(Bayu)
Hampir saja aku khilaf. Hampir saja aku mengkhianati istriku. Meskipun Nadira juga istriku, aku sama sekali tak pernah menyentuhnya. Bahkan hubungan kami sudah tak sedekat dulu.
Memang bukan sebuah dosa jika tadi kami sampai melakukan hubungan suami-istri. Tapi aku tak mungkin bermain di belakang Anisa. Aku akan selalu berusaha untuk setia padanya. Dan akan selalu menjaga rasa cintaku untuknya.
Esoknya, kami sarapan hanya berdua. Karena Anisa baru akan kembali hari ini. Aku merasa kalau Nadira menghindar dariku. Tapi apa peduliku. Aku segera menyelesaikan sarapan, kemudian berangkat ke kantor. Karena nanti aku harus menjemput Anisa di bandara.
***
Sore harinya Bayu menjemput Anisa. Namun, mereka tidak langsung pulang. Mereka menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan. Dan baru pulang pukul sembilan malam.
Sesampainya di rumah, mereka langsung menuju kamar. Setelah membersihkan diri, Anisa ke dapur untuk membuat teh hangat. Tak dilihatnya Nadira juga Bik Sumi. Mungkin sudah tidur, pikirnya. Saat sedang mengaduk teh buatannya, tiba-tiba ada yang memeluk Anisa dari belakang. Bayu. Tak hanya memeluk, Bayu juga menciumi tengkuk Anisa yang terbuka karena rambutnya ia ikat asal. Tidak cukup, Bayu membalikkan tubuh Anisa kemudian mencium bibir istrinya itu. Ia ingin membuktikan dan meyakinkan dirinya, bahwa hati dan cintanya masih utuh untuk sang istri.
Ciuman mereka makin panas. Bahkan suara decapannya kadang terdengar.
Nadira yang ingin mengambil air minum, terpaku di tempatnya. Takut mengganggu aktifitas pasangan suami istri itu, istri kedua Bayu itu segera berlari menuju kamarnya. Kemudian menutup pintu rapat-rapat. Nadira memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa sesak. Air mata juga mengalir di pipinya. Ia sadar ada yang salah dalam hatinya. Ia sudah jatuh cinta pada suaminya. Suami yang mungkin tidak akan pernah memiliki rasa yang sama untuknya. Karena hatinya telah terisi penuh oleh istri pertamanya.
Setelah kejadian malam itu, Nadira lebih banyak diam. Dia hanya akan keluar kamar untuk makan. Saat Anisa menanyakannya, Nadira bilang tidak ada apa-apa.
***
Sudah lima bulan berlalu. Tidak ada perubahan yang berarti. Bahkan bisa dibilang semua masih normal seperti saat di mana Bayu belum menikah dengan Nadira.
Nadira kini sudah mulai kuliah. Ia juga memiliki teman. Pada temannya, Nadira mengatakan jika ia tinggal bersama kakaknya.
Menyadari jika Bayu tak pernah menganggapnya sebagai istri, membuat Nadira membuka hatinya untuk lelaki lain.
Siang itu, Nadira sedang berjalan-jalan di sebuah mall bersama senior di kampusnya yang sedang mendekatinya. Nadira menggandeng lengan lelaki itu. Mereka tampak seperti orang sedang berpacaran.
Dari kejauhan, Bayu yang sedang meeting dengan kliennya di cafe yang berada di dalam mall tersebut tanpa sengaja melihat Nadira. Bayu meradang. Tatapannya tak pernah lepas dari Nadira. Hatinya bergemuruh. Diperhatikannya Nadira masuk ke sebuah cafe yang berada di seberang cafe di mana Bayu sekarang berada.
Setelah meeting selesai, dan klien Bayu telah pergi, Bayu segera menghampiri Nadira. Diseretnya Nadira keluar dari cafe itu tanpa sempat berpamitan pada teman lelakinya. Dipaksanya Nadira untuk masuk ke dalam mobil. Selama perjalanan, Nadira hanya diam. Bayu membawa Nadira ke sebuah hotel. Setelah check-in, Bayu segera membawa Nadira ke kamar yang dipesannya.
Sesampainya di dalam kamar, Bayu segera mengunci pintu.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Bayu dengan amarahnya.
"Cuma teman," jawab Nadira datar.
"Aku tak percaya!"
"Apa peduliku?! Kamu nggak berhak ngatur-ngatur aku!!"
"Siapa bilang?! Aku suami kamu!!"
"Suami? Dari mananya bisa dibilang suami?? Apa selama lima bulan ini kamu memperlakukanku sebagai istri kamu?!"
Bayu menyadari itu. Memang selama ini Bayu selalu cuek pada Nadira. Bahkan Bayu mencoba menghindari Nadira, karena semenjak Bayu mencium Nadira, ada yang aneh di hatinya. Ia hanya mencoba untuk tetap menjaga hati dan cintanya pada Anisa.
Dan puncaknya hari ini. Ia merasa cemburu saat melihat Nadira bergandengan mesra dengan pria lain.
Bukannya menjawab, Bayu malah mencium bibir Nadira. Awalnya kasar, tetapi makin lama makin melembut. Nadira yang awalnya ingin mendorong Bayu, hanya bisa meremas kemeja Bayu. Dan membalas ciuman suaminya itu.
Ranjang dalam kamar hotel itu menjadi saksi percintaan panas mereka siang itu. Sprei berwarna putih bernoda darah itu menjadi bukti bahwa Nadira telah menyerahkan kesuciannya untuk suaminya.
"Maafkan sikapku ke kamu. Harusnya aku bisa bersikap adil. Harusnya aku tak membiarkan gengsi menguasaiku. Terima kasih, karena kamu sudah menyerahkan harta yang paling berharga untukku."
"Bolehkah aku tidur? Aku lelah." Bukannya menjawab pernyataan Bayu, Nadira justru bertanya.
"Tidurlah ...," jawab Bayu sambil mengeratkan pelukkannya. Kisah baru akan dimulai. Bayu akan jujur pada Anisa tentang perasaannya pada Nadira. Meskipun ia tahu, pasti itu akan sangat menyakitkan. Tetapi dia akan berusaha untuk adil kepada kedua istrinya.
Tbc.
***