan berlari ke luar rumah tanpa tahu, kemana arah tujuannya. Menyusuri sepanjang trotoar dengan tidak mengenakan alas kaki, dan air mata terus berurai di wajahnya, membersamai keputusasaan yang melanda hati. Sampai akhirnya, langkah kaki Lylia berhenti di sebuah halte bus. Berdiri mematung menatap jalanan yang tengah ramai oleh kendaraan berlalu-lalang. Terpuruk dan hancur. Lylia benar-benar merasa lelah dan terluka, baik secara fisik maupun emosional. Bahkan, angin malam yang berem