Juwita duduk sambil termenung, matanya kosong menatap aliran sungai kecil yang membentang diantara ruang kerjanya dengan rumah. Uap tipis mengepul dari secangkir teh yang ia genggam erat, sementara pikirannya sibuk merangkai bayangan bab-bab selanjutnya dalam buku barunya. Ada hari-hari di mana kosa kata mengalir lancar, membuatnya mampu bekerja tanpa jeda selama sepuluh hingga dua belas jam. Namun, di hari lain, ia bisa menghabiskan setengah hari hanya untuk menyempurnakan satu bab saja. Ketika hasil tulisannya terasa kurang pas, ia tak ragu menghapus, menyusun ulang, lalu mengulanginya berkali-kali hingga akhirnya semua kalimat tersusun indah. Pikirnya, menggarap sebuah buku, tak semudah yang orang lain bayangkan. Terkadang butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun perencanaan sebelum b

